Mengulik Kasus Kekerasan Santri
Kasus kekerasan terhadap santri kini terjadi lagi, salah satunya kekerasan kepada santri pondok pesantren Darus syahadah Boyolali. korban ialah seorang Santri berinisial ss (16 tahun) yang sedang duduk dibangku kelas 1 kulliyatul mualimin. Korban mendapat tindak kekerasan dari seorang kakak temannya yang sedang berkunjung di pondok pesantren tersebut.
Diduga motif pelaku adalah kesal dan geram kepada korban. Sebab, korban tak mau mengakui tuduhan yang ia lontarkan yakni sebagai pencuri hp adeknya. Namun, setelah ditelisik lebih dalam tuduhan pelaku nyatanya tidak benar, dan tidak berlandaskan asas yang jelas. Ironisnya, banyak berita yang mengatakan bahwa pelaku kekerasan ini ialah seorang guru.
Profil guru sebagai sumber ilmu sekaligus teladan bagi para anak didik telah pupus dimasa kini. Guru yang seharusnya dapat mengajarkan dan memberikan arahan apabila ada anak yang melanggar , nyatanya sulit ditemukan. Integritasnya pun kian menurun, dan banyak dipertanyakan. Kini seringkali ditemui para pengajar yang ikut joget dan menari bersama anak didiknya. Kecuali para pendidik yang mengikuti sistem pendidikan Islam yang terjamin integritasnya.
 Kronologis peristiwa
Kejadian ini terjadi pukul 21.00 wib. Mulanya pelaku sedang mengunjungi adeknya di pondok pesantren. Namun, si adek mengadu bahwa ponselnya dipinjam oleh ss, dan belum dikembalikan. Si adek pun menuduh bahwa temannya ss telah mencuri ponselnya.
 Mendengar hal itu pelaku segera memanggil ss dan menginterogasinya. Namun, ss mengaku bahwa ia hanya meminjam hp milik temannya dan telah dikembalikan. Karena ss tak mengaku pelaku pun geram dan mengancam ss, sebelum nya pelaku telah membawa bensin dan korek api. Karena ss tak juga mengaku pelaku terus mengancamnya sembari sedikit demi sedikit mencipratkan air bensin ke tubuh korban. Sampai akhirnya pelaku pun menyalakan korek api ditubuh korban. Akibat kekerasan ini 38% tubuh korban terbakar. ( SOLOPOS.com 23/12/24)
Hukuman pelaku
Dengan terjadinya peristiwa kekerasan ini, ketua yayasan Darus syahadah sangat mengencam pelaku. Pihak pesantren telah meminta maaf kepada keluarga korban, juga mengabarkan bahwa pelaku telah dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Akibat tindakan bodoh nya pelaku diberi hukuman 15 tahun penjara karena terjerat berbagai pasal.
Hakikatnya, hukuman 15 tahun tidaklah setimpal dengan apa yang ia lakukan. Didalam negeri kapitalisme hukuman tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Bahkan, hukuman bisa diubah menjadi hubungan transaksional. Seperti akhir-akhir ini yang terungkap pada kasus mafia peradilan atau mafia hukum. Peraturan hukum bagi pelaku kejahatan yang tidak menimbulkan efek jera ialah salah satu faktor dari suburnya kriminalitas di Indonesia.
Faktor pemicu lainnya, adalah penormalisasian kriminalitas di kalangan masyarakat. Sehingga masyarakat tidak memiliki kepekaan bahwa itu adalah perbuatan melanggar dan melampaui batas. Kepekaan ini didalam Islam disebut dengan furqon ( pembeda antara yang benar dan salah). Dan saat ini hampir seluruh kalangan masyarakat kehilangan rasa furqon ini. Faktor tontonan yang hari ini  beredar dimedia sosial juga turut berpengaruh. Banyaknya konten yang berisi pembunuhan atau aksi kriminalitas lainnya sebagai tindakan penyelesaian suatu konflik tanpa sadar masyarakat ikut mempraktekkannya. Karena tontonan memberikan efek persuasi yag tinggi bagi para penontonnya.
Akhirnya,  masyarakat sulit mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya. mereka selalu was-was terhadap keselamatannya. karena para pelaku kriminalitas berkeliaran dimana-mana dan siap memangsa harta dan nyawa. Dengam demikian, terbukti bahwa negara kapitalis  gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa keamanan.
Kriminalitas menggunung
Kasus kekerasan tentunya tak hanya dialami oleh satu atau dua orang santri. Kekerasan terhadap anak  di Indonesia bagaikan fenomena gunung es. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dihitung sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2024, jumlah korban kekerasan anak mencapai 15.267 anak. Dengan Jawa Barat yang menyumbang kasus tertinggi. Kekerasan ini meliputi tindakan fisik, psikis, seksual, exploitasi, trafficking sampai penelantaran.
 Dampak yang dialami oleh korban tak dapat diremehkan, tak hanya luka secara fisik. Namun, membekas pada kondisi kejiwaan atau psikologi nya yang dapat berpengaruh hingga masa dewasa korban.
Pelaku kekerasan terhadap anak tak hanya dari kalangan orang dewasa, seperti orang tua, guru dll. Sesama anak pun menjadi pelaku atas tindakan kekerasan ini.
Ini menunjukkan bahwa degradasi moral tak hanya menjangkiti kalangan remaja . Namun, hampir seluruh kalangan masyarakat telah terjangkit penyakit degradasi moral.
Nampaknya, degradasi moral bukannya berkurang hingga hari ini. Namun kian menguat pengaruh nya hingga seperti penyakit akut yang menjangkiti masyarakat. Penyebab utama terjadi degradasi moral ialah jauh nya masyarakat dari nilai nilai agama.
Usaha peniadaan nilai agama dari kehidupan dimulai sejak dini yakni saat anak-anak memulai pendidikan paling dasar, dengan cara mengurangi kuantitas pelajaran keagamaan, mengajarkan paham moderasi, paham pluralisme dsb. Sampai menciptakan regulasi yang menjauhkan masyarakat dari syariat Islam.
Solusi kapitalis: tak menyelesaikan persoalanÂ
Pemerintah melalui  Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak(KemenPPPA)  telah memberikan solusi terhadap kasus kekerasan terhadap anak dengan berbagai langkah penanggulangan. Misalnya, meningkatkan edukasi dan kesadaran masyarakat akan dampak kekerasan kepada anak serta hak-hak anak. Meningkatkan layanan perlindungan anak, hingga layanan konseling juga memberikan dukungan hukum.
Namun, nampaknya solusi ini tetap tidak dapat menekan kasus kekerasan terhadap anak. Apalagi, sampai memberantas kasus kekerasan hingga titik akarnya. Disebabkan solusi yang diberikan masih sangat dangkal dan tidak merasuk ke akar persoalan. Tentunya, solusi ini datang tak hanya dari pemimpin negara semata. Namun sistem yang saat ini diterapkan juga mempengaruhi keputusan Solusi yang diambil.
Didalam negara kapitalistik keputusan yang diambil selalu berpihak kepada pemilik modal dan kawan-kawanannya. Asas yang digunakan dalam mengambil keputusan selalu untung dan rugi. Negara hanya sebagai regulator dalam pengurusan rakyat, bukannya terlibat langsung dalam pengurusan persoalan rakyat. Meskipun semestinya seluruh persolan masyarakat merupakan tanggungjawab negara.
Solusi Islam : solusi Tuntas
Islam adalah agama yang istimewa nan komprehensif. Oleh karena itu Islam memiliki segudang aturan yang kompleks dan solutif dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Islam mampu mengangkat derajat manusia dengan merubah kepribadiannya yang semula hina menjadi elok nan mulia. Terbukti dalam sejarah ketika rasulllah berhasil mengubah masyarakat jahiliah (yang mempercayai syirik, takhayul, khurafat; gemar berzina, meminum khamr, riba, dan berbagai tindakan keji lainnya) berubah menjadi masyarakat yang memiliki peradaban unggul dan berakhlak mulia. Ini pun dikisahkan dalam buku siroh pada bagian dialog Ja'far bin Abi Thalib kepada raja habasyah "Ja'far berkata: "Wahai paduka  raja, Kami dahulu adalah kaum jahiliah yang menyembah berhala dan memakan bangkai. Kami melakukan perbuatan keji dan memutus silaturahmi. Yang kuat di antara kami akan memangsa yang lemah. Kami hidup terus-menerus seperti itu sampai Allah swt mengutus seorang Rosul kepada kami yang kami kenal nasab, kejujuran, dan amanahnya. Ia mengajak kami ke jalan Alloh, mengesakan dan menyembah-Nya dan meninggalkan berhala yang pernah kami sembah. Rosul ini memerintahkan kami untuk berkata jujur dan menunaikan amanah. Ia juga menyuruh kami untuk menghubungkan silaturahmi, bertetangga dengan baik, menolak perbuatan haram dan pertumpahan darah. Ia juga melarang kami mengerjakan perbuatan keji, memakan harta anak yatim dan menuduh wanita yang terhormat. Rosul juga memerintahkan kami untuk beribadah kepada Allah swt dan agar kami tidak melakukan kesyirikan. Kami juga diperintahkan untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat dan berpuasa Ramadhan. Kami beriman kepadanya. Kami mengikuti Rosul tadi dengan apa yang diwahyukan kepadanya. Maka kami menjalankan apa yang halal, dan kami menolak apa yang haram."
Lebih lanjut, Islam memiliki regulasi yang berfungsi sebagai penjamin keamanan masyarakat. Di tingkatan  individu, negara Islam  (Khilafah) akan membina kepribadian individu masyarakat sehingga menjadi sosok yang bertakwa. Sebab, sistem pendidikan negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam, juga mengutus para dai ke berbagai penjuru wilayah untuk mengajarkan akidah dan syariat Islam di tengah masyarakat. Ketakwaan menjadi perisai individu melakukan tindakan keji. Pada tataran masyarakat, negara menyejahterakan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan demikian, dorongan berbuat kriminal akan tercegah. Ini adalah solusi dari segi preventive.
Dari segi kuratif, negara Islam memiliki sanksi hukum yang tegas dan adil. Sehingga menimbulkan efek jera(zawajir) dan menghapus dosa(jawabir) bagi para pelaku kriminal.
Sanksi yang diberikan kepada pelaku kriminal tidak selalu penjara sebagaimana dalam negara sekuler, melainkan disesuaikan dengan jenis kejahatannya. Misalnya, qisas bagi pelaku kriminal yakni dibalas sesuai luka yang ia perbuat. sebagaimana firman Allah swt.Â
"Kami telah menetapkan bagi mereka (Bani Israil) di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya (balasan yang sama). Siapa yang melepaskan (hak kisasnya), maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim". ( Q.S AL-MAIDAH ayat 45)
Juga sabda rasulullah saw. Hadits dari  Abdullah Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Masalah pertama yang akan diputuskan antara manusia pada hari kiamat ialah masalah darah." Muttafaq Alaihi.
Sungguh sangat layak apabila persoalan kriminalitas dikembalikan kepada Allah dan rasulnya. Dengan cara mendirikan negara yang berasaskan peraturan dari pencipta manusia. Sehingga tercipta sistem sanksi yang adil dan tegas. Masyarakat pun terjamin keamanannya karena persoalan kriminalitas dapat diselesaikan dengan tuntas. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H