Salah satu wartawan sekaligus redaksi stasiun Nuansa TV Palu bernama Salahuddin tertembak peluru salah sasaran saat meliput berita bentrokan antarwarga di daerah Marawola, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah tepatnya pada hari Selasa, 12 Agustus 2012 pada pukul 12.00 WITA.Â
Kejadian terlukanya wartawan ataupun pers ini tidak hanya sekali ini terjadi, sebelumnya juga pernah terjadi sehingga tidak dipungkiri jika adanya kekerasan pada pers ini menjadi kajian yang cukup menarik untuk dibahas.Â
Pada tahun 2021 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia telah berhasil mencatat terdapat lebih dari 90 kasus terkait kekerasan atau pelanggaran HAM pada jurnalis dari bulan Mei 2020 hingga bulan Mei 2021.Â
Bentuk pelanggaran HAM yang berhasil tercatat berupa intimidasi, perusakan alat kerja, kekerasan pada fisik, ancaman hingga teror serta kasus pemidanaan dan kriminalisasi. Pada catatan tersebut, terdapat 58 kasus yang melibatkan polisi sebagai pelaku kekerasan.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan pada Undang-Undang, segala sesuatu berpedoman pada Undang-Undang tersebut, tidak terkecuali dan diwajibkan. Tetapi, melihat banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada pers atau wartawan tersebut, tentunya menjadi bukti jika di Indonesia Undang-Undang Pers masih sangat sulit ditegakkan.Â
Seperti yang tertulis pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) terdapat beberapa jaminan atas profesi pers, diantaranya yaitu kemerdekaan pers dijamin dalam hak asasi warga negara; dijaminnya tindakan bebas terhadap sensor, pembredelan, atau pelarangan penyiaran pada pers nasional;Â
pers dijamin oleh kemerdekaan pers terkait hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan informasi; serta jaminan atas wartawan yang memiliki hak tolak.Â
Sudah jelas diatur terkait jaminan atas pers, tetapi masih banyak pelanggaran terkait profesi pers.
Bila dikaji lebih ulang, beberapa penyebab atau faktor baik internal maupun eksternal terkait adanya kekerasan atau pelanggaran HAM pada pers, faktor internal antara lain yaitu adanya ketidakprofesionalan wartawan terhadap pekerjaan yang mereka lakukan,Â
sedangkan pada faktor eksternal terjadi akibat dari ketidaktahuan masyarakat maupun aparat yang terlibat dalam kekerasan terkait Undang-Undang yang berlaku,Â
kurangnya sikap demokrasi juga mempengaruhi hal itu, ini terlihat dari tidak adanya upaya baik dari pemerintah terkait pembangunan lingkungan yang ramah terkait kebebasan pers dengan dukungan dan komitmen sebagai penyelenggara kekuasaan.Â
Mengetahui hal tersebut masih terjadi, tentunya harus ada pengkajian lebih lanjut terkait efektifitas Undang-Undang yang berlaku.Â
Seperti yang terlihat, Undang-Undang yang berlaku ialah Undang-Undang terdahulu yang seharusnya sudah diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, perlu adanya dukungan politik sebagai pemegang kekuasaan untuk dapat menjadi kunci kokohnya penegakan hukum di Indonesia.
Meski demikian, pengadilan terhadap pelanggaran yang terjadi merupakan jalan yang terbaik dalam mengatasi hal ini. Apabila penegakan terkait pelanggaran tersebut dapat berjalan dengan adil dan sesuai, tentunya akan menjadi bahan pelajaran bagi orang lain nantinya.Â
Sehingga kasus serupa harapannya tidak terjadi kembali. Perlu adanya peran dari masyarakat untuk meningkatkan kesadaran atas pentingnya penegakan HAM baik bagi pers, jurnalis maupun masyarakat luas.Â
Mengembangkan sikap untuk saling menjaga, menghormati serta melindungi perlu diterapkan untuk dapat membentuk bangsa Indonesia yang adil dan makmur. Sedangkan untuk mengatasi permasalahan dari faktor internal, yang dapat dilakukan ialah melakukan pengarahan terkait kode etik wartawan, karena kode etik merupakan rambu-rambu sekaligus penuntun arah bagi para wartawan terkait apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari.
Jadi dapat disimpulkan jika semua elemen pada permasalahan ini harus ikut bertanggung jawab dan berperan penting, seperti halnya harus ada peranan dari pihak jurnalistik untuk menegakkan HAM dengan mentaati norma dan kode etik profesi yang berlaku.Â
Disisi lain, harus ada tindakan tegas dari pemerintah ataupun aparat terkait pelaku kekerasan atau pelanggaran HAM pada pers atau wartawan.Â
Apabila keduanya dapat dijalankan dengan baik dan seimbang, maka tidak akan terjadi pro atau kontra terkait masalah ini, baik karena kesalahan pers ataupun pelaku kekerasan.Â
Diharapkan pula, aspek yang terlibat dapat menerapkan peraturan hukum yang berlaku, untuk menciptakan suasana Indonesia yang taat dan tertib terhadap hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H