Strategi Internalisasi Pendidikan Karakter
Menurut Kirschenbaum, terdapat berbagai cara dalam internalisasi pendidikan karakter yang dikelompokkan menjadi empat, yakni inkulkasi, teladan, fasilitasi, dan pengembangan keterampilan untuk internalisasi pendidikan karakter.Â
1. Inkulkasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut, mengemukakan keyakinan atau pendapat disertai dengan alasan, menegakkan keadilan, menghargai perbedaan pandangan, tidak berlebihan dalam mengontrol lingkungan, menciptakan pengalaman belajar yang baik secara sosial dan emosional, menaati peraturan, Â serta hukuman yang sesuai, tidak memutus suatu hubungan dengan orang lain, memberikan tempat bagi perilaku yang berbeda.
2. Pemberian teladan dilakukan oleh para pendidik yang memiliki sikap atau perilaku yang patut untuk diteladani. Di samping itu, peserta didik belajar mengenai budi pekerti luhur dari tokoh-tokoh masa lalu, terutama para nabi.Â
3. Penggunaan fasilitas dalam pendidikan karakter sangat diperlukan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik.Â
4. Kirschenbaum mengidentifikasi sepuluh keterampilan yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan karakter, yang bertujuan agar peserta didik mampu menyesuaikan diri dalam menjalankan kehidupannya nanti yakni, berpikir kritis, kreatif, komunikasi dengan jelas, mendengarkan dengan penuh pemahaman, mengemukakan pendapat dengan berani dan sopan, menolak pengaruh buruk dari teman sebaya, belajar secara kooperatif, mampu mengatasi konflik dengan baik, keterampilan akademik, serta keterampilan sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut sangat diperlukan guna menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas dan bermartabat.
Apa Urgensi Pendidikan Karakter?
Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penyebab penyimpangan karakter bangsa, sehingga pemerintah perlu membangkitkan kembali pendidikan karakter di sekolah, yakni pertama, metode pembelajaran yang tidak sesuai, seperti ceramah. Metode pembelajaran ceramah merupakan metode yang sering dipakai dalam sistem pendidikan di Indonesia.Â
Namun, menurut penelitian, siswa yang belajar dengan menggunakan metode ceramah atau hanya mendengarkan penjelasan dari guru, akan merasa bosan dan jenuh, sehingga informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan.Â
Dengan demikian, apabila nilai-nilai karakter tersebut disalurkan kepada siswa melalui metode ceramah, berkemungkinan kecil dapat diterapkan atau direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa tersebut.Â
Kedua, mayoritas pendidik atau guru dalam kegiatan pembelajaran menitik beratkan pada nilai-nilai kognitif, sehingga nilai-nilai afektif terabaikan. Hal tersebut menjadi faktor penyebab rendahnya karakter atau moral peserta didik di sekolah.Â