Â
      Penjelasan tersebut menyatakan bahwa "hudud" dapat didefinisikan dalam dua cara. Secara etimologi, "hudud" berarti batas yang tidak boleh dilewati karena pelanggaran yang mengakibatkan hukuman. Namun, beberapa pakar, termasuk Muhammad Al-Jurjaniy dan Abu Bakar Jabir Al-Jazariy, memberikan definisi yang berbeda untuk istilah ini. Muhammad Al-Jurjaniy menyatakan bahwa hudud adalah hukuman yang harus diterapkan dalam batas tertentu karena merupakan hak Allah Subhanahu Wa Taala.[2] Dalam interpretasi ini, elemen hukuman khusus dan diukur sesuai dengan tingkat yang telah ditetapkan oleh Allah. Sementara itu, Abu Bakar Jabir AlJazariy memberikan definisi yang lebih luas dari hudud: larangan Allah yang harus dijaga dan dijauhi oleh manusia.Â
Â
      Menurut pandangan ini, segala sesuatu yang Allah larang dan manusia diperintahkan untuk menghindarinya dianggap sebagai hukuman Allah. Pandangan ini tidak berfokus pada pelanggaran tertentu, tetapi pada larangan Allah secara keseluruhan. Perbedaan ini menunjukkan betapa kompleksnya konsep hudud, dengan komponen etimologis yang mencakup pembatasan atau pemisahan, dan komponen terminologis yang berkaitan dengan hukuman dan larangan Allah dalam konteks lebih luas.
Â
      Sanksi yang ditetapkan dalam syariat Islam untuk pelanggaran tertentu, seperti zina, pencurian, dan konsumsi alkohol, disebut hukum hudud. Hukuman ini bersifat pencegahan dan bertujuan untuk mencegah kejahatan dengan memberikan efek jera kepada mereka yang melanggar. Di Indonesia, qanun Aceh secara resmi mengatur penerapan hukum hudud dan mencakup jenis-jenis pelanggaran serta hukuman yang telah ditentukan.
Â
      Penerapan hukum hudud dalam masyarakat kontemporer ini juga merupakan topik yang kompleks dan sering juga menimbulkan perdebatan, karena hukuman hudud itu sendri adalah hukuman yang hanya diterapkan dalam negara yang hanya menerapkan syariat Islam saja. Hukuman itu tersebut meliputi rajam, cambuk, dan hukuman mati.[3]
Â
Â
Dampak Penerapan Hukum Hudud