Mohon tunggu...
fatmasari titien
fatmasari titien Mohon Tunggu... Penulis - abadikan jejak kebaikan, jadikan hidup penuh manfaat

ibu profesional, pembelajar dan pegiat sosial.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Ibu Tangguh

22 Desember 2020   20:29 Diperbarui: 22 Desember 2020   20:30 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi ibu adalah tugas mulia. Begitu mulianya hingga Allah perintahkan manusia untuk berbuat baik pada  ibunya, bahkan sekadar berkata 'ah' saja tidak diperbolehkan. Begitu mulianya hingga Rasulullah saw mengulangi perintahnya untuk mendahulukan ibu dengan kalimat ibumu... ibumu... ibumu... lalu ayahmu. 

Namun demikian, seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, menjadi ibu bukanlah sebuah tugas yang mudah. Bila di masa lalu, keluarga bisa memonopoli pengasuhan anak.  Di masa kini, anak-anak memiliki pengasuh-pengasuh baru yang mereka undang sendiri melalui tayangan televisi, media sosial dan internet. Pengasuh-pengasuh baru ini sudah tentu menjadi saingan berat orang tua masa kini (terutama ibu) yang waktu di luar rumahnya lebih banyak ketimbang di rumah (bersama anak-anak). Tapi, tentu saja... ibu harus tangguh dalam menghadapi semuanya.

Seperti apa sih kriteria ibu tangguh?

1. Mampu menyeimbangkan perannya baik sebagai seorang anak, istri, ibu  maupun anggota masyarakat.

Seperti halnya laki-laki, perempuan memiliki multi peran yang harus dia tunaikan:

1.1. Sebagai anak.

Tentu saja, tidak ada seorangpun yang lahir dari batu, semuanya pernah bersemayam dalam rahim seorang ibu dan melewati fase kelahirannya, (kecuali Nabi Adam as dan istrinya, Hawa). Dengan demikian, semua manusia menyandang status sebagai seorang anak dari kedua ibu-bapaknya. Dan sebagai seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan, dia punya kewajiban birrul walidain kepada ibu-bapaknya. 

Bahkan, meski sudah menikah, kewajiban birrul walidain masih tetap harus ditunaikan.  Allah berfirman dalam QS Luqman: 14,

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

1.2. Sebagai istri.

Ketika seorang perempuan menikah, maka statusnya bertambah menjadi seorang istri bagi suaminya. Seorang istri pun mempunyai peran yang sangat penting bagi suaminya. Dia bukan sekadar pendamping yang menemani keseharian suaminya, teman di waktu suka tetapi juga penghibur di kala duka, penahan di saat jatuh, penyemangat untuk bangkit, juga penjaga kehormatan rumah tangga. Suksesnya peran istri akan membawa suaminya dalam keberhasilan dan kemapanan. Gagalnya peran istri akan membawa kehancuran dalam rumah tangga. 

Memang, suami merupakan qowwam, namun tanpa peran istri,  suami tidak akan sempurna dalam memimpin rumah tangganya. Ibarat sebuah risalah, suami adalah konsepnya sedang istri adalah penjelasannya. Keduanya memiliki peran yang sama pentingnya.

1.3. Sebagai ibu.

Setelah menikah, pada umumnya seorang perempuan akan dihadapkan pada tugas baru dalam meneruskan keturunan. Allah mungkin berkenan menitipkan amanah kepadanya dan suaminya dengan kehadiran anak-anak penyejuk mata, penghibur hati. Dalam fase ini, tugas istri bertambah lagi menjadi seorang ibu. 

Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, dia tidak hanya mengajari setelah mereka lahir, tetapi sejak mereka berada dalam rahimnya. Peran ibu di 1000 hari pertama kelahiran sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Peran ibu di hari-hari selanjutnya juga menentukan pertumbuhan dan perkembangan akal, mental serta moral dan spiritual anak, terus berlangsung hingga anak dewasa dan siap memikul tugas perkembangan masa dewasanya sendiri. 

Mendidik anak sama artinya dengan menyiapkan generasi menjadi  calon-calon pemimpin di masa depan. Karena tugas ibu mengemban visi membangun peradaban yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Maka ibu tidak boleh lengah dan membiarkan perannya diambil alih oleh televisi, internet maupun media sosial lainnya. 

1.4. Sebagai anggota masyarakat.

Manusia tidak diangkat Allah sebagai kalifah di bumi, oleh karenanya, dia tidak diciptakan Allah dalam keadaan sendirian. Tidak ada pemimpin tanpa rakyat, tidak ada kalifah tanpa umat. Karenanya Allah ciptakan manusia sebagai makhluk sosial, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, agar mereka bisa saling mengenal, saling belajar, saling menghargai, saling tolong menolong dan saling melengkapi. Peran ini pun harus dilakukan oleh perempuan sebagai anggota masyarakat.

Allah berfirman dalam Alqur'an:

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."    (QS Al Maidah: 2 )

. . .

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS Al Ashr : 1-3)

Dalam menjalani keempat peran tersebut di atas, tak jarang perempuan dihadapkan pada situasi-situasi sulit dan harus memilih mana yang harus diprioritaskan terlebih dulu. Ibu tangguh adalah perempuan yang mampu menyeimbangkan keempat perannya sehingga semuanya bisa ditunaikan dengan baik dan tidak menzhalimi salah satunya.

Mari belajar Ummul mukminin Khadijah ra. Sebagai anak, beliau adalah seorang perempuan yang sangat memelihara kekerabatan orang tuanya. Sebagai istri beliau adalah cahaya mata bagi Rasulullah saw. Yang membenarkan beliau di saat yang lain mendustakannya. Yang setia mendampingi di saat yang lain meninggalkannya. Yang mempersembahkan segala miliknya untuk suaminya dan untuk kepentingan dakwah. Yang perhatian pada kaum dhuafa dan para janda. Karenanya Rasulullah saw mengisahkan bahwa semasa hidupnya,  Malaikat Jibril pernah menyampaikan salam untuknya dari Allahu Robbuna. Maa syaa Allah, benar-benar ibu tangguh. Semoga kita bisa meneladaninya.

2. Tidak kehilangan rasa hormat kepada suami dalam situasi dan kondisi apapun.

Laki-laki ditetapkan Allah sebagai qowwam (pemimpin) atas perempuan, suami adalah qowam bagi istri. Karenanya wajib bagi istri untuk menaruh rasa hormat dan mendudukkan suaminya sebagai sebenar qowam bagi rumah tangganya. Bagi istri yang tidak berkarir dan tidak memiliki penghasilan sendiri, hal ini terlihat mudah untuk dilakukan, apalagi bila suami dipandang cukup dalam memberikan nafkah lahir maupun batin. Namun, apabila suami juga tidak atau kurang  berpenghasilan, hal ini akan terasa sulit bagi sebagian orang.

Laju emansipasi juga menarik kaum perempuan untuk ikut berkarir di luar rumah. Besarnya penghasilan istri yang melebihi penghasilan suami, terkadang  mengikis rasa hormat istri kepada suaminya. Apalagi bila jenjang karir sang istri jauh lebih tinggi melampaui status karir suaminya. 

Ibu tangguh adalah perempuan yang tidak kehilangan rasa hormatnya kepada suami dalam situasi dan kondisi apapun. Saat suaminya sukses  ataupun terpuruk. Saat karirnya sendiri lebih tinggi daripada suami ataupun lebih rendah. Saat suami berdaya ataupun dalam kondisi lemah dan tidak berdaya. 

Mari belajar pada Khaulah istri Aus bin Shamit, perempuan yang ucapannya didengar oleh Allah dan diabadikan di awal  QS Al Mujadillah. Suaminya adalah seorang yang miskin dan berperangai kasar serta suka mengeluarkan ucapan li'an (ancaman talak). Namun demikian, demi menjaga rasa hormatnya maka dia mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah saw. Bukan untuk mempermalukan suaminya, namun untuk meluruskan perilaku suaminya. Maka Allah mengabulkan gugatannya dan menurunkan kafarat yang harus dipenuhi sebelum dia halal bercampur kembali dengan istrinya. 

Qodarullah kafarat yang ditentukan Allah merupakan hal-hal yang tidak mungkin mampu dipenuhi oleh sang suami. Pilihan pertama adalah memerdekakan budak, sedang suaminya tak punya budak seorangpun. Pilihan kedua adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut, sedang suaminya seorang yang tua dan sakit-sakitan. Pilihan ketiga adalah bersedekah kepada enam puluh fakir miskin, sedangkan suaminya sendiri termasuk dalam golongan fakir miskin dan tak berpenghasilan. Maka ketika Rasulullah saw memberikan setandan kurma untuknya, diapun bergegas memberikannya pada sang suami agar dapat bersedekah untuk menebus kafaratnya. 

Perhatikanlah kisah Khaulah, dialah yang dizhalimi, namun dia pulalah yang membantu suaminya agar dapat bersedekah untuk menebus kafarat atas sikap zhalimnya. Karenanya, Khalifah Umar bin Khathab ra pun mendengarkan masukannya dan urung menetapkan batas mahar yang harus dibayar untuk meminang seorang perempuan.  Maa syaa Allah.

3. Mampu mengubah tantangan menjadi peluang kebaikan.

Hidup adalah ladang ujian. Ujian kenikmatan dan ujian kesedihan. Anugrah dan musibah. Apabila kehidupan ini adalah sekeping koin, maka kedua sisinya adalah anugrah dan musibah, harapan dan kecemasan, kebaikan dan keburukan. Pada sisi yang mana pandangan kita tertuju, maka begitulah kita mensikapi apapun yang diberikan Allah dalam sepanjang kehidupan. 

Ibu yang tangguh akan menganggap ujian kenikmatan sebagai tantangan untuk bersyukur dan berbagi kenikmatan kepada yang lebih membutuhkan. Dengannya, dia melipatgandakan hartanya untuk akhiratnya. 

Ibu tangguh akan menganggap musibah sebagai tantangan untuk bersabar dan berusaha mengubahnya menjadi banyak peluang kebajikan.

Mari belajar pada Ibunda Imam Syafi'i. Sebagai janda, beliau memiliki visi jauh ke depan, agar Muhammad Idris kecil kelak dapat menjadi tokoh panutan yang dapat mengupayakan perbaikan umat. Maka beliau membekalinya dengan hapalan Alqur'an dan Syarah Al Muwatha' Imam Malik. Kemudian mengirimnya untuk belajar pada Imam Malik. Di kemudian hari Muhammad Idris kecil berhasil menjadi mufti dan bergelar Imam Syafi'i. Maa syaa Allah.

Hari ini adalah 22 Desember 2020, seluruh dunia memperingatinya sebagai hari ibu. Alangkah sangat disayangkan apabila peringatan ini tidak dibarengi dengan upaya untuk meningkatkan kualitas diri sebagai ibu yang tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. 

Selamat Hari Ibu, selamat berjuang mengemban misi membangun peradaban. Ibu tangguh, pasti bisa. Allahu akbar.

#Demak,22122020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun