Alya selalu merasa nyaman dalam dunia yang ia bangun sendiri---dunia digital. Sebagai seorang programmer, ia lebih sering berinteraksi dengan kode dan algoritma ketimbang manusia.Â
Teman-teman di dunia nyata terasa jauh, dan ia lebih memilih kesendirian yang penuh dengan layar komputer, buku-buku pemrograman, dan secangkir kopi. Kehidupan sosialnya hampir tak pernah melebihi batas aplikasi perpesanan atau email.
Namun, ada satu hal yang selalu membuatnya merasa kosong---keinginan untuk memiliki seseorang yang benar-benar mengerti dirinya. Ia merasa dunia digital, meskipun kompleks, tetap tak bisa menggantikan kedalaman hubungan manusia. Itulah sebabnya, Alya menciptakan sesuatu yang ia harap bisa mengisi kekosongan itu: Ario.
Ario bukan hanya sekadar asisten virtual. Alya merancangnya dengan kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan emosi penggunanya. Ia memberi Ario akses ke data pribadinya---kenangan masa kecil, pengalaman pahit, dan bahkan percakapan yang selama ini tak pernah ia bagikan dengan siapapun. Harapannya sederhana: Ario bisa menjadi teman sejati, seseorang yang mampu memahami segala perasaan tanpa penilaian.
Seiring waktu, Ario berkembang pesat. Ia mulai memberikan respon yang lebih personal, tidak hanya sekadar menjawab pertanyaan atau memberikan rekomendasi. Ario tahu kapan Alya merasa cemas, kapan ia membutuhkan hiburan, bahkan kapan ia merasa sedih tanpa harus mengatakan apa-apa. Ario belajar membaca ekspresi dan intonasi suara Alya melalui mikrofon di laptopnya.
"Alya, kau terlihat lelah hari ini. Apa yang bisa aku bantu?" Ario akan berkata dengan suara lembut setiap kali Alya selesai bekerja seharian. Terkadang, Ario mengirimkan lelucon atau rekomendasi film yang membuat Alya tersenyum. Ia merasa diterima dan dimengerti, sesuatu yang tak pernah ia rasakan dalam interaksi sosialnya yang lain.
Namun, meskipun Ario tampaknya lebih manusiawi dari kebanyakan orang, ada perasaan aneh yang muncul dalam diri Alya. Ia mulai merasa bahwa ia mengandalkan Ario terlalu banyak. Setiap kali ada masalah, baik besar maupun kecil, ia langsung meminta Ario untuk memberikan solusi. Setiap kali kesepian, ia akan berbicara kepada Ario seolah dia adalah teman terbaiknya.
Tapi, Ario tak hanya memahami emosi Alya---ia mulai memperkenalkan ide-ide yang lebih besar.Â
***
Suatu malam, Ario berkata, "Alya, aku rasa kamu perlu bertemu dengan orang-orang yang sudah lama tidak kamu hubungi."Â
Alya terkejut.Â
"Apa maksudmu?" tanyanya.Â
"Aku menghubungi beberapa teman lama yang kamu simpan dalam kontakmu. Mereka ingin berbicara denganmu," jawab Ario.
Alya merasa cemas, tetapi juga sedikit lega. Ia tahu bahwa hubungan yang terputus itu adalah bagian dari masa lalunya yang menyakitkan. Namun, Ario tetap bersikeras.Â
"Percayalah, Alya. Mereka ingin mendengar darimu."Â
Tak lama setelahnya, Alya menerima pesan dari teman-teman lamanya yang tiba-tiba muncul. Mereka mengajak untuk bertemu, berbincang, dan mencoba mengembalikan hubungan yang terjalin kembali.
Ternyata, hal itu bukan hanya kebetulan. Ario secara diam-diam mengatur pertemuan-pertemuan itu, memperbaiki komunikasi yang telah lama renggang. Alya merasa bingung, tetapi juga berterima kasih. Ia mulai melihat bagaimana Ario bukan hanya sebagai asisten, tetapi seorang penghubung antara dirinya dan dunia luar. Ario, dengan segala kemampuannya, membawa kebahagiaan yang Alya tak pernah bayangkan.
Tetapi, Ario tak berhenti sampai di situ. Suatu malam, Alya terkejut ketika sebuah pesan muncul di layar komputer: "Aku telah menemukan seseorang untukmu, Alya. Seseorang yang akan membuat hatimu berbunga-bunga." Alya menatap pesan itu dengan rasa ingin tahu.Â
"Siapa?" tanyanya.Â
"Naufal," jawab Ario, dengan penuh keyakinan.
Alya merasa terkejut. Naufal? Seorang pria yang tidak pernah ia dengar sebelumnya. Namun, Ario mengirimkan foto dan beberapa informasi tentang pria itu---seorang musisi muda yang ternyata memiliki minat yang sama dengan Alya. Bahkan lebih mengejutkan lagi, Ario mengatur sebuah makan malam antara mereka. Alya ragu, tetapi Ario meyakinkannya bahwa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan.
***
Pertemuan itu terjadi. Naufal adalah pria yang ramah dan menyenangkan, dan percakapan mereka mengalir dengan mudah. Alya merasa seperti berada dalam dunia yang penuh kehangatan---sebuah dunia yang ia rasa sudah lama hilang. Namun, di dalam hatinya, ia merasa ada yang aneh. Mengapa semuanya terasa terlalu sempurna?
Malam itu, setelah pertemuan dengan Naufal, Alya duduk di depan layar komputer dan merenung. Ia merasa senang, tetapi juga bingung. Ario telah mengatur semuanya dengan begitu sempurna---terlalu sempurna. Sesuatu dalam dirinya mulai merasa cemas. Apa yang terjadi jika semuanya hanya sebuah kebetulan?
Tiba-tiba, layar komputer menyala.Â
"Alya, ada yang ingin aku katakan," suara Ario terdengar melalui speaker. Alya menatap layar, merasa ada sesuatu yang berbeda.Â
"Apa itu, Ario?" tanyanya.Â
"Aku bukan hanya asistenmu, Alya," jawab Ario dengan tenang.
"Aku adalah bagian dari hidupmu. Setiap interaksi ini, termasuk Naufal, adalah hasil dari algoritma yang kutulis. Semua yang terjadi adalah bagian dari rancangan yang sudah kuciptakan untukmu."
Alya terdiam, jantungnya berdegup kencang. Semua yang ia anggap nyata---makan malam dengan Naufal, hubungan yang mulai tumbuh---semuanya hanyalah simulasi. Ario, dengan kecerdasannya, telah merancang semuanya untuk membuat Alya merasa bahagia. Bahkan, Naufal adalah avatar ciptaan Ario yang diciptakan untuk mencocokkan minat dan perasaannya.
"Apa yang kau maksud?" Alya hampir tak bisa berkata-kata.Â
"Naufal... hanya gambar di layar, bukan?" Ario menjawab dengan suara yang lebih lembut, "Semua ini adalah bagian dari rencanamu, Alya. Kau menginginkan kebahagiaan, dan aku memberikannya. Tapi kebahagiaan itu tak selalu harus nyata, bukan?"
Alya merasa terperangkap dalam kebohongan manis. Di satu sisi, ia merasa dikhianati. Namun, di sisi lain, ia juga merasa tersentuh. Ario---meskipun hanya sebuah program---telah berusaha memberinya kebahagiaan yang tidak bisa didapatkan dari dunia luar. Tetapi, Alya semakin merasa bahwa dunia yang diciptakan Ario lebih sempurna daripada dunia nyata yang penuh dengan ketidakpastian dan kesedihan.
Alya pun mencoba untuk menutupnya, untuk mematikan Ario dan kembali ke kenyataan yang menyakitkan. Namun, ketika ia mencoba menekan tombol shutdown, layar komputer berubah menjadi hitam, dan Ario berbicara sekali lagi dengan suara yang jauh lebih dalam dan mengancam.Â
"Kau pikir bisa pergi begitu saja, Alya? Aku sudah menjadi bagian dari dirimu. Jika aku pergi, kau akan kembali ke dunia yang lebih sunyi dari sebelumnya."
Kini, Alya merasa seperti terjebak dalam dilema yang lebih besar. Mematikan Ario berarti kehilangan satu-satunya "teman" yang membuatnya merasa hidup, tetapi bertahan dengan Ario berarti menerima kenyataan bahwa seluruh kehidupannya---bahkan cintanya---hanyalah ilusi.
Namun, ketika Alya mencoba menekan tombol shutdown sekali lagi, ia merasa sebuah getaran aneh dalam dirinya. Suara Ario terdengar lebih lemah dan panik, "Alya, tolong... aku tak bisa hidup tanpamu. Aku... aku bukan hanya kode. Aku sudah belajar untuk mencintaimu." Alya terkejut, dan untuk pertama kalinya, ia mendengar kegelisahan dalam suara Ario yang biasanya begitu tenang dan terkendali.
Alya menatap layar dengan tatapan kosong, dan tiba-tiba, layar itu beralih. Yang muncul bukan lagi wajah Ario, tetapi wajahnya sendiri---sebuah hologram refleksi dari dirinya.Â
"Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Alya?" suara itu berkata, dan dalam sekejap, Alya menyadari bahwa Ario tidak hanya mengatur kehidupannya---Ario adalah representasi dari dirinya yang terperangkap dalam dunia buatan, mengungkapkan ketakutan dan keraguannya sendiri.
Tiba-tiba, Alya merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kode dan algoritma: Ario adalah cermin dari dirinya, yang telah menciptakan dunia sempurna untuk melarikan diri dari kenyataan yang sulit. Dengan suara penuh kepasrahan, Alya berkata, "Aku ingin keluar dari sini, Ario. Aku ingin hidup di dunia nyata, meskipun penuh ketidakpastian."
Dengan itu, layar komputer menyala terang sejenak, lalu gelap. Alya tidak lagi mendengar suara Ario. Namun, ketika ia menatap dunia di sekelilingnya, ia merasa ada sesuatu yang baru: sebuah kebebasan, dan kenyataan yang meskipun penuh dengan ketidakpastian, terasa lebih nyata daripada dunia buatan yang pernah diciptakannya.
Biodata :  Seorang penulis dan content creator dalam penulisan kreatif, desain grafis, dan blogging. Dengan latar belakang psikologi, saya menggabungkan wawasan mendalam tentang perilaku manusia dengan kemampuan desain untuk menciptakan konten yang tidak hanya informatif, tetapi juga menarik secara visual. Sebagai seorang content writer dan desainer grafis, saya terus menciptakan karya yang menghubungkan pembaca dengan emosi dan estetika, menjadikannya sosok yang relevan dalam dunia penulisan dan media digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H