Mohon tunggu...
Fatikha Aisya Rahmi
Fatikha Aisya Rahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

law student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memperkuat Pendidikan Karakter di Era Revolusi Industri 5.0

20 Juni 2022   18:00 Diperbarui: 20 Juni 2022   18:16 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Revolusi industri merupakan perubahan cara hidup dan proses kerja manusia. Kemajuan teknologi informasi mampu mengintegrasikan dunia kehidupan ke dalam dunia digital yang mampu memberikan dampak bagi semua bidang. 

Teknologi informasi yang berkembang secara pesat mengalami terobosan dalam disiplin ilmu, seperti teknologi komputer suatu ilmu yang mengadopsi keahlian seseorang dalam suatu aplikasi teknologi, yang mampu menciptakan teknologi informasi yang dapat diproduksi dan dikendalikan secara otomatis. 

Dalam era revolusi industri 5.0 semua proses dapat dilakukan secara sistem otomatis, dimana perkembangan teknologi internet yang semakin berkembang tidak hanya sebagai media penyebar informasi ke seluruh dunia, melainkan juga sebagai pijakan dalam bidang perdagangan dan transportasi. 

Namun, di era sekarang ini pendidikan dianggap gagal dalam mendidik generasi muda penerus bangsa untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia serta bermoral. Ary Ginanjar Agustian menyatakan bahwa, bangsa Indonesia di era globalisasi ini mengalami beberapa krisis, yakni krisis kejujuran, tanggung jawab, tidak berpikir jauh kedepan, disiplin, kebersamaan, keadilan, dan kepedulian.

Masalah tersebut menyebabkan rendahnya moralitas di dalam dunia pendidikan yang diindikasikan dengan kasus penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kriminalitas, perjokian, ijazah palsu, dan berbagai macam tindak kekerasan lainnya. Selain itu, banyak generasi muda penerus bangsa yang gagal dalam mewujudkan sikap atau akhlak yang baik, seperti kesopanan, keramahan, tenggang rasa, rendah hati, tolong menolong atau gotong royong, dan solidaritas sosial.

Bagaimana Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Era Revolusi Industri 5.0? 

Menurut Tarmansyah dkk, dalam pendidikan karakter yang direalisasikan dalam mata pelajaran, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, yakni: 

(a) kebijakan sekolah serta dukungan administrasi terhadap pendidikan karakter seperti, visi dan misi pendidikan karakter, sosialisasi, dokumen pendidikan karakter, dan lain sebagainya. 

(b) kondisi lingkungan sekolah, seperti sarana dan prasarana yang mendukung, lingkungan yang nyaman dan bersih, kantin kejujuran, ruang keagamaan, dan lain sebagainya. 

(c) sikap guru, seperti konsep pendidikan karakter, perencanaan pembelajaran, perangkat pembelajaran, kurikulum, silabus, RPP, bahan untuk pembelajaran, penilaian, pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi dalam mata pelajaran di sekolah. 

(d) peningkatan kompetensi guru, dan 

(e) dukungan dari masyarakat sekitar sekolah. 

Peran Sekolah dalam Pembentukan Karakter 

Terdapat dua lembaga yang berperan penting dalam mengajarkan pendidikan karakter, yakni lembaga formal dan nonformal. Secara formal pendidikan moral dapat dilakukan di sekolah, sedangkan secara nonformal dapat direalisasikan di dalam keluarga dan masyarakat sekitar. 

Peran orang tua sangat diutamakan dalam merealisasikan pendidikan karakter non formal untuk menanamkan nilai-nilai moral yang disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. 

Sehingga, anak akan patuh kepada perintah dari orang tua untuk melakukan hal-hal yang baik. Sedangkan pendidikan karakter melalui masyarakat, pada umumnya diwujudkan aberupa norma sosial seperti, norma kesopanan, norma agama, norma kesusilaan, dan norma hukum. 

Pendidikan karakter di sekolah yang dilakukan oleh pendidik atau guru bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik yang bermoral luhur, berakhlak mulia, sehingga akan berguna bagi bangsa dan negara.

Konsep perwujudan pendidikan karakter di sekolah mengacu pada rancangan pembelajaran pendidikan karakter yang ditetapkan oleh Kemendiknas, yakni pengelompokan konfigurasi karakter, seperti olah hati yang direalisasikan dengan pengelolaan spiritual dan emosional, olah pikir dengan pengelolaan intelektual, olah raga dengan pengelolaan fisik, serta olah rasa dengan pengelolaan kreativitas. 

Konsep selanjutnya dalam pengembangan pendidikan karakter adalah melihat kemampuan peserta didik melalui tiga tahap, yakni pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan. Tiga tahapan pembentukan karakter, yaitu sebagai berikut: 

1. Moral Knowing, yakni memberikan pemahaman dengan baik kepada peserta didik mengenai kebaikan. Hal tersebut harus diberikan agar peserta didik dapat berperilaku baik.

2. Moral Feeling, yakni membangun rasa cinta untuk berperilaku baik kepada peserta didik, yang kemudian akan menjadi sumber energi bagi peserta didik dalam berperilaku baik.

3. Moral Action, yakni pengetahuan moral sebagai suatu tindakan yang nyata. Moral action merupakan hasil dari moral knowing dan moral feeling yang dilakukan secara berulang-ulang agar menjadi perilaku bermoral yang baik.

Strategi Internalisasi Pendidikan Karakter

Menurut Kirschenbaum, terdapat berbagai cara dalam internalisasi pendidikan karakter yang dikelompokkan menjadi empat, yakni inkulkasi, teladan, fasilitasi, dan pengembangan keterampilan untuk internalisasi pendidikan karakter. 

1. Inkulkasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut, mengemukakan keyakinan atau pendapat disertai dengan alasan, menegakkan keadilan, menghargai perbedaan pandangan, tidak berlebihan dalam mengontrol lingkungan, menciptakan pengalaman belajar yang baik secara sosial dan emosional, menaati peraturan,  serta hukuman yang sesuai, tidak memutus suatu hubungan dengan orang lain, memberikan tempat bagi perilaku yang berbeda.

2. Pemberian teladan dilakukan oleh para pendidik yang memiliki sikap atau perilaku yang patut untuk diteladani. Di samping itu, peserta didik belajar mengenai budi pekerti luhur dari tokoh-tokoh masa lalu, terutama para nabi. 

3. Penggunaan fasilitas dalam pendidikan karakter sangat diperlukan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik. 

4. Kirschenbaum mengidentifikasi sepuluh keterampilan yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan karakter, yang bertujuan agar peserta didik mampu menyesuaikan diri dalam menjalankan kehidupannya nanti yakni, berpikir kritis, kreatif, komunikasi dengan jelas, mendengarkan dengan penuh pemahaman, mengemukakan pendapat dengan berani dan sopan, menolak pengaruh buruk dari teman sebaya, belajar secara kooperatif, mampu mengatasi konflik dengan baik, keterampilan akademik, serta keterampilan sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut sangat diperlukan guna menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas dan bermartabat.

Apa Urgensi Pendidikan Karakter?

Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penyebab penyimpangan karakter bangsa, sehingga pemerintah perlu membangkitkan kembali pendidikan karakter di sekolah, yakni pertama, metode pembelajaran yang tidak sesuai, seperti ceramah. Metode pembelajaran ceramah merupakan metode yang sering dipakai dalam sistem pendidikan di Indonesia. 

Namun, menurut penelitian, siswa yang belajar dengan menggunakan metode ceramah atau hanya mendengarkan penjelasan dari guru, akan merasa bosan dan jenuh, sehingga informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan. 

Dengan demikian, apabila nilai-nilai karakter tersebut disalurkan kepada siswa melalui metode ceramah, berkemungkinan kecil dapat diterapkan atau direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa tersebut. 

Kedua, mayoritas pendidik atau guru dalam kegiatan pembelajaran menitik beratkan pada nilai-nilai kognitif, sehingga nilai-nilai afektif terabaikan. Hal tersebut menjadi faktor penyebab rendahnya karakter atau moral peserta didik di sekolah. 

Ketiga, peserta didik lebih banyak menghafal daripada memahami. Pemahaman mengenai nilai-nilai yang baik tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode hafalan, melainkan harus menggunakan metode praktik, dimana peserta didik berperan langsung dalam menjalankan pembelajaran di sekolah. 

Keempat, masuknya pengaruh budaya asing yang mampu menghancurkan moral dan agama peserta didik sebagai generasi muda penerus bangsa Indonesia. 

Budaya asing tidak selalu sesuai dengan budaya asli bangsa Indonesia, apabila diterapkan dan ditiru tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, budaya yang baik dan tidak baik akan bercampur aduk, sehingga akan mendominasi dan menghilangkan budaya asli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun