Aku dalam kuburan dangkal
Ingatlah sebisamu segala yang indah
Dan cintaku yang kekal.
Tahap Interpretasi
Tahap Interpretasi merupakan tahapan kritik sastra yang berisi kegiatan penjelasan atau penerangan/ pembentangan apa yang terdapat dalam karya sastra. Penjelasan karya sastra berarti menangkap maknanya, tidak sekadar menerangkan apa yang tersurat saja, tetapi menerangkan juga apa yang tersirat dengan mengemukakan pendapat sendiri.
Puisi “Huesca” karya Chairil Anwar pada hakikatnya merupakan sebuah puisi yang ekspresif yang mana mampu mengungkapkan suasana hati penulis yang masih muda, penuh dengan gejolak jiwa muda yang terpaksa arus meninggalkan kekasih yang sangat dicintainya untuk bergabung dengan para pejuang. Sewaktu membaca puisi ini penikmat puisi seolah-olah dihadapkan pada sebuah situasi yang berat, perang merupakan pilihan yang tidak dapat ditolak dalam situasi revolusi. Pada bait-bait puisi, penyair dihadapkan pada pilihan yang serba sulit, meninggalkan kekasihnya dan bergabung dalam front sosialis International Brigade. Puisi Huesca lebih menekankan pada sifat manusia yang kehilangan jiwa, tidak mempunyai rasa kemanusiaan lagi sehingga tegasaling membunuh, bahkan dengan saudaranya sendiri. Dilihat dari diksi yang digunakan, jelaslah bahwa puisi ini juga mengungkapkan suasana hati penyair yang masih muda, sedang jatuh cinta tetapi cemas karena terpaksa harus pergi meninggalkannya. Hal tersebut tampak pada baris ketiga dan keempat bait kedua //Aku cemas akan kehilangan kau..//.
Tahap Analisis
Tahapan kritik sastra yang selanjutnya adalah tahap analisis. Tahap ini berisi kegiatan menguraikan data, dimana kritikus dapat mencari makna, membanding-bandingkan dengan karya sastra lain yang sejenis dan setema, membandingkannya dengan sejarah atau kenyataan sebenarnya yang ada di masyarakat. Pada dasarnya, antara tahap interpretasi dengan analisis tidak dapat dipisahkan secara mutlak.
Puisi “Huesca” karya Chairil Anwar merupakan puisi saduran dari puisi milik John Cornford dengan judul “To Margot Heinemann”. Puisi saduran adalah puisi hasil gubahan dari puisi aslinya yang disesuaikan dengan maksud pihak penggubahnya. Puisi ini mengganti nama pelaku, tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah cerita atau mengubah bentuk penyajian. Namun hingga saat ini, puisi “Huesca” ini masih menjadi perdebatan apakah itu saduran atau sudah termasuk dalam ranah tindak plagiarisme.
Sejak tahun 1948, puisi “Huesca” karya Chairil Anwar telah menggemparkan Indonesia. Puisi ini dikenal hingga tahun 60-70an. Selain memiliki makna yang indah, berupa pengungkapan suasana hati penulis yang masih muda, penuh dengan gejolak jiwa muda yang terpaksa harus meninggalkan kekasih yang sangat dicintainya untuk bergabung dengan para pejuang, puisi ini memiliki maksud dan kisah disebaliknya. Pada bait pertama, Chairil Anwar telah menunjukkan, menerjemahkan, khususnya puisi, bukanlah mengikuti sesuatu yang sudah ada, melainkan mencipta. Ia melintasi asal-usul. Dalam bentuk aslinya, "Huesca" adalah empat bait yang akrab dengan hidup seorang John Cornford. Penyair Inggris itu menulis puisinya sebelum ia tewas dalam Perang Saudara Spanyol pada hari ulang tahunnya, 27 Desember 1936. waktu itu, umurnya baru 21 tahun. Sebelumnya, dalam pertempuran di Madrid melawan pasukan Fasis, ia terluka di kepala. Puisi itu lahir ketika ia dirawat: sebuah sajak cinta yang murung, di saat hidup akrab dengan kematian.
Jiwa di dunia yang hilang jiwa
Jiwa sayang, kenangan padamu
Adalah derita di sisiku
Bayangan yang bikin tinjauan beku