Akhirnya,  masyarakat sulit mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya. mereka selalu was-was terhadap keselamatannya. karena para pelaku kriminalitas berkeliaran dimana-mana dan siap memangsa harta dan nyawa. Dengam demikian, terbukti bahwa negara kapitalis  gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa keamanan.
Kriminalitas menggunung
Kasus kekerasan tentunya tak hanya dialami oleh satu atau dua orang santri. Kekerasan terhadap anak  di Indonesia bagaikan fenomena gunung es. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dihitung sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2024, jumlah korban kekerasan anak mencapai 15.267 anak. Dengan Jawa Barat yang menyumbang kasus tertinggi. Kekerasan ini meliputi tindakan fisik, psikis, seksual, exploitasi, trafficking sampai penelantaran.
 Dampak yang dialami oleh korban tak dapat diremehkan, tak hanya luka secara fisik. Namun, membekas pada kondisi kejiwaan atau psikologi nya yang dapat berpengaruh hingga masa dewasa korban.
Pelaku kekerasan terhadap anak tak hanya dari kalangan orang dewasa, seperti orang tua, guru dll. Sesama anak pun menjadi pelaku atas tindakan kekerasan ini.
Ini menunjukkan bahwa degradasi moral tak hanya menjangkiti kalangan remaja . Namun, hampir seluruh kalangan masyarakat telah terjangkit penyakit degradasi moral.
Nampaknya, degradasi moral bukannya berkurang hingga hari ini. Namun kian menguat pengaruh nya hingga seperti penyakit akut yang menjangkiti masyarakat. Penyebab utama terjadi degradasi moral ialah jauh nya masyarakat dari nilai nilai agama.
Usaha peniadaan nilai agama dari kehidupan dimulai sejak dini yakni saat anak-anak memulai pendidikan paling dasar, dengan cara mengurangi kuantitas pelajaran keagamaan, mengajarkan paham moderasi, paham pluralisme dsb. Sampai menciptakan regulasi yang menjauhkan masyarakat dari syariat Islam.
Solusi kapitalis: tak menyelesaikan persoalanÂ
Pemerintah melalui  Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak(KemenPPPA)  telah memberikan solusi terhadap kasus kekerasan terhadap anak dengan berbagai langkah penanggulangan. Misalnya, meningkatkan edukasi dan kesadaran masyarakat akan dampak kekerasan kepada anak serta hak-hak anak. Meningkatkan layanan perlindungan anak, hingga layanan konseling juga memberikan dukungan hukum.
Namun, nampaknya solusi ini tetap tidak dapat menekan kasus kekerasan terhadap anak. Apalagi, sampai memberantas kasus kekerasan hingga titik akarnya. Disebabkan solusi yang diberikan masih sangat dangkal dan tidak merasuk ke akar persoalan. Tentunya, solusi ini datang tak hanya dari pemimpin negara semata. Namun sistem yang saat ini diterapkan juga mempengaruhi keputusan Solusi yang diambil.