Mohon tunggu...
Fatimah
Fatimah Mohon Tunggu... Freelancer - Beginner

Girl. 23 yo. Acehnese

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Baran" (2001), Kisah Cinta antara Pemuda Iran dan Pengungsi Afghanistan

22 Februari 2019   22:14 Diperbarui: 22 Februari 2019   23:06 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Takkalah dari Hollywood atau pun Bollywood, industri perfilman Iran merupakan salah satu yang terbaik. Saya termasuk penggemar sinema asal negeri Persia ini. Saya mengagumi bagaimana para sineasnya mengangkat isu sederhana menjadi menarik ke dalam layar kaca, kreativitas dan kepiawaian mereka dalam mengemas film dengan apik, serta performa pemainnya yang begitu alami saat berakting.

Nah, film yang akan saya review berikut ini adalah sebuah film drama berjudul "Baran", hasil garapan salah satu sutradara kenamaan Iran, yakni Majid Majidi. Mungkin nama ini terdengar cukup asing. 

Tapi, apakah kalian pernah menonton "Children of Heaven? Ya, film fenomenal tentang kakak  beradik yang harus berbagi sepasang sepatu ini merupakan karya dari Majid Majidi. Children of Heaven telah menyabet banyak penghargaan, baik nasional maupun International. Jika kalian menyukai film ini, sudah sebaiknya kalian tidak melewatkan Baran.

Meskipun Baran adalah sebuah film ber-genre drama, singkirkan bayangan tentang kisah cinta yang menggebu-gebu, apalagi adegan seronok di dalamnya. Iran termasuk negera yang menerapkan sensor tinggi dalam dunia perfilman. 

Baran bisa dikatakan sebagai kisah drama masyarakat timur yang dibingkai dengan konsep perfilman "timur" ala Iran. Hasilnya, sama sekali tidak mengecewakan. Sineas Iran selalu berhasil meramu film dengan sangat apik meski harus bergulat dengan sejumlah aturan yang ketat. 

Tokoh sentral dalam film ini adalah Lateef (Hossein Abedini), seorang pemuda tanggung yang bekerja di sebuah lokasi rekonstruksi bangunan. Ia bertugas sebagai pembuat teh dan menyediakan makanan untuk para pekerja lainnya. Karakternya yang agak kekanak-kanakan dan cengengesan tak jarang memancing keributan dengan pekerja lainnya. 

Beruntung si bos, Memar (Reza Naji), cukup sabar menghadapinya. Selain penduduk asli, Memar juga mempekerjakan beberapa pengungsi Afghanistan. Namun, mereka tergolong pekerja illegal karena tidak memiliki kartu identitas. Oleh karenanya, mereka harus bersembunyi jika petugas inspeksi datang.

Suatu hari, Najaf, seorang pekerja Afghanistan mengalami kecelakaan kerja yang membuatnya harus cuti sementara waktu. Soltan, salah satu pekerja lainnya akhirnya membawa Rahmat (Zahra Bahrami), anak Najaf untuk menggantikan pekerjaan ayahnya. Anak lelaki itu tampak lugu dan sangat pendiam. 

Baru beberapa hari bekerja, Memar segera meyadari bahwa Rahmat tidak cocok dengan pekerjaan bangunan yang berat. Memar pun berinisiatif menukar pekerjaan Lateef dengan Rahmat. Lateef murka, ia takbisa menerima tugasnya direbut orang lain. Apalagi, Rahmat terbukti melakukan pekerjaan itu lebih baik daripada dirinya; ia bisa memasak masakan yang lebih enak dibanding Lateef. 

Kesal berbalut cemburu, sejak saat itu Lateef mulai memusuhi Rahmat. Ada-ada saja ulahnya,  dari melempar semen ketika Rahmat lewat sampai memporak-porandakan seluruh isi dapur. Rahmat hanya bisa berdiam diri dan sedih dibuatnya. Dari sini, kita cukup dibuat jengkel oleh tindak tanduk Lateef yang kekanak-kanakan.

Sampai pada suatu hari, Lateef secara taksengaja memergoki Rahmat yang sedang berada di dapur. Ia melihat bayangan Rahmat sedang menyisir rambutnya yang PANJANG! Saat itulah Lateef menyadari bahwa Rahmat sebenarnya adalah seorang perempuan. Lateef bergegas kabur sebelum ketahuan oleh Rahmat yang hendak keluar. Masih dalam keterkejutannya, Lateef merasakan ada perasaan aneh yang menghinggapi hatinya. Lateef jatuh cinta. Hiya hiyaaa.

Sejak saat itu, sikap dan perlakuan Lateef pun berubah 360 derajat. Ia tidak lagi mengusik Rahmat, malah mulai bersikap santun dan memperhatikan gadis itu secara diam-diam. Di sini kita mulai dibuat terpingkal-pingkal dengan tingkah Lateef yang mencoba mencari perhatian Rahmat. Ia bahkan sempat mengenakan setelan rapi saat bekerja, membuat Memar geleng-geleng kepala dengan keanehannya.

Petugas inspeksi kembali datang, membuat pekerja-pekerja Afghanistan langsung kabur masuk ke tempat persembunyian. Naas bagi Rahmat, ia kedapatan oleh petugas saat baru pulang berbelanja. Sontak, ia pun kabur dengan dikejar para petugas tersebut. Melihat peristiwa itu, Lateef segera berusaha melindungi Rahmat. 

Ia mengejar mereka yang berusaha menangkap Rahmat, sampai-sampai baku hantam pun tak terelakkan. Rahmat berhasil lolos dan kabur, sedangkan Lateef terpaksa diamankan. Giliran Memar yang pusing kepala. Ia harus menebus pembebasan Lateef, membayar denda dan terpaksa memecat seluruh pekerja immigran Afghanistan.

Selanjutnya, Lateef harus melalui hari-hari di tempat kerja tanpa kehadiran Rahmat lagi. Merasa hampa, ia akhirnya berinisiatif menelusuri keberadaan Rahmat. Setelah bersusah payah ke sana kemari, ia pun bertemu Soltan. Dari pria itu, ia mendapatkan informasi tempat Rahmat bekerja. Ia pun bergegas ke sana. 

Bersembunyi di balik tembok, Lateef mendapati Rahmat- kini dengan balutan busana perempuan,  harus mengangkut batu-batu besar di sungai bersama para wanita lainnya. Hati Lateef pilu seketika. Ia ingin berbuat sesuatu untuk meringankan beban gadis pujaan hatinya. Alhasil, seluruh tabungannya pun ia kuras untuk diberikan pada keluarga Najaf melalui perantara Soltan. 

Namun alangkah terkejutnya Lateef ketika mengetahui Najaf tak mau menerima uang itu dan malah memberikannya pada Soltan yang lebih membutuhkan. Ia pun tak menyerah, mencoba mengorbankan apapun yang dia punya demi mereka. Hingga suatu hari, Lateef taksengaja menguping pembicaraan keluarga Najaf. 

Mereka hendak pulang ke Afghanistan! Dari situ pula ia mendengar nama asli Rahmat disebutkan. Baran, begitu nama gadis itu ternyata. Lateef kembali dilanda perasaan kalut. Apakah ia harus menyerah dengan perasaan cintanya? Atau tetap memperjuangkannya? Saya tidak akan membocorkan lebih jauh. Kalian bisa mencari tahu sendiri dengan menonton filmnya.

Film Baran sendiri berhasil mengangkat kisah yang cukup menarik, berangkat dari fenomena sosial dan budaya di Iran pada masanya. Konflik berkepanjangan di Afghanistan nyatanya memang banyak memancing pengungsi untuk lari ke negeri-negeri tetangga. 

Iran salah satunya. Film ini menggambarkan nasib para pengungsi yang morat-marit tanpa kejelasan status lewat tokoh Baran dan para pekerja immigran lainnya. Tokoh Baran juga menggambarkan tipikal gadis dari kalangan keluarga konservatif; tertutup dan bersahaja.

Sebuah kisah yang sederhana namun menarik. Hubungan Lateef dan Baran lebih banyak tersirat daripada tersurat. Sepanjang film ini, Baran bahkan tidak sekalipun mengeluarkan sepatah kata. 

Adegan yang cukup mengesankan adalah (sedikit spoiler), saat Baran dan Lateef saling berhadapan. Untuk pertamakalinya, Baran menatap Lateef penuh arti sambil tersenyum. Dari adegan ini, kita bisa menangkap arti bahwa Baran mungkin terkesan dengan sikap Lateef, atau bisa jadi ia juga memiliki perasaan yang sama. Selebihnya, kita akan dibiarkan menduga-duga sendiri.

Baran tentunya bukan sebuah kisah pencintaan dramatis yang dipenuhi bumbu-bumbu asmara yang terkadang tidak realistis. Beberapa hal pada akhirnya tidak harus selalu dijelaskan secara gamblang atau menghadirkan finalisasi yang jelas. Bukankah hidup selalu penuh tanda tanya bukan tanda titik? Menurut saya, Baran adalah salah satu film drama yang cukup realistis dan tidak berlebihan, namun tetap memiliki keindahannya.


Skala dari satu sampai lima, saya memberikan poin angka 4.5 untuk Baran. Saya cukup merekomendasikan film ini dalam watch-list kalian.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun