"Boneka sawah yang baik, bolehkah kami minta beberapa butir bulir padi untuk mengisi perut kami?" tanyanya sopan.
"Tidak boleh, padi-padi itu bukan milikku," jawab boneka sawah ketus. Boneka itu terlihat kusam, pakaiannya pun terlihat basah oleh keringat.
"Engkau terlihat sangat kelelahan, apa yang bisa kulakukan untukmu?" tanya Upit tetap ramah.
Boneka sawah itu melihat Upit penuh selidik, "aku lelah, sepanjang hari harus berdiri di sini. Apalagi kalau siang begini, panas sekali. Badanku jadi berkeringat dan gatal-gatal, "keluhnya.
"Di mana bagian yang gatal? Aku bisa menghilangkan gatalnya," tanya Upit lagi.
"Itu, kepalaku gatal," jawab boneka sawah. Bagaimana caramu melakukannya? pikirnya.
Upit pun hinggap di atas kepala boneka sawah. Dipatuknya bagian itu dengan patukan-patukan kecil.
"Hei, rasanya seperti digaruk, gatal di kepalaku hilang!" teriak boneka sawah girang, "tapi sekujur badanku juga gatal-gatal. Gimana? Kau bisa membantuku menggaruknya juga?"
"Kalau begitu, aku akan memanggil teman-temanku untuk membantumu. Tapi, biarkan kami mengambill bulir padi barang beberapa butir. Kami baru saja melakukan perjalanan jauh karena di desa kami sudah tak ada makanan lagi untuk dimakan. Kasihanilah kami," pinta Upit memelas.
"Oh, kasihan sekali. Kalau cuma beberapa butir, silahkan saja. Tapi jangan merusak batang padi ya," jawabnya.
"Ya, kami janji, "seru Upit girang. Dengan satu suitan, dipanggilnya seluruh teman-temannya. Mereka pun mematuk-matuk badan boneka sawah dengan hati-hati.