Mohon tunggu...
Fatih Romzy
Fatih Romzy Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penyuka Olahraga, Film, Musik dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Mufasa The Lion King (2024), Definisi Kesempurnaan dalam Film Anak-Anak

24 Desember 2024   12:42 Diperbarui: 24 Desember 2024   12:42 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mufasa: The Lion King (2024) hadir sebagai pemberi warna baru bagi mereka yang rindu akan sosok Simba, karakter utama dalam film Lion King yang pertama kali mengudara pada 1994. Mufasa adalah karakter ayah Simba, digambarkan sebagai seekor singa yang bijak. Karakter satu ini pada akhirnya dibuatkan filmnya sendiri, sebagai sarana para penggemar untuk mengenali lebih dalam perjalanannya menjadi raja semua hewan di Pride Lands.

Untuk ukuran film anak-anak, Mufasa: The Lion King menawarkan terlalu banyak hal. Namun, untuk ukuran sebuah film dengan rating 'Semua Umur', film ini sajian sempurna yang mampu mengombinasikan banyak elemen ke dalam filmnya. Lalu, apakah Mufasa: The Lion King (2024) adalah film yang layak tonton? Mari simak!

Sinopsis

Mufasa: The Lion King (2024) bercerita tentang perjalanan Mufasa, ayah dari karakter utama film Lion King yang pertama kali dirilis pada 1994, serta digarap versi live actionnya pada 2019 silam. Film ini menceritakan bagaimana perjalanan Mufasa dari seekor singa yang hilang, kemudian menjadi raja para hewan.

Mufasa melalui perjalanan yang tidak mudah untuk bisa menjadi raja di tanah impian yang selalu didambakan orang tuanya. Ia harus melewati berbagai rintangan berat, mulai dari pengasingan ketika dirinya tiba di salah satu kelompok singa lainnya, sampai perjuangan melawan pasukan singa putih yang hendak balas dendam dan menguasai seluruh savana.

Mufasa kehilangan orang tuanya setelah peristiwa banjir besar yang menghanyutkannya ke sebuah kawasan nan jauh. Di sinilah ia bertemu dengan Taka, seekor anak singa yang merupakan putra mahkota kelompok singa di wilayah tersebut. Sementara Taka menerima Mufasa sebagai saudaranya, Mufasa justru diasingkan oleh ayah Taka, Obasi karena dianggap sebagai hewan asing.

Di sinilah Mufasa mulai menemukan arti sesungguhnya tentang menjadi seorang pemimpin. Konflik dimulai ketika kawanan Obasi kedatangan kawanan singa putih dengan pemimpinnya Kiros yang terobsesi ingin menjadi raja seluruh savana. Alur pun berjalan dengan adegan kejar-kejaran antara Mufasa dan Taka, dengan Kiros dan pasukannya.

Dari sinilah, Mufasa bertemu teman-temannya yang ikonik. Mulai dari Sarabi, salah satu putri dari kawanan singa yang juga telah dihabisi Kiros dan pasukan singa putih, Zazu si burung rangkong pengintai Sarabi, serta Rafiki, seekor mandril bijak yang baru saja terusir dari rombongan babun. Petualangan antara lima hewan beda ras ini berjalan cukup seru, sampai akhirnya Mufasa dan kawan-kawan sampai ke tanah tujuan mereka.

Visual Memukau Mata

Lion King (2019) menjanjikan sebuah film dengan visualisasi menakjubkan yang merealisasikan seperti apa wujud hewan-hewan dan Pride Rock ikonik dari film yang sama, 15 tahun silam. Hasilnya, film ini mampu menyuguhkan elemen yang begitu sempurna. Lion King (2019) adalah penggambaran yang begitu realistis dari film animasi Lion King (2024).

Lima tahun setelah perilisan film dengan tokoh utama seekor singa bernama Simba itu, Disney kembali menjajal peruntungannya. Mengusung tema 'prekuel' Mufasa: The Lion King (2024) hadir dengan visual yang tidak kalah memukau. Menggunakan skema pengambilan dengan cara yang sama, yakni teknik photorealistic, Mufasa adalah sebuah film yang tanpa celah, ketika berbicara soal bagaimana view yang coba ditampilkan Disney.

Pertama, dari aspek para tokohnya. CGI photorealistic mampu membuat karakter beberapa hewan menjadi makin nyata. Singa sebagai karakter utamanya tentu tidak perlu ditanyakan lagi. Kualitas gambar yang diarahkan ke hewan yang satu ini nampak begitu realistis. Mulai dari detail bulu, hingga ekspresi muka, semua digarap sempurna oleh vfx artist Isabella Abrams-Humphries dan dkk.

Kemudian soal shoot setting lokasinya. Hampir tidak ada cacat dalam pengambilan gambar tiap lokasi dalam suatu adegan. Penonton dibuat berdecak kagum berkali-kali lewat teknik pengambilan gambar beberapa setting seperti air terjun, padang savana, sampai pride rock iru sendiri. Penonton seakan diajak masuk langsung merasakan bagaimana sensasinya berada di tempat-tempat yang disuguhkan sepanjang film.

Kredit tentu tersemat pada Barry Jenkins, sutradara di balik pengerjaan film Mufasa: The Lion King (2024) ini. Untuk sesaat, penonton seolah merasakan bahwa Mufasa ini adalah sebuah film action, padahal Jenkins sendiri bilang bahwa film ini adalah sebuah film animasi. Apapun itu, animasi ataupun live action, yang terpenting, Mufasa sama sekali tidak punya celah kalau berbicara soal kualitas visual yang ia tampilkan.

Definisi Sebuah Kesempurnaan

Mufasa memang dirancang dengan target pasar anak-anak. Namun, secara keseluruhan, isi film ini menyajikan banyak hal yang lebih kompleks. Itulah alasan mengapa Mufasa: The Lion King (2024) layak untuk mendapat kredit lebih dari sekadar sebuah film anak-anak yang bagus.

Seperti yang tertera tertera pada poster filmnya "Orphan, Outsider, King" yang berarti "Yatim Piatu, Hewan Asing, Raja", film ini memang menegaskan pesan demikian. Disney ingin memberi pesan pada semua audience bahwa seorang raja tidak selamanya berasal dari kalangan bangsawan. Mufasa adalah representasinya, di mana dia pada akhirnya, ia menjadi raja di sebuah tanah asing, padahal dirinya sendiri adalah pendatang di sana.

Tema From Zero to Hero yang sedang tren belakangan bukan satu-satunya amanat yang coba ditongolkan Barry Jenkins dan Disney di film Mufasa. Ia mengandung segudang amanat yang bahkan terlalu kompleks untuk ukuran film anak-anak. Namun begitu, perpaduan berbagai elemen inilah yang pada akhirnya menyatu, menjadikan Mufasa sebagai sebuah film komplet yang cukup unik.

Persaudaraan, persahabatan, percintaan, pengkhianatan, balas dendam, semua berpadu menjadi satu dalam film berdurasi 1jam 58 menit ini. Semua elemen tersebut bersatu menciptakan sebuah film yang rasanya tidak ada tandingannya. Terlepas dari plot yang terlalu lempeng alias mudah ditebak, paling tidak, bahkan penonton dewasa sekalipun bisa merasakan roller coaster emosi yang cukup menguras pada film ini.

Soal plot, Barry Jenkins dan penulis naskah Jeff Nathanson patut mendapat apresiasi yang begitu besar. Plot yang disajikan simpel, seperti selayaknya konflik antar hewan: perebutan wilayah kekuasan, tarung adu kuat, hingga diskriminasi akibat perbedaan tampilan seperti warna bulu, atau anggota tubuh. Nathanson yang juga menggarap naskah Lion King (2019) berhasil menyuntikkan elemen manusiawi untuk setiap konflik yang tersaji.

Penonton pada akhirnya ikut merasakan empati terhadap beberapa karakter yang ada, karena motivasi mereka dalam setiap adegannya tidak cuma menampilkan motivasi seekor hewan, tetapi juga motivasi yang relate dengan kehidupan manusia.

Soundtrack Kurang Memorable

Mufasa: The Lion King memang merupakan sebuah film yang minim celah. Namun, jika berbicara soal apa poin minus dari film ini, soundtrack adalah jawabannya. Mungkin, anda akan mengingat beberapa lagu pengiring film Lion King (2019), seperti Hakuna Matata, atau Run Away. Tapi mungkin, tidak ada banyak lagu pengiring yang berkesan dalam film Mufasa yang satu ini.

Entah karena suasana adegan, atau memang musiknya yang kurang emosional, tampaknya tidak banyak lagu yang pada akhirnya menciptakan earworming selepas menonton film yang satu ini. Beda dengan film Lion King (2019) yang beberapa musiknya langsung membekas dan terngiang-ngiang pasca menonton filmnya.

Walau nyaris tidak ada musik yang cukup membuat telinga penonton terngiang-ngiang, setidaknya ada beberapa track yang patut mendapat apresiasi. "Bye-Bye" yang dinyanyikan oleh Mads Mikkelsen a.k.a Kiros adalah salah satunya. Suasana ketika track ini muncul tampak mendukung, di mana Kiros saat itu telah menemukan kawanan Obasi dan siap menghabisi semua anggota kawanan tersebut.

Lalu ada track "Brother Betrayed" yang dibawakan oleh Kelvin Harrison Jr sebagai pengisi suara Taka. Lagu ini lagi-lagi muncul dengan setting suasana yang tepat, yakni ketika Taka merasa dikhianati oleh Mufasa menjelang akhir film. Sayangnya, walau track ini muncul di saat yang tepat dan sempat membuat penonton terbawa suasana, track ini tidak bisa membuat penonton terngiang-ngiang seperti beberapa track yang muncul pada Lion King (2019), atau Lion King (1994) sekalipun.

Tonton dengan Sudut Pandang Anak-Anak

Apa yang anda harapkan ketika anda tahu bahwa Mufasa akan menyajikan pertarungan epik antar para singa yang memperebutkan kekuasan? Kalau anda berharap akan ada adegan saling banting atau saling gigit antar para hewan, maka Mufasa tidak cocok untuk anda. Kembali lagi, film ini memang dibuat dengan mangsa pasar anak-anak. Jadi, apa yang ditampilkan dalam film inipun akan dibatasi supaya tetap layak tonton untuk anak-anak.

Ketika Kiros datang ke kawanan Obasi contohnya. Lewat track 'Bye-Bye' yang dinyanyikan sang villain, penonton paham bahwa akan ada pertempuran epik di sana. Tapi yang terjadi, adegan ternyata dikurangi supaya film ini layak tonton oleh anak-anak. Mereka yang menantikan tarung antar singa jantan seperti yang digambarkan dalam film-film dokumenter pun harus kecewa, karena tidak akan ada adegan demikian dalam film.

Sayangnya, pembatasan adegan dan narasi yang memang dirancang untuk anak-anak ini pada akhirnya membuat Mufasa menciptakan beberapa celah. Salah satunya adalah karakter Kiros sebagai sang villain. Memang, ada dua motivasi kuat yang membentuk Kiros. Namun, kehadiran villain ini rasanya terlalu template untuk ukuran sosok villain yang harusnya menyeramkan dan intimidatif.

Lalu, ada beberapa adegan yang menunjukkan kawanan singa sedang berburu. Sayangnya, anda yang menantikan adegan singa memakan hewan buruannya, lagi-lagi harus kecewa. Tidak ada adegan demikian yang membuat sisi realistis kehidupan para binatang di film ini terasa kurang realistis. Tapi sekali lagi, perlu diingatkan bahwa mangsa pasar Mufasa ini memang anak-anak, sehingga tidak boleh menampilkan adegan dan visual ekspilist soal kekerasan ataupun darah.

Kesimpulan

Untuk ukuran sebuah film anak-anak, Mufasa: The Lion King (2024) menyajikan konflik dan berbagai hal yang sangat kompleks. Ia memuat banyak pelajaran yang penting untuk anak-anak sebagai target audiens utamanya. Film ini seperti sebuah sup yang semuanya berisi daging jika berbicara soal amanat yang dikandungnya.

Namun, bagi anda yang tidak termasuk golongan anak-anak, film Mufasa: The Lion King (2024) juga memuat banyak pelajaran penting yang bisa dikonsumsi orang dewasa. Di antaranya soal asmara, persaudaraan, pengkhianatan, persahabatan dan soal balas dendam. Film ini sangat cocok untuk dijadikan tontonan semua anggota keluarga, sesuai dengan rating yang tertera "Semua Umur".

Soal plot, film ini tidak menceritakan alurnya dengan berbelit-belit, melainkan straight to the point. Kombinasi konflik dunia binatang yang diberi sentuhan manusiawi membuat film ini terasa unik. Roller coaster emosi yang disajikan cukup intens, sehingga penonton bisa meresapi emosi setiap karakter yang terlibat di tiap-tiap adegan.

Jadi, apakah Mufasa: The Lion King (2024) adalah film yang layak tonton? Tentu sangat layak tonton. Bahkan, menurut penulis pribadi, film ini adalah salah satu film terbaik dari segi plot, narasi, hingga visual sepanjang 2024. Sebagai informasi, Mufasa: The Lion King (2024) masih ditayangkan di bioskop-bioskop Indonesia sampai artikel ini dirilis. Bagaimana dengan anda sendiri? Tertarik menyaksikan film yang satu ini bersama keluarga?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun