Pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia pada bulan Maret tahun 2020. Sejak saat itu, jalannya perekonomian di Indonesia mulai terganggu, salah satunya usaha pabrik tempe milik Mbak Nur dan keluarganya yang sudah dijalankan selama lebih dari 20 tahun.
Mbak Nur menjelaskan bahwa di awal pandemi, situasi terasa biasa saja. Ia pun menganggap bahwa pandemi merupakan hal yang biasa terjadi. Namun, ketika sudah berjalan beberapa bulan, pelanggan berangsur menurun. Ia merasa mulai khawatir terhadap usahanya saat itu. Ia memperkirakan bahwa pelanggannya turun secara bertahap hingga dapat menyentuh angka 50 persen dari sebelumya.
“Kalau Pandemi, pertama, itu hal yang biasa. Setelah berjalan beberapa bulan sih udah mulai berkurang gitu. Kira-kira, ya, kurang lebih 50 persen,” ujar Mbak Nur.
Usaha pabrik tempe yang berlokasi di Gang H. M. Yasin, yang terdapat di sekitar Jalan Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta Timur tersebut, sudah dijalankan selama lebih dari 20 tahun. Ia menjelaskan bahwa usaha ini sebenarnya adalah usaha turun temurun yang sudah dilakukan oleh kedua orang tuanya. Namun, dirinya baru mengembangkan pabriknya dalam 20 tahun ini.
“Memang sudah usaha turun temurun sih. Sebelumnya dijalani oleh orang tua saya, tetapi baru dikembangkan sama saya sekitar 20 tahun ini,” jelasnya.
Meski begitu, sebagai orang yang memimpin usaha pabrik tempe keluarganya, Mbak Nur merasa pandemi ini merupakan sebuah tantangan besar bagi usahanya karena semasa pandemi ini harga kedelai menjadi naik, sedangkan penjualan tempenya menurun.
“Ya, gitu aja, kita jalanin aja apa yang ada. Apalagi kan semenjak pandemi ini harga kedelai melonjak terus nih karena kita kan impor, mungkin karena dari luar kali ya. Jadi setiap datang, naik-naik terus (harganya),” ungkap Mbak Nur.
Adapun alasan Mbak Nur menjalankan usaha ini karena ingin melanjutkan apa yang telah dimulai orang tuanya, yaitu mengolah kedelai menjadi tempe, lalu menjualnya. Dengan dilandanya pandemi ini, ia menjelaskan bahwa tetap berusaha untuk bersikap seperti biasa dan tidak menyerah dalam keadaan apapun.
Dalam menjual tempe-tempenya ke masyarakat, Mbak Nur memberi tahu bahwa tempe yang ia jual merupakan hasil olahan pabriknya sendiri. Mbak Nur menjelaskan bahwa ia mengimpor kedelainya lalu mengolahnya sendiri hingga menjadi tempe yang layak untuk diperjualbelikan. Hal tersebut yang menurutnya menjadi tantangan tersendiri di masa pandemi ini, mengingat harga kedelai yang terus naik.
“Kita olah sendiri, bikin tempe sendiri,” ucapnya.