Judul: Hati Suhita
Pengarang: Khilma Anis
Penerbit: Telaga Aksara
Tahun terbit: 2018
Dimensi: 405 Halaman
Rating: 15+
Sinopsis Buku
Alina Suhita adalah seorang gadis dengan keturunan priyayi dan sekaligus kyai. Alina harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk menjadi pemimpin Pondok Pesantren Al-Anwar. Bahkan sejak dia kecil segala bentuk pendidikannya telah ditentukan oleh Kyai Hannan dan Ibu Nyai. Karena putra semata wayang mereka Abu Raihan Al-Birruni dicap tidak mampu untuk meneruskan dinasti Pondok Al-Anwar. Namun,hal itu dilakukannya dengan penuh keikhlasan karena Kyai Hannan dan Ibu Nyai menyayanginya lebih dari orangtuanya.
Masalah muncul datang tatkala pernikahan yang dijalani gus birru dan Alina Suhita tidak berjalan selayaknya pernikahan pada umumnya. Karena Gus Birru ternyata masih memendam cinta kepada mantan pacarnya yaitu Ratna Rengganis. Sehingga ucapan Gus Birru yang tidak mau menyentuhnya hingga waktu yang tidak ditentukan membuat Alina memulai penderitaanya. Kepura-puraan mereka lakukan dengan memperlihatkan sebuah pernikahan yang mesra di luar kamar, tapi begitu dingin tanpa atur sapa di dalam kamar.
Suhita adalah nama ratu Majapahit yang tangguh dan tegar dalam kepemimpinannya. Meskipun pada masa pemerintahannya terjadi perang paregreg. Suhita ada dalam namanya, tapi dia bukanlah Dewi Suhita. Sehingga melihat gelagat suaminya yang sudah berlangsung berbulan-bulan membuatnya jatuh berkali-kali.Â
Jiwa santri yang telah dilakoninya membuatnya begitu tawadhu' beriringan dengan pesan Mbah Putrinya untuk lelaku mikul duwur mendem jero sebagai seorang istri membuatnya tidak pernah menceritakan prahara rumah tangganya kepada orang lain. Hanya kepada tempatnya bersujud, al-qur'an yang telah dihafalnya, dan makam para wali.
Masalah semakin memuncak tatkala dia mendapati begitu menawannya Ratna Rengganis dan datangnya Dharmawangsa gurunya waktu mondok yang sempat memikat hatinya.
Apakah Alina adalah pengabsah wangsa Gus Birru? Dan benarkah Gus Birru adalah Mustika Ampalnya? Yang ditakdirkan untuk bersama dan saling melengkapi satu sama lain.
Bahasa Indah dengan Keseimbangan Filosofi Jawa dan Budaya Pesantren.
Penikmat diksi akan disuguhkan dengan bahasa yang telah diramu begitu apik dari ning Khilma Anis. Dari yang kita tahu filosofi jawa seringkali mengalami bentrok dengan agama Islam. Bahkan sejak zaman wali songo. Yang mana membuat islam terbagi menjadi dua kubu yaitu islam abangan yang biasa dilakoni Sunan Kalijaga dengan islan putihan yang cara penyebarannya salah satunya adalah Sunan Gunung Jati.Â
Dari situlah generasi islam masa kini menganggap bahwa islam berbeda jauh dengan filosofi-filosofi yang dihadirkan dalam budaya jawa. Namun, lewat novel karya ning Khilma Anis kita dapat memadupadankan kedua menjadi kolaborasi yang apik. Karena sejatinya islam juga bukanlah agama yang menentang budaya. Karena latar belakang ning Khilma sendiri memperkuat apa yang ingin beliau sampaikan. Bahwa islam dan budaya jawa bukanlah bagian yang berdiri sendiri.Â
Namun, sebagian pembaca beranggapan bahwa penggambaran Alina Suhita yang memegang teguh ajaran jawa layaknya barang. Karena begitu tawadhu' nya dia.Â
Terlepas dari itu semua secara pribadi saya akan lebih menyarankan pembaca untuk membaca novel Khilma Anis yang lain seperti Wigati dan Jadilah Purnamaku,Ning yang sama-sama menyelaraskan paham jawa dan pesantren dengan porsi yang lebih seimbang.
Penggambaran Tokoh yang Mampu Membuat Pembaca Terbawa.
Novel ini adalah novel yang membuat saya membaca hingga selesai selesai dudukan. Penggambaran tokoh dalam novel ini ada 3 orang. Yaitu Alina Suhita, Gus Birru, dan Ratna Rengganis. Sehingga penggambaran setiap tokoh menjadi utuh. Seakan-akan kamu tidak bisa menemukan tokoh antagonis.Â
Namun, perlu diketahui bahwa novel pertama karangan ning Khilma ini memiliki rating 4.35 dalam web goodreads yang sebagian pembaca mengeluhkan sifat red flag Gus Birru yang masih menghubungi mantannya meski sudah menikah. Kecondongan second lade juga menjadi perbincangan yang hangat.Â
Dan lagi pembaca menjadi gemas karena tidak adanya komunikasi yang baik antara Alina dan Gus Birru.Â
Terlalu Sedikit Scene Romantis
Bagi pembaca penggemar fiksi romantis saya sarankan untuk menurunkan ekspektasi terhadap novel ini. Novel yang memiliki tema klise berupa cinta dunia pesantren ini lebih fokus terhadap dunia jawa dan pesantren. Romance hanya disuguhkan sedikit, bahkan lebih condong ke cerita pilu. Namun, bagi pecinta budaya dan sejarah jawa novel ini sangat recomended.Â
Tidak Cocok dengan Pejuang Feminis.Â
Bagi pejuang feminisme novel ini berlaku sebaliknya. Sifat tawadhu' ala pesantren dan filosofi mikul duwur mendem jero bagi seorang istri seakan memberikan kekangan yang berat. Namun, begitulah adanya dalam islam sendiri kedudukan laki-laki berada diatas perempuan. Dan dalam berubah tangga haruslah menyembunyikan aib pasangan masing-masing. Sebagai novel yang ditulis dengan tokoh perempuan dan penulis perempuan. Novel ini tidak serta merta menjadikan tokoh wanitanya menjadi punya banyak kuasa.
Namun, jujur secara pribadi saya gemas dengan sikap Alina dan ingin pasangan itu memiliki komunikasi yang baik.Â
Istilah Bahasa Jawa yang Membuat Pembaca Kesulitan.
Penempatan bahasa jawa di beberapa kalimat memperjelas latar novel ini. Namun, dengan adanya bahasa asing itu menyulitkan bagi pembaca, apalagi glosarium terletak di belakang dengan urutan alfabetis. Sehingga sebagian pembaca akan malas menghentikan bacaan dan mencari artinya dan akan terus membaca tanpa memperdulikan makna dari kata-kata tersebut.Â
Bahkan bagi saya yang orang jawa, tapi nggak njawani itu benar-benar membuat badmood.Â
Ending yang Terlalu Dipaksakan.
Perubahan sikap Gus Birru begitu tiba-tiba. Bahkan terkesan tidak alami. Seperti dia menerima Alina karena Ratna Rengganis pergi. Bahkan resolusi yang ada terkesan terburu-buru. Sehingga, ada ketimpangan dari penderitaan yang panjang itu dengan penyelesaian yang ada.Â
Tiada sesuatu di dunia yang sempurna. Begitu pula dengan novel Hati Suhita. Namun, dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya. Membaca, membeli, atau bahkan mengoleksi novel ini sangatlah worth-it. Budaya jawa yang sudah jarang kita dengar di sekeliling kita bisa menjadi khazanah ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu agama yang mengiringinya menjadi penyeimbang dan kompas.Â
Okey teman, pesan terakhir saya. Bacalah novel di situs legal. Beli juga novel original ya... .Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H