Mohon tunggu...
Fatimah
Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tidak perlu tau:)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Legalnya Perkawinan Dengan Pencatatan Perkawinan

23 Februari 2023   05:41 Diperbarui: 23 Februari 2023   05:46 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Salah satu ketentuan yang menarik dari isi UU No. 1 Tahun 1974 adalah Pasal 2(2): “Setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Undang-undang ini diputuskan menjadi salah satu peraturan di Indonesia pada tanggal 2 Januari 1974 dan sejak Putusan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yang disahkan pada tanggal 1 April 1975 menjadi undang-undang yang menindak lanjuti urusan pencatatan perkawinan ini. 

Namun ketentuan Pasal 2 ( 2) sampai saat ini kontroversial karena masih saja banyak orang yang menikah tetapi masih bersantai dalam hal mencatatkan perkawinannya di Pegawai Pacatan Nikah (PP) di Kantor Urusan Agama (KUA). Oleh karena itu, masih perlu pemberian paham mengenai Pencatatan Perkawinan ini kepada masyarakat agar tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam tetap terjaga. Selain itu dengan melaksanakan aturan perundang-undangan mengenai Pencatatan Perkawinan ini juga salah satu upaya untuk menjaga maslahah mursalah yang ada dalam agama islam. 

Keyword: Hukum, Pencatatan, Perkawinan

Abstrac

 One of the interesting provisions from the contents of Law no. 1 of 1974 is Article 2(2): "Every marriage is recorded according to the applicable laws and regulations." This law was decided to become one of the regulations in Indonesia on January 2, 1974 and since Government Decree No. 9 of 1975, which was passed on April 1, 1975, became a law that followed up on matters of registering marriages. 

However, the provisions of Article 2 (2) are controversial because there are still many people who are married but are still relaxed in terms of registering their marriage at the Pacatan Marriage Officer (PP) at the Office of Religious Affairs (KUA). Therefore, it is still necessary to provide understanding regarding the Registration of Marriages to the public so that the order of social and state life is maintained. Apart from that, by implementing the laws and regulations regarding the registration of marriages, this is also one of the efforts to safeguard the maslahah mursalah that exist in the Islamic religion.

Keyword: Law, Registration, Marriage

PEMBAHASAN

Sejarah Pencatatan Perkawinan di Indonesia

Dalam sejarah hukum Indonesia mengenai pencatatan ini terdapat dua periode yaitu periode sebelum adanya Undang-Undang No 1 tahun 1974 dan periode setelah adanya Undang-Undang No 1 tahun 1974. 

Periode sebelum berlakunya Undang-Undang No 1 tahun 1974 yang mana perkawinan di Indonesia itu awalnya masyarakatnya melakukan perkawinan dengan menggunakan hukum adat dengan dibuktikan dengan pelaksanaan perkawinan dengan menggunakan upacara adat, terlaksanannya rukun perkawinan dengan adanya wali dan saksi, dan terpenuhinya syarat perkawinan berupa mas kawin, pembalasan jasa, dan pertukaran gadis. Dan hukum perkawinan islam terlaksana dengan adanya bukti yaitu ada wali nikah dan dua orang saksi.

Periode setelah belakunya Undang-Undang No 1 tahun 1974 terjadi pada 2 januari 1974, pada periode ini lahirlah hukum yang mengatur tentang perkawinan dimulai dari rukun dan syarat untuk melaksanakan perkawinan, pemberlakuan perkawinan sampai dengan perceraian dan harta gono gini, yang juga mengatur tentang pencatatan perkawinan dalam Pasal 2(2), yang berbunyi “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Perkawinan yang tidak dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan perkawinan yang tidak sah dan karenanya tidak mempunyai legitimasi di mata hukum, sehingga hak suami dan anak yang dilahirkan tidak mendapat jaminan perlindungan hukum. Pencatatan perkawinan diperlukan di sini, agar setiap orang yang melangsungkan perkawinan tidak hanya memiliki legitimasi syar'i, tetapi juga legalitas formal yang dilindungi oleh hukum negara kita. 

Dalam masyarakat kita masih merupakan fakta pribadi bahwa masih banyak perkawinan siri yang tidak menghasilkan pembuktian perkawinan yang sah. Mereka biasanya memiliki anak yang sebagai warga negara membutuhkan pelayanan publik maupun pelayanan sosial. 

Mereka tidak memiliki identitas nasional seperti KTP, akte kelahiran, kartu keluarga, dll. Mereka juga kehilangan hak untuk memperoleh hak waris, memperoleh paspor untuk perjalanan seperti haji, dan hak atas tunjangan keluarga. Mereka adalah anak bangsa yang hak-haknya terabaikan dan tidak dilindungi oleh hukum. Pencatatan perkawinan penting bagi masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum dalam perkawinan dan kelahiran anak. 

Makna Filosofis, Sosiologis, Religiuos, dan Yuridis Pada pencatatan Perkawinan 

Landasan sosiologis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan peraturan yang memenuhi kebutuhan masyarakat dari sudut pandang yang berbeda, serta fakta empiris tentang perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Alasan sosiologis pembentukan peraturan perundang-undangan harus menggambarkan bahwa peraturan dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dari berbagai sudut pandang.

 Landasan yuridis adalah fakta atau alasan yang menggambarkan bahwa ketentuan dibuat untuk menyelesaikan masalah hukum atau mengisi kekosongan hukum, dengan memperhatikan ketentuan yang ada yang diubah atau dicabut untuk menjamin kepastian dan keadilan hukum. atas nama masyarakat.

Unsur yuridis mengacu pada masalah hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur, yang mengharuskan pembentukan peraturan perundang-undangan baru. Unsur yuridis juga menggambarkan bahwa peraturan dibuat untuk menjawab persoalan hukum atau untuk mengisi kekosongan hukum dengan membiarkan peraturan yang ada diubah atau dicabut untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari undang-undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Landasan filosofis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

Unsur filosofis diartikan sebagai pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Landasan religious adalah sebagai upaya mengintegrasikan nilia-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling. Perkawinan dalam Islam tidak menghilangkan status asli masing-masing pria dan wanita hanya sebagai hamba Allah (abdullah) dan asli amanat di muka bumi (khalifah fil ardl). Padahal, itu harus memperkuat keduanya.

Oleh karena itu, perkawinan harus dipandang dan dikelola dengan cara yang sesuai dengan kedudukan dan fungsi yang melekat tersebut. Kedudukan yang melekat sebagai hamba Allah hanya berarti bahwa dalam perkawinan tidak seorang pun dapat mengabdi atau diperbudak oleh pihak lain. Tidak seorang pun berhak menuntut kepatuhan mutlak dari orang lain. Suami dan istri hanya dapat menegakkan ketaatan mutlak kepada Allah, karena ketaatan kepada ciptaan-Nya terbatas hanya pada hal-hal yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah (Laa thaa'ata limakhluqin fi ma'shiatil Khaliq). Beberapa contoh landasan religious yaitu Q.S. at-Taubah/9:71, Q.S. ar-Rum/30:21, Q.S.al-Baqarah/2:223 dan Q.S. an-Nisa/4:34. 

Pentingnya Pencatatan Perkawinan

Pada dasarnya tujuan utama pencatatan perkawinan adalah untuk menciptakan ketertiban dalam penyelenggaraan kehidupan perkawinan dalam masyarakat serta untuk melindungi dan juga menjamin hak-hak suami, istri dan anak yang dilahirkan. Pernikahan Dalam kehidupan bermasyarakat jelas juga terdapat masalah dalam perkawinan, oleh karena itu campur tangan otoritas negara dalam akuntansi sangat diperlukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti: B. Masalah hak dan kewajiban antara suami, istri dan anak.

Pencatatan perkawinan juga berperan untuk mencegah terjadinya tindakan poligami yang dilakukan melalui perkawinan rahasia atau perkawinan tidak tercatat, yang dapat menimbulkan banyak dampak negatif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan poligami. karena setiap pasangan yang menikah di KUA atau KCS biasanya melalui deklarasi status calon pasangannya dan jika setelah deklarasi ternyata ada pihak yang berseberangan, maka perkawinan tersebut dapat dibubarkan.

Pengertian pencatatan perkawinan tidak dijelaskan secara jelas dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Akan tetapi pencatatan perkawinan diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1975. Selain itu dapat disimpulkan bahwa pencatatan perkawinan adalah suatu rangkaian kegiatan hukum yang dilakukan oleh pegawai Kantor Catatan Perkawinan (PPN) untuk mencatatkan peristiwa perkawinan di menulis. , yang kemudian dapat didaftarkan. berfungsi sebagai bukti pernikahan yang diakui negara antara seorang pria dan seorang wanita.

Hasil diskusi Kelompok 1 Terkait (Pencatatan Perkawinan, Dan Juga dampak Yang Terjadi Bila Pernikahan Tiddak Dicatatatkan. Secara Sosiologis, Religius, Yuridis)

Menurut kelompok 1 pentinganya pentatan perkawinan yaitu sangatlah penting dikarenakan berpengaruh ketika besok terdapat beberapa masalah dalam keuarga (Gugatan, Ahliwaris, Nasab anak, dll). 

Pencatatan perkawinan juga berperan untuk mencegah terjadinya tindakan poligami yang dilakukan melalui perkawinan rahasia atau perkawinan tidak tercatat, yang dapat menimbulkan banyak dampak negatif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan poligami. karena setiap pasangan yang menikah di KUA atau KCS biasanya melalui deklarasi status calon pasangannya dan jika setelah deklarasi ternyata ada pihak yang berseberangan, maka perkawinan tersebut dapat dibubarkan.

Dan menurut kelompok kami pula ketika Pernikahan Tiddak Dicatatatkan. Secara Sosiologis, Religius, Yuridis. Yaitu berdampak kepada keharmonisan rumah tangga yang mengacu dalam sosiologis yaitu secara sosial dan akal fikiran lahir maupun batin seorang keluarga, dan juga berdampak kepada kereligiuos keluar dalam kepekaaan saling menghargai satu sama lain bila terdapat kesenjangan/KDRT dalm rumah tangg, dan satu lagi terkait Yuridis atau Hukum materiil yang ingin diopakai ketika terjadi suatu problematika dalam keluarga.

KESIMPULAN

Perkawinan yang dilaksanakan oleh dua insan adalah sebuah ikatan yang harusnya bisa menumbuhkan cinta pada yang maha kuasa. Karena dalam sebuah perkawinan tidak akan dibahas tentang keuntungan ataupun kerugian dalam sebuah bisnis rumah tangga. Mencatat ikatan suci ini adalah perbuatan yang diwajibkan oleh negara, karena pencatatan perkawinan baik dalam hukum Islam ataupun hukum positif adalah sebuah hal yang harus dilakukan untuk menghindari adanya sengketa yang timbul akibat perkawinan. Kedua peraturan tersebut tentu memiliki landasan masing-masing dalam pembentukannya. 

Disusun oleh:

1. Dhenys Achmad Fauzy (212121118) 

2. Fatimah (212121122) 

3. Artyaswari Annisa Nur Setyawati (212121123)

4.  Revi Fanita ( 212121135)

5. Rizky Ananda Putra (212121177)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun