Tantangan dalam mengelola prioritas pengeluaran literasi finansial yang rendah juga mengakibatkan kesalahan dalam menetapkan prioritas pengeluaran. Banyak pengguna Paylater yang menggunakan layanan ini untuk pembelian barang konsumtif atau gaya hidup, seperti pakaian, perangkat elektronik, atau liburan, tanpa menyisihkan dana untuk kebutuhan mendesak seperti pendidikan, kesehatan, atau tabungan darurat.
Ketergantungan pada teknologi tanpa pemahaman mendalam, platform Paylater biasanya hadir dalam bentuk digital, yang memungkinkan pengguna untuk mengakses layanan ini dengan mudah melalui aplikasi di Smartphone. Meski teknologi ini mempermudah transaksi, literasi digital masyarakat tidak selalu sejalan dengan finansial mereka. Banyak pengguna yang menyetujui syarat dan ketentuan penggunaan Paylater tanpa membaca atau memahami isi detailnya. Akibatnya, mereka sering kali tidak menyadari konsekuensi seperti tingkat bunga yang tinggi atau biaya keterlambatan yang dikenakan.
Perilaku pengguna Paylater di Indonesia, sebuah survei yang dilakukan oleh salah satu platform e-commerce besar di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% pengguna Paylater adalah generasi milenial dan gen Z. Sebagian besar dari mereka menggunakan layanan ini untuk membeli barang-barang yang bersifat konsumtif, seperti pakaian dan gadget. Namun, hanya 35% responden yang mengaku memahami bagaimana bunga dan biaya layanan Paylater dihitung. Sisa nya mengaku bahwa mereka hanya memperhatikan jumlah cicilan bulanan tanpa memeriksa total biaya yang harus dibayar. Data ini mencerminkan bahwa literasi finansial yang rendah adalah masalah nyata yang perlu diatasi, terutama dikalangan generasi muda.
Tantangan dalam literasi finansial meski pemerintah dan lembaga keungan telah mengupayakan berbagasi program literasi finansial, tantangan tetap ada, terutama dalam menjangkau kelompok masyarakat yang belum tersentuh edukasi. Banyak program literasi finansial yang cenderung bersifat formal dan tidak menarik bagi generasi muda. Padahal, edukasi yang lebih relavan dan inetarktif seperti melalui media sosial atau aplikasi, mungkin kebih efektif meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap layanan keuangan digital seperti Paylater.
Solusi untuk meningkatkan literasi finansial, dengan cara bermitra dengan platform digital, penyedia layanan Paylater dapat bekerja sama dengan pemerintah atau lembaga keuangan untuk menyediakan informasi edukatif yang mudah di akses oleh pengguna. Selain itu, pelatihan interaktif menggunakan teknologi seperti aplikasi atau permainan digital untuk mengajarkan pengelolaan keuangan secara menyenangkan dan praktis.
Generasi Z, yang saat ini merupakan kelompok konsumen terbesar di pasar digital, lebih cenderung menggunakan teknologi dalam hampir semua aspek kehidupan mereka, termasuk dalam berbelanja. Mereka lebih sering berbelanja melalui platform online dan memiliki akses mudah terhadap fitur paylater. Bagi generasi ini, paylater bukan hanya sebuah alat pembayaran, tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup mereka.
Namun kecenderungan ini dapat berpotensi menyebabkan pola konsumsi yang tidak sehat, terutama ketika mereka menggunakan fasilitas paylater tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial mereka. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah generasi Z lebih rentan terhadap pengaruh sosial dan sering kali membeli barang untuk memenuhi kebutuhan sosial, bukan kebutuhan pribadi. Dengan adanya paylater, mereka mungkin lebih cenderung untuk membeli barang secara impulsif, dengan alasan untuk tampil mengikuti tren atau sekedar memenuhi keinginan jangka pendek
Generasi Z Â sangat aktif di media sosial, yang sering menjadi sumber pengaruh dalam keputusan pembelian mereka. Tren dan gaya hidup yang ditampilkan oleh influencer seringkali mendorong mereka untuk membeli barang-barang tertentu demi menjaga citra sosial. Layanan paylater memberikan solusi instan bagi mereka untuk mengikuti tren tanpa memikirkan dampak finansial jangka panjang. Sebagai contoh, promosi eksklusif di paltform e-commerce yang terhubung langsung dengan media sosial seringkali membuat generasi Z merasa perlu segera berbelanja.
Layanan paylater memengaruhi persepsi generasi Z terhadap kebutuhan dan keinginan. Sebelumnya, barang-barang seperti gadget terbaru, pakaian bermerek, atau aksesoris mewah dianggap sebagai keinginan. Namun, dengan kemudahan pembayaran yang ditawarkan oleh paylater, banyak barang  ini mulai dianggap sebagai kebutuhan karena ketersedianya yang terasa "mudah dijangkau". Pergeseran ini menimbulkan budaya konsumtif dimana generasi Z merasa selalu harus memiliki barang terbaru untuk memenuhi standar gaya hidup mereka
Berdasarkan survei dari layanan paylater, sebagian besar pengguna mengaku menggunakan layanan ini untuk membeli produk elektronik, pakaian dan makanan. Beberapa responden dari generasi Z menyatakan bahwa mereka menggunakan paylater karena merasa lebih nyaman bertransaksi tanpa mengurangi saldo utama mereka. Generasi Z sering kali melihat gaya hidup sebagai representasi status sosial. Layanan paylater memungkinkan mereka untuk meningkatkan gaya hidup tanpa harus membayar secara langsung. Misalnya, mereka dapat membeli gadget terbaru, pakaian bermerek, atau mengikuti perjalanan liburan hanya dengan cicilan bulanan. Namun, pola ini berisiko menciptakan tekanan sosial yang tinggi karena mereka masih harus terus mengikuti tren untuk tetap relavan dilingkungannya.
Solusi untuk mengelola pola konsumsi generasi Z dapat melalui pengendalian diri, mengajarkan generasi Z untuk membuat perencanaan keuangan yang jelas sebelum menggunakan layanan paylater. Selain itu, pemerintah  juga dapat bekerja sama dengan penyedia layanan untuk memastikan transparasi dalam penetapan biaya, bunga dan denda.