Mohon tunggu...
Fatma Wati
Fatma Wati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adat Pernikahan dan Larangan Poligami di Desa Penglipuran

10 November 2022   17:21 Diperbarui: 10 November 2022   17:41 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGA (KKL)
"Adat Pernikahan dan Larangan Poligami di Desa Penglipuran"

Penulis :
Dwi Fitriani                           (12020006)
Fitri Munirotul Khoiriyah   (12020010)
Jamhar                                   (12020004)
Misbahul Munir                    (12020047)
Sulinda Fatmawati                (12020008)

Dosen Pembimbing :
M. Adib Ridwan Azizy, MH.

Program Study Ahwal Syakhsiah (AS)
fitriaemitasari@gmail.com
fitrimunirotul01@gmail.com
bazrahjamhar@gmail.com
misbahulmunir9404@gmail.com
fatmawati42719@gmail.com

Abstrak
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, tradisi dan adat istiadatnya. Dan terdiri dari beragam agama, salah satunya agama Hindu yang merupakan agama mayoritas masyarakat di provinsi Bali sejak 700 tahun silam. Budaya dan agama Hindu sangat melekat di jiwa masyarakatnya khususnya masyarakat adat Desa Panglipuran Kab. Bangli yang masih mempertahankan budaya dan hukum adatnya hingga saat ini termasuk adat pernikahannya.

 Perkawinan secara nyentana di Desa adat Penglipuran memiliki keunikan tersendiri mengingat sistem kekeluargaan di Bali menganut sistem kekeluargaan patrilinial. Melangsungkan perkawinan secara nyentana, dimana pihak perempuan menjadi laki-laki atau kapurusa dan pihak laki-laki menjadi perempuan atau predana. 

Metode yang digunakan mengunakan metode penelitian hukum empiris yang dapat dilihat dari berbagai perspektif. Di desa adat Penglipuran upacara perkawinan memiliki keunikan yang berbeda dengan desa lainnya di Bali, upacaranya dilangsungkan di tempat perempuan dan melamar laki-laki kemudian dilangsungkan upacara di bale enem dengan banten ajengan popolan dan menatab biekaon yang dipimpin oleh Jero Kuyuban. 

Dalam status adat, pihak istri menjadi kepala keluarga dan pihak suami mewakili ayah-ayahan desa, namun  di dalam kedinasan pihak suami tetap menjadi kepala keluarga. Untuk kaum lelaki pula dilarang berpoligami, apabila melanggarnya maka akan ada sanksi yang diterima.Dan hal demikian sudah menjadi adat dan tradisi di Desa Penglipuran.

Keywords : Adat; Tradisi; Pernikahan; Poligami; Sanksi

PENDAHULUAN
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah salah satu kegiatan yang menjadi agenda rutin di setiap program studi Ahwal Syakhsiyah (AS). Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai program studi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, yang lain melalui kegiatan-kegiatan, seperti pengenalan atmosphere academic, tinjauan sistem akademis, kuliah umum, diskusi, peninjauan kepustakaan yang berkaitan dengan skripsi, dan budaya perkuliahan yang di lakukan dengan program studi yang sama di PTKAI yang lain.

PTKI yang menjadi pembanding adalah PTKI yang dianggap memiliki kredibilitas yang lebih baik, khususnya terhadap program studi yang bersangkutan. Hal ini dapat di nilai dari lama berdirinya program studi yang bersangkutan, kualitas lulusan (alumni), sarana dan prasarana perkuliahan, dan memiliki jaringan (link) yang baik sehingga memungkinkan alumninya untuk dapat di terima di dunia kerja.

Sebagai program studi yang ingin terus berinovasi, tentu saja Program Studi Ahwal Syakhsiyah (AS) di SETIA WS masih memerlukan pembenahan diri, dan masih memerlukan acuan terhadap komponen-komponennya. Untuk itu, SETIA WS mengadakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Desa Panglipuran yang dikenal dengan keunikan adatnya.

Agar mahasiswa mengetahui lebih mendalam bagaimana sistem pernikahan di desa Pangglipuran dan tidak dibolehkannya berpoligami untuk kaum lelaki. Dengan demikian mahasiswa dapat mengambil berbagai macam pelajaran yang terbilang tidak biasanya. 

Bisa pula sebagai sarana mahasiswa dalam mengembangkan pola pikir dalam dunia pembelajaran bahwa aturan pernikahan desa Panglipuran yang dapat berjalan sedemikian rupa karena terdapat sanki apabila melanggarnya.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana pelaksanaan pernikahan di desa Panglipuran?
Bagaimana pelaksanaan pernikahan jika orang luar desa panglipuran menikah sama penduduk asli dari desa panglipuran?
Bagaimana sistem pernikahan poligami dan akibat hukumnya?

TUJUAN PENULISAN

Mengetahui bagaimana pelaksanaan pernikahan di desa Panglipuran
Mengetahui bagaimana pelaksanaan pernikahan jika orang luar desa panglipuran menikah sama penduduk asli dari desa panglipuran
Mengetahui bagaimana sistem pernikahan poligami dan akibat hukumnya.

PEMBAHASAN

Pelaksanaan Perkawinan Di Desa Panglipuran

Dewasa ini di Indonesia telah dibentuk hukum perkawinan yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia yakni Undang-Undang No 1 tahun 1974.  Menurut pasal 2 ayat (1) perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing -- masing agamanya dan kepercayaanya itu. Yang dimaksud hukum masing -- masing agamanya dan kepercayaanya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang- undang ini (UU No 1 tahun 1974). Dan disamping itu tiap -- tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.  

Begitu pun dengan pelaksanaan perkawinan yang ada di desa penglipuran kabupaten Bangli. Hanya saja yang membedakan dalam pelaksanaan perkawinan di desa adat penglipuran ini tradisi leluhurnya sangat kental dan wajib dilaksanakan dengan upacara sesuai dengan tradisi adat yang telah dibuat dan di sepakati Bersama serta mewajibkan untuk menghadirkan kepala adat dalam prosesi perkawinannya.

Di Desa Bale Gede pula upacara pernikahan masih terjaga dengan baik, minsalnya kalau ada suami atau istri orang yang selingkuh itu otomatis orang itu akan di asingkan ketempat yang lain, sehingga dari desa tempat ia tinggal itu akan di usir dari sana. Kemudian tidak ada orang yang berani untuk melakukan perselingkuhan rumah tangga.

Kemudian di samping dari Upara pernikahan masih kental adat istiadat orang Bali selain dari upacara yang  biasa ia lakukan itu tetep masih terjaga sehingga adat istiadat tidak akan punah.

Pelaksanaan Pernikahan Jika Orang Luar Desa Panglipuran Menikah Sama Penduduk Asli Dari Desa Panglipuran

Di desa ini ada adat yang berlaku soal perkawinan yakni pelarangan poligami terhadap para penduduknya. Adat melarang hal tersebut demi menjaga para wanita. Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan mendapat sanksi. Sanksi biasanya si poligami akan ditempatkan pada tempat yang bernama nista mandala. 

Dan dilarang melakukan perjalanan dari selatan ke utara karena wilayah utara bagi orang penglipuran adalah wilayah yang paling suci. Masyarakat  Penglipuran juga pantang untuk menikahi tetangga disebelahkanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari rumahnya. Karena tetangga-tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga sendiri.. Bagi warga yang ingin menikah dengan orang di luar Penglipuran bisa saja. 

Dengan ketentuan bila mempelai laki-laki dari Penglipuran maka mempelai perempuan yang dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat Penglipuran. Yang menarik adalah jika mempelai perempuan dari desa penglipuran dan laki-lakinya dari adat yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk ke dalam adat Penglipuran dan hidup di desa Penglipuran tetapi dengan konsekuensi laki-laki tersebut dianggap wanita oleh warga lainnya. 

Maksudnya tugas-tugas adat yang dialaksanakan adalah tugas untuk para wanita bukan tugas para lelaki.

Dan apabila ada pendatang yang dari luar ingin menikah dengan orang dari dalam Desa Panglipuran , dia harus masuk dan mengikuti ajaran agama Hindu sesuai agama resmi yang ada di Desa Panglipuran .Jika orang luar tersebut berjenis kelamin wanita , maka ia harus ikut tinggal suaminya di lingkungan Desa Panglipuran.

Sistem Pernikahan Poligami  Di Desa Panglipuran

Di desa adat penglipuran ada suatu adat yang berlaku soal perkawinan yakni pelarangan poligami terhadap penduduknya. Adat melarang hal tersebut demi menjaga para wanita. Sehingga Laki-laki Desa Penglipuran, Bangli dididik untuk setia kepada satu pasangan saja. Di sini ada awig-awig (aturan adat) yang melarang para lelakinya untuk berpoligami atau beristri lebih dari satu. 

Jika ada yang melanggar, lelaki tersebut akan  di beri sanksi dan dikucilkan di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Karang Memadu (lahan tempat orang memadu atau beristri lebih dari satu). Dan dilarang melakukan perjalanan dari selatan ke utara karena wilayah utara bagi orang penglipuran adalah wilayah yang paling suci. 

Masyarakat penglipuran juga pantang untuk menikahi tetangganya disebelah kanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari rumahnya. pantangan bagi kaum lelaki untuk beristri lebih dari satu atau berpoligami. Lelaki Penglipuran diharuskan menerapkan hidup monogami yakni hanya memiliki seorang istri

Di  desa Penglipuran tidak boleh memiliki istri lebih dari satu merupakan aturan adat yang sudah berlaku sekitar 700-an tahun. Karena umur desa sudah 700-an tahun. Orang penglipuran sudah memberikan proteksi kepada kaum wanita agar tidak dimadu. Aturan ini disediakan fasilitas. 

Ada sebuah pekarangan namanya Karang Memadu, yaitu tempat lokalisir yang gunanya untuk  meenempatkan orang yang berpoligami. Yang mana akan dihukum dengan istri mudanya. Lokasinya disebelah geger Barat desa. Walaupun disediakan fasilitas namun sampai saat ini belum ada yang mau menempati pekarangan tersebut karena sanksinya yang berat. Dan kesakralan perkawinannya tidak akan disahkan di desa ini, secara adat perkawinan itu tidak akan diproses
Bentuk perkawinan sercara umum ada 3 :

Perkawinan biasa, istri ikut suami
Perkawinan yang tidak biasa, suami ikut istri
Perkawinaan padegelahan artinya sama-sama memiliki

Jenis-jenis pernikahan di desa adat:

Meminang atau dalam bahasa Balinya adalah Memadik
Kawin lari atau lari bersama karena biasanya disebabkan oleh tidak adanya persetujuan dari beberapa pihak
Perkawinan Mleugandaan atau pemerkosaan atau menculik, hal ini dilakukan pada zaman dulu, seperti yang dilakukan raja.
Menurut Bendesa (ketua adat) Desa Pakraman Penglipuran, I Wayan Supaat, pantangan berpoligami ini diatur dalam awig-awig desa adat. Dalam pawos pawiwahan (bab perkawinan) awig-awig itu disebutkan, krama Desa Adat Penglipuran tan kadadosang madue istri langkung ring asiki. Artinya, krama Desa Adat Penglipuran tidak diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu. Jika ada yang berani melanggar awig-awig ini, imbuh Supat, orang tersebut akan dikucilkan di sebuah tempat yang diberi nama Karang Memadu. Karang artinya tempat, memadu artinya berpoligami. Jadi, Karang Memadu merupakan sebutan untuk tempat bagi orang yang berpoligami.

Menurut kesepakatan warga setempat, kesejahteraan rumah tangga bisa didapat jika terdapat satu suami dan satu istri. Sehingga terdapat sanksi yang diberlakukan bagi warga yang melakukan poligami atau poliandri

Karang Memadu merupakan sebidang lahan kosong di ujung selatan desa. Desa akan membuatkan si pelanggar itu sebuah gubuk sebagai tempat tinggal bersama istrinya. Dia hanya boleh melintasi jalan di selatan bale kulkul (bangunan tinggi tempat kentongan) desa dan dilarang melintasi jalan di sisi utara bale kulkul. 

Tak cuma itu, pernikahan orang yang ngemaduang (berpoligami) itu juga tidak akan dilegitimasi oleh desa, upacaranya tidak di-puput (diselesaikan) oleh Jero Kubayan yang merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan upacara adat dan agama. Implikasinya, orang tersebut juga dilarang untuk bersembahyang di pura-pura yang menjadi emongan (tanggung jawab) desa adat. Tetapi dipersilahkan untuk bersembahyang di tempatnya sendiri.

Akibat begitu beratnya sanksi orang yang ngemaduang, hingga kini tak ada lelaki Penglipuran yang berani melanggarnya. Karenanya, Karang Memadu kosong tanpa penghuni. Hanya ditumbuhi semak-semak dan segelintir pohon pisang. Menurut keyakinan warga Penglipuran, tanah Karang Memadu itu berstatus leteh (kotor). Karenanya, orang yang tinggal di sana dianggap kotor. Juga tetanaman yang dihasilkan di atas tanah Karang Memadu dianggap tidak suci sehingga tak bisa dihaturkan sebagai bahan upakara (sesaji).

Namun, seperti diingat Jero Kubayan Mulih, dulu pernah ada salah seorang lelaki Penglipuran yang nyaris ditempatkan di Karang Memadu karena memiliki istri lagi. Krama (warga) desa sudah membuatkan yang bersangkutan pondok di Karang Memadu. Akan tetapi, sanksi adat ini keburu membuat lelaki tersebut keder.

Karenanya, dia segera menceraikan istri pertamanya dan memilih hidup bersama dengan istri kedua. Memang, sanksi adat bisa dihindari lelaki Penglipuran jika mau menceraikan salah satu istrinya. "Kebetulan lelaki itu kawin nyeburin (ikut dengan keluarga istri) ke sini. Dia berasal dari Cekeng. Setelah memutuskan memilih istri kedua dan menceraikan istri pertama, dia pulang ke Cekeng. Kebetulan juga istri pertama dan keduanya itu bersaudara," cerita Supat.

Tiada jelas sejak kapan sejatinya larangan berpoligami bagi lelaki Penglipuran ini mulai dibuat. Namun, menurut Jero Kubayan Mulih, lahirnya pantangan berpoligami ini karena dulu kerapnya pemimpin desa ini mengurusi orang bertengkar dalam keluarga karena masalah adanya istri baru. Karena itulah, mekele (pemimpim desa) dulu membuat aturan yang melarang lelaki Penglipuran untuk ngemaduang. Tentu saja, aturan itu disepakati seluruh krama desa sehingga akhirnya bisa dilaksanakan hingga kini.

Tahun 1992, Desa Adat Penglipuran ditetapkan sebagai desa wisata. Sejak saat itu semakin banyak wisatawan datang ke desa tersebut. Rumah-rumah warga pun disiapkan menjadi penginapan, tetapi mereka tetap menjaga supaya tidak begitu banyak wisatawan yang menyerbu desa tempat tinggal mereka

Desa Panglipuran memiliki aturan yang juga termuat dalam sistem adat dimana penduduk desa ini dilarang keras melakukan poligami. Hal ini merupakan bentuk penghargaan pada wanita dimana kaum wanita harusnya dijunjung dan dihargai bukan untuk dipermainkan dan harus dijaga kesuciannya. Dan apabila ada suatu keluarga yang melakukan poligami maka keluarga tersebut akan diasingkan. 

Perkawinan di Desa Panglipuran juga sangat fleksibel mereka membebaskan pendudukannya untuk mencari istri ataupun suami dilaur desa adat. Dengan ketentuan dalam pernikahannya harus diselipkan upacara adat Desa Panglipuran dengan tujuan agar kedua mempelai dapat diterima di Desa Panglipuran serta dapat menginjak pura suci (Pura Penataran) yang berada di ujung desa sebagai daerah utama Desa Panglipuran.

Desa Penglipuran ini memang sengaja mempertahankan aturan adatnya, yang biasanya disebut Awig-Awig. Selain larangan poligami dan poliandri, juga terdapat aturan adat yang lain seperti larangan buang sampah sembarangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Di desa adat penglipuran memiliki aturan adat mengenai perkawinan yaitu melarang  para lelaki berpoligami atau memiliki istri lebih dari satu. Hal ini merupakan bentuk penghargaan pada wanita dimana wanita harusnya dijunjung dan dihargai bukan untuk di permainkan dan harus dijaga  kesuciannya. 

Adapun sanksi bagi orang/masyarakat desa penglipuran yang memiliki istri lebih dari satu atau berpoligami yaitu  karang memadu, yaitu tempat lokalisir yang gunanya untuk menempatkan orang yang berpoligami. 

Dimana di tempat lokalisir tersebut di beri fasilitas namun belum ada yang mau menempati pekarangan tersebut karena beratnya sanksi tersebut. Sanksi tersebut dilakukan bersama istri mudanya.

Aturan adat mengenai perkawinan antara warga penglipuran dan desa adat lainya bisa dilakukan dengan ketentuan bila mempelai laki-laki dari penglipuran maka mempelai perempuan dari desa lain harus masuk menjadi bagian dari desa adat penglipuran. 

Apabila mempelai perempuan yang dari penglipuran mempelai laki-laki bisa masuk menjadi bagian dari desa penglipuran dengan ketentuan dianggap wanita oleh warga lain.

DAFTAR PUSTAKA
Narasumber Moneng, Desa Penglipuran 21/10/22
Narasumber Lusiana Indrasari, Desa Penglipuran 21/10/22
https://makassar.terkini.id/dilarang-poligami-dan-poliandri-di-desa-ini-kalau-nekat-akan-diasingkan/
http://octhawidi.blogspot.co.id/2012/11/latar-belakang-sejarah-desa-adat.html?m=1
Diakses pada Sabtu, http://sinurasinura.blogspot.co.id/2013/12/desa-adat-penglipuran-bali.html?m=129 November 2022, pukul 06.20
Diakses pada Sabtu, 29 November 2022, pukul

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun