Kebarat-baratan adalah istilah yang mengacu pada seseorang dengan pola dan gaya hidup serba meniru orang barat. Sekarang, kalau kita bicara PSSI, apakah sah dikatakan bahwa asosiasi sepakbola tertinggi Indonesia kini sedang keklub-kluban Eropa?
Selepas mendepak Shin Tae-yong dari kursi kepelatihan, Erick Thohir tidak langsung mengungkap nama penggantinya. Namun, serapat-rapatnya PSSI menyembunyikannya, media-media di luaran pada akhirnya tetap mengetahuinya. Patrick Kluivert disebut-sebut bakal maju menggantikan peran STY di timnas.
Kita semua berpikir, apa prestasi spesial Kluivert sehingga ia kini menjadi kandidat terkuat di mata Erick Thohir? Itu dia permasalahannya. PSSI kini menetapkan jalur yang rasanya mirip dengan tren yang sedang terjadi klub-klub Eropa sana. Lalu, bagaimana potensi proyek yang katanya adalah rencana pembangunan jangka panjang timnas ini?
Kisah Cinta yang Kandas di Tengah Jalan
Shin Tae-yong, Erick Thohir, Timnas, PSSI dan seluruh masyarakat Indonesia agaknya sedang dimabuk asmara belakangan ini. Bagaimana tidak, seluruh elemen sepakbola Indonesia ini sedang terbang tinggi-tingginya di kancah internasional. Erick sebagai ketua umum, serta Shin sebagai pelatih tentu jadi sosok yang paling banyak dielu-elukan, mengingat mereka adalah sosok yang paling depan terjun ke lapangan untuk masalah pembinaan timnas.
Hubungan antara Erick dan Shin sudah berjalan selayaknya kisah cinta yang tidak terpisahkan. Erick dengan masterplan yang ia usung berupa program naturalisasi, datang untuk membantu Shin membangun timnas. Shin, sementara itu ikut memngemukakan ide-idenya, terutama soal siapa-siapa saja yang perlu didatangkan.
Ketika masyarakat sedang larut dalam hegemoni atas kemenangan melawan Arab Saudi yang membawa kembali harapan tampil di Piala Dunia untuk pertama kalinya, kisah cinta Erick dan Shin pada akhirnya tuntas. Lewat sebuah pengumuman resmi pada Senin, 6 Januari 2025, Erick menyatakan akhir kerjasama PSSI dengan Shin.
Drama yang terjadi dalam beberapa pekan ke belakang tampaknya menjadi bumbu tersendiri di balik pemecatan ini. Hampir semua masyarakat bisa dikatakan kecewa atas keputusan PSSI. Bagaimanapun, Shin adalah pelatih yang sangat berjasa mengubah wajah timnas dari titik paling nadir sekalipun.
Keputusan memecat Shin memang dapat dipahami secara logika, jika mengacu pada pernyataan Erick yang menyebut bahwa satu poin minus dari Shin adalah kurangnya komunikasi. Tapi rasanya, pendekatan yang diambil PSSI terlalu radikal. Timnas masih berjuang di round 3 Kualifikasi Piala Dunia, dan memecat pelatih sudah seperti merombak sebuah bangunan dari pondasi pertama, padahal bagunan itu sudah dibangun sebagian.
Pengganti yang Sepadan?
Pada sesi jumpa pers yang sama, pasca Erick Thohir mengumumkan pernyataan pemecatan Shin Tae-yong, pertanyaan publik langsung mencuat ke hadapan mantan boss Inter Milan itu. Siapa pengganti yang layak untuk menjadi suksesor Shin? Erick lantas menjawab dengan sebuah pernyataan meyakinkan, bahwa PSSI sudah punya gantinya.
Ada beberapa clue yang diberikan Erick ketika menjawab pertanyaan media perihal suksesor Shin Tae-yong ini. Salah satu clue nya persis seperti yang sudah mayoritas orang kira. Pelatih baru ini akan tiba dari Belanda, menyesuaikan kultur skuad timnas yang banyak berisikan pemain blasteran Negeri Kincir Angin.
Tepat sebelum Shin dipecat secara resmi, rumor-rumor di luaran sudah menyeruak, memberi beberapa bocoran terkait siapa orang yang akan duduk di kursi pelatih timnas. Mulai dari Giovanni Van Bronckhorst, hingga yang paling gila sekalian, Erik Ten Hag dan Luis Van Gaal.
Namun, beberapa jam pasca diresmikannya pemecatan Shin, kandidat-kandidat ini mengerucut pada satu nama. Seorang mantan pemain yang punya rekor mentereng ketika masih aktif. Sayangnya, orang yang namanya santer diberitakan bakal menggantikan Shin ini tidak punya rekam jejak banyak di dunia kepelatihan. Rapornya bahkan cenderung pas-pasan selama menangani sebuah tim.
Dialah Patrick Kluivert. Mantan striker Barcelona dan timnas Belanda, sekaligus ayah dari punggawa Bournemouth, Justin Kluivert. Secara rekam jejak, tidak ada yang spesial dari Kluivert. Rekam jejak karirnya hanya menyebut ia pernah menangani timnas Curacao, serta klub Turki Adana Demirspor. Selebihnya, tidak ada rekam jejak spesial. Lantas, patutkah kita mempertanyakan, apakah Kluivert layak menggantikan Shin Tae-yong?
PSSI Keklub-Kluban Eropa
Di Eropa sana, ada sebuah tren yang sedang menjamur di kalangan klub-klub raksasa. Tren ini adalah tren mendatangkan pelatih muda yang satu visi dengan sebuah klub. Tidak peduli bagaimana CV Si Pelatih, klub-klub Benua Biru akan berlomba merekrut pelatih muda potensial yang tentu saja sesuai dengan visi misi klub atau para petinggi di klub tersebut.
Sudah paham apa kiranya maksud PSSI? Tepat! Boleh dibilang, PSSI bersama Erick Thohir tampaknya sedang mencoba pendekatan yang sama untuk timnas. Dengan pengalamannya menjadi presiden salah satu klub raksasa Eropa, Erick tampaknya masih suka mengikuti tren sepakbola Benua Biru. Apalagi saat ini, ia juga memegang saham salah satu klub Inggris, Oxford United.
Sekarang kita bedah pendekatan 'keklub-kluban' yang dilakukan Erick di timnas ini. Mulai dari pemain. Kita sudah sering dijejali informasi bahwa PSSI mengincar nama ini dan itu untuk dinaturalisasi. Coba pikir, pendekatan seperti ini lazimnya dilakukan oleh siapa? Tepat sekali! Cara-cara seperti ini memang sah secara hukum, tetapi incar-mengincar pemain biasanya dilakukan oleh klub, bukan sebuah tim nasional.
Lalu soal pelatih. Kita kesampingkan dulu soal sentimen terhadap Shin Tae-yong ataupun PSSI. Tanpa bermaksud menghilangkan respect pada Patrick Kluivert, apa spesialnya pelatih yang satu ini? Mungkin, secara kasat mata, kita tidak tahu. Tapi dalam kacamata Erick dan internal PSSI, terutama setelah wawancara yang katanya diadakan tepat pada hari Natal, Kluivert mungkin punya gagasan, ide, dan beberapa kesamaan dengan petinggi-petinggi asosiasi, khususnya Erick.
Kita lihat bagaimana Chelsea dibangun bersama Enzo Maresca yang cuma punya pengalaman melatih di Leicester City. Atau Liverpool yang memercayakan tongkat estafet manajer legendaris mereka Jurgen Klopp kepada Arne Slot yang bahkan belum mengenal seluk beluk EPL. Bagaimana kesepakatan-kesepakan ini bisa terjalin? Tentu bukan karena CV atau pengalaman, tetapi kesamaan ide dan visi menjadi yang paling penting di sini.
Berjudi dengan Taruhan Terbesar
Kembali pada poin yang jadi permasalahan mayoritas masyarakat Indonesia dan penggemar timnas, "Salahkah PSSI memecat Shin Tae-yong dan menerapkan ideologi yang dipakai klub-klub Eropa ini?". Pada akhirnya kita tidak pernah tahu sebelum menyaksikan bagaimana kiprah Kluivert itu sendiri. Tapi dalam kacamata penggemar, langkah PSSI ini ibarat sebuah perjudian dengan taruhan paling besar buat asosiasi ini.
Ekspektasi terhadap Shin memang sedang meninggi belakangan ini. Tapi tak dapat dipungkiri bahwa pada akhirnya, masih banyak orang yang percaya bahwa apa yang dibawa Shin adalah sebuah proses yang tidak instan. Ketika PSSI memilih menghentikan proses pembangunan oleh Shin ini, bisa dilihat betapa amarah membuncah di seluruh linimasa. Mereka yang sempat mengkritisi Shin Tae-yong bahkan ikut mengkritisi PSSI dan menyebut pemecatan ini sebagai sebuah keputusan terlalu dini.
Tapi, seperti yang dikatakan Pak Ketum Erick Thohir, "Lebih baik kita mengambil resiko sekarang,". PSSI harusnya sudah paham bahwa harga diri mereka dipertaruhkan di sini. Sedikit saja ada poin minus dari Kluivert yang katanya bakal maju ke kursi kepelatihan, siap-siap PSSI digeruduk masyarakat Indonesia yang kadung percaya proses transformasi timnas di bawah Shin Tae-yong.
Hidup memang pada akhirnya harus move-on. Fans timnas harus memahami bahwa federasi sudah mengambil jalan yang mungkin akan mereka sesali juga di kemudian hari. Tapi beginilah sepakbola. Apa-apa yang terjadi di dalamnya kadang tidak sesuai dengan ekspektasi para fans.
Jika nantinya Kluivert berhasil membawa timnas, PSSI boleh jemawa karena keputusan mereka memecat Shin pada akhirnya berbuah manis. Tapi jika pada akhirnya Kluivert gagal, masyarakat berhak marah dan kecewa. Kluivert di sisi lain juga tidak bisa disalahkan. PSSI lah yang menempatkannya pada posisi sulit, membangun sebuah tim yang dibentuk atas strategi pelatih lain, ditambah target yang sangat sulit dalam tempo yang begitu singkat.
Akhir kata, tulisan ini tidak dibuat untuk memojokkan pihak-pihak tertentu, melainkan sebagai sebuah sarana berpikir bahwa setiap keputusan ada resikonya. Apalagi keputusan yang dibuat oleh sebuah instansi besar sekelas PSSI. Lalu, kembali ke pertanyaan awal, "Sudah tepatkah langkah PSSI meniru pendekatan klub-klub di Eropa sana?". We'll see!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H