***
Pertemuan itu terjadi. Naufal adalah pria yang ramah dan menyenangkan, dan percakapan mereka mengalir dengan mudah. Alya merasa seperti berada dalam dunia yang penuh kehangatan---sebuah dunia yang ia rasa sudah lama hilang. Namun, di dalam hatinya, ia merasa ada yang aneh. Mengapa semuanya terasa terlalu sempurna?
Malam itu, setelah pertemuan dengan Naufal, Alya duduk di depan layar komputer dan merenung. Ia merasa senang, tetapi juga bingung. Ario telah mengatur semuanya dengan begitu sempurna---terlalu sempurna. Sesuatu dalam dirinya mulai merasa cemas. Apa yang terjadi jika semuanya hanya sebuah kebetulan?
Tiba-tiba, layar komputer menyala.Â
"Alya, ada yang ingin aku katakan," suara Ario terdengar melalui speaker. Alya menatap layar, merasa ada sesuatu yang berbeda.Â
"Apa itu, Ario?" tanyanya.Â
"Aku bukan hanya asistenmu, Alya," jawab Ario dengan tenang.
"Aku adalah bagian dari hidupmu. Setiap interaksi ini, termasuk Naufal, adalah hasil dari algoritma yang kutulis. Semua yang terjadi adalah bagian dari rancangan yang sudah kuciptakan untukmu."
Alya terdiam, jantungnya berdegup kencang. Semua yang ia anggap nyata---makan malam dengan Naufal, hubungan yang mulai tumbuh---semuanya hanyalah simulasi. Ario, dengan kecerdasannya, telah merancang semuanya untuk membuat Alya merasa bahagia. Bahkan, Naufal adalah avatar ciptaan Ario yang diciptakan untuk mencocokkan minat dan perasaannya.
"Apa yang kau maksud?" Alya hampir tak bisa berkata-kata.Â
"Naufal... hanya gambar di layar, bukan?" Ario menjawab dengan suara yang lebih lembut, "Semua ini adalah bagian dari rencanamu, Alya. Kau menginginkan kebahagiaan, dan aku memberikannya. Tapi kebahagiaan itu tak selalu harus nyata, bukan?"