Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Menulis fiksi ringan sebagai hobi selingan. Ig @inifatrisia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memoar si Butut

30 Mei 2024   00:19 Diperbarui: 30 Mei 2024   00:29 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Eliya minta maaf, Pa. Eliya minta maaf."

Papa menggeleng, masih saja tersenyum dan berkata ini semua bukan salahku. Kecelakaan tidak bisa dihindari dan kita manusia harus bersabar menjalani cobaan.

Aku tak lagi menyahut, air mata terus saja jatuh. Mama yang sedang memegang tangan kanan Papa mencoba tersenyum padaku meski bekas air mata masih menghiasi wajahnya. Aku sedikitnya merasa tenang apalagi berada di dalam pelukan Papa. Syukurlah Papa baik-baik saja. Namun, saat akan dipindahkan ke ruang inap, mendadak Papa sesak napas. Aku dan Mama sudah panik bukan kepalang.

Tim dokter yang menangani berusaha melalukan semua tindakan. Aku berharap bisa mendengar kabar baik setelahnya. Hanya saja ekspetasiku terlalu tinggi. Papa tak dapat diselamatkan. Runtuh sudah duniaku.
***

"Turut berduka cita, ya, Li," kata beberapa teman di koridor sekolah. Aku mengangguk. Setelah tiga hari absen kini aku masuk lagi. Tanpa naik si butut, tak diantar Papa. Pagi yang sangat berbeda.

Air mata jatuh, buru-buru aku mengusapnya. Jangan sekarang.

Beberapa ungkapan duka cita kembali terdengar. Aku mencoba kuat. Jujur lebih baik aku diledek gara-gara naik si butut daripada ditatap menyedihkan dengan kalimat belasungkawa seperti ini.

"Aku cuma ingin si butut yang pergi, tapi kenapa Papa juga ikut pergi?" gumamku membuat rembesan air mata jatuh. Rasanya asin sekaligus pahit saat tertelan.

Aku menoleh pada jam dinding di kelas yang bunyinya terdengar jelas di telinga. Menatapnya lamat-lamat hingga memoar bersama Papa dan si butut mengalun acak dalam kepala. Bisakah waktu berlari mundur?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun