Sebagian dari kita, termasuk saya, suka sekali lupa akan prioritas yang diucapkan ketika proses seleksi awal organisasi dulu. Terlena terhadap setiap rangkaian kegiatan di dalamnya mengakibatkan perubahan prioritas.
Namun, tidak munafik, ada juga sebagian yang memang ingat akan prioritas awalnya, yaitu pendidikan, tetapi pengaplikasiannya dalam kegiatan sehari-hari tidak sesuai dengan prioritasnya. Atau secara kasarnya, prioritas yang ia ucapkan di awal seleksi organisasi hanya sebagai jawaban yang indah agar ia dapat diterima menjadi salah satu pengurus di organisasi itu. Dalam kata lain, itu hanya menjadi upaya pencitraan belaka yang dilakukan kepada perekrut di seleksi awal tersebut.
Hal ini sudah pasti merupakan hal yang tidak elok karena sebagai organisator, kita dilatih agar bisa bersikap secara profesional dan perilaku mengkhianati prioritas terhadap para perekrut bukanlah sesuatu yang profesional dalam dunia organisasi.
- Menghilang dari Organisasi Tanpa Kabar
Sebagai organisator kita dilatih dan dituntut untuk bersikap secara profesional dalam berbagai kondisi yang ada, baik itu dalam kondisi senang maupun susah. Koordinasi menjadi salah satu kunci dari terlaksananya profesionalisme dalam sebuah organisasi.
Namun, dalam berbagai kasus masih ditemukan di berbagai organisasi, khususnya OSIS, dimana para pengurusnya menghilang tanpa kabar begitu saja. Setelah ditelusuri dan ditanya, alasan mereka bermacam-macam.
Ada yang memang sudah tidak berniat lagi berorganisasi, dan ada juga yang memang sedang dalam kondisi yang susah tetapi ia tidak berani untuk menceritakan ke teman satu organisasinya. Alhasil, perilaku seperti ini menyulitkan kedua belah pihak, baik itu dirinya dan juga organisasinya.
Mengapa dapat berdampak buruk bagi organisasinya? Kan yang menghilang dia, harusnya yang rugi dia dong?
Kondisi ini sebenarnya kondisional. Mengapa? Karena, apabila dia menghilang dari organisasi dan ternyata dia merupakan orang yang penting atau yang sudah biasa membuat organisasi tersebut “hidup” maka organisasinya akan kehilangan salah satu energi yang menggerakkanya.
Sebagai contoh, ada satu pengurus yang sangat rajin memberi masukan dan bantuan kepada banyak pengurus lainnya. Ia sangat membantu organisasinya untuk mencapai keberhasilan dalam setiap acara yang dibuat di sekolah. Namun, pada suatu hari, dia menghilang tanpa kabar dan menjadi pribadi yang tertutup. Hal yang biasanya ia lakukan dalam organisasi, tiba-tiba tidak ia laksanakan. Padahal, ia masih tergabung menjadi pengurus dalam organisasi tersebut.
Perilaku tersebut pastinya berpotensi merugikan organisasi yang ia urusi karena sikapnya menghilang membuat pengurus lain kehilangan sumber daya manusia di dalam organisasi tersebut.
Namun, dalam beberapa kasus, sikap menghilangnya pengurus dari sebuah organisasi merupakan hal yang tidak merugikan bagi organisasi tersebut, bahkan dapat berpotensi menambah peluang keberhasilan organisasi tersebut karena bisa saja pengurus tadi memang menjadi “beban” di dalam organisasi yang membuat pengurus lain terganggu ketika ingin melaksanakan suatu kegiatan.