Di awal artikel ini, penulis ingin menyampaikan kepada seluruh pembaca yang pernah atau sedang menjadi pengurus organisasi sekolah seperti OSIS maupun MPK bahwa kalian semua hebat!
Banyak sekali orang bertanya, mengapa ikut OSIS?
Pertanyaan itu mayoritas ditanyakan ketika kita mendaftar untuk menjadi pengurus di OSIS maupun organisasi lainnya. Seperti yang kita ketahui, OSIS adalah kependekan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. OSIS merupakan organisasi siswa yang berada di sekolah dan biasa ditemukan di tingkat menengah pertama (SMP) dan menengah atas (SMA).
Kalian yang pernah maupun sekarang sedang menjabat sebagai pengurus organisasi siswa di sekolah, pasti memiliki alasan masing-masing terkait tujuan mengikuti organisasi tersebut. Saya pribadi, pernah menjadi salah satu pengurus di OSIS SMA dimana saya dulu sekolah.
Alasan saya dulu ketika ingin mendaftar menjadi pengurus sama dengan kebanyakan siswa/i pada umumnya, yaitu ingin menambah pengetahuan dan pengalaman tentang keorganisasian dengan cara ikut terjun langsung menjadi pengurus dan mengikuti segala rangkaian kegiatan yang ada di dalamnya.
Alasan tersebut tidak salah dan tidak 100 persen benar juga karena belajar tentang organisasi bisa dimana dan darimana saja. Namun, itulah fakta yang ada mengapa banyak yang ingin menjadi pengurus organisasi tersebut.
Sebagai individu yang pernah berkecimpung di dunia organisasi sekolah tersebut, rasanya saya perlu sedikit mengulas beberapa kesalahan yang sering dilakukan, baik sengaja maupun tidak, oleh para aktivis sekolah ketika mereka menjadi pengurus organisasi sekolah.
- Tidak Menjalankan Prioritas yang Ditetapkan
Dulu, ketika saya sedang melaksanakan seleksi awal kepengurusan di OSIS, saya mendapatkan pertanyaan yang menanyakan tentang saya lebih memilih pendidikan atau organisasi. Tentu bagi orang awam yang ingin masuk ke organisasi dan belum pernah mendapatkan pertanyaan seperti itu, bagi saya itu merupakan hal yang mengejutkan karena saya tau bahwa saya masih seorang pelajar dan dengan waktu yang bersamaan ingin juga menjadi pengurus di sebuah organisasi.
Pada akhirnya, dengan pikir panjang saya menjawab bahwa saya lebih memilih pendidikan. Saya percaya, bahwa sebagian besar kita semua yang pernah atau sedang menjadi pengurus pasti menjawab hal yang sama ketika ditanya lebih memprioritaskan yang mana diantara pendidikan dan organisasi, yaitu pendidikan karena kita sebagai seorang pelajar di sekolah pastinya berpikir untuk memprioritaskan pendidikan ketimbang organisasi, apalagi bagi individu yang belum pernah merasakan organisasi itu seperti apa kehidupan di dalamnya.
Namun, hal yang berbeda justru sering terjadi ketika kita sudah memasuki dunia organisasi, khususnya di sekolah. Sebagian besar terlena dengan keasyikan kegiatan di dalamnya, baik itu rapat organisasi, kumpul untuk membicarakan persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan berikutnya, dan kunjungan keluar sekolah yang dapat menyita waktu belajar di kelas karena harus izin di jam belajar karena terjadi di waktu yang bersamaan.
Sebagian dari kita, termasuk saya, suka sekali lupa akan prioritas yang diucapkan ketika proses seleksi awal organisasi dulu. Terlena terhadap setiap rangkaian kegiatan di dalamnya mengakibatkan perubahan prioritas.
Namun, tidak munafik, ada juga sebagian yang memang ingat akan prioritas awalnya, yaitu pendidikan, tetapi pengaplikasiannya dalam kegiatan sehari-hari tidak sesuai dengan prioritasnya. Atau secara kasarnya, prioritas yang ia ucapkan di awal seleksi organisasi hanya sebagai jawaban yang indah agar ia dapat diterima menjadi salah satu pengurus di organisasi itu. Dalam kata lain, itu hanya menjadi upaya pencitraan belaka yang dilakukan kepada perekrut di seleksi awal tersebut.
Hal ini sudah pasti merupakan hal yang tidak elok karena sebagai organisator, kita dilatih agar bisa bersikap secara profesional dan perilaku mengkhianati prioritas terhadap para perekrut bukanlah sesuatu yang profesional dalam dunia organisasi.
- Menghilang dari Organisasi Tanpa Kabar
Sebagai organisator kita dilatih dan dituntut untuk bersikap secara profesional dalam berbagai kondisi yang ada, baik itu dalam kondisi senang maupun susah. Koordinasi menjadi salah satu kunci dari terlaksananya profesionalisme dalam sebuah organisasi.
Namun, dalam berbagai kasus masih ditemukan di berbagai organisasi, khususnya OSIS, dimana para pengurusnya menghilang tanpa kabar begitu saja. Setelah ditelusuri dan ditanya, alasan mereka bermacam-macam.
Ada yang memang sudah tidak berniat lagi berorganisasi, dan ada juga yang memang sedang dalam kondisi yang susah tetapi ia tidak berani untuk menceritakan ke teman satu organisasinya. Alhasil, perilaku seperti ini menyulitkan kedua belah pihak, baik itu dirinya dan juga organisasinya.
Mengapa dapat berdampak buruk bagi organisasinya? Kan yang menghilang dia, harusnya yang rugi dia dong?
Kondisi ini sebenarnya kondisional. Mengapa? Karena, apabila dia menghilang dari organisasi dan ternyata dia merupakan orang yang penting atau yang sudah biasa membuat organisasi tersebut “hidup” maka organisasinya akan kehilangan salah satu energi yang menggerakkanya.
Sebagai contoh, ada satu pengurus yang sangat rajin memberi masukan dan bantuan kepada banyak pengurus lainnya. Ia sangat membantu organisasinya untuk mencapai keberhasilan dalam setiap acara yang dibuat di sekolah. Namun, pada suatu hari, dia menghilang tanpa kabar dan menjadi pribadi yang tertutup. Hal yang biasanya ia lakukan dalam organisasi, tiba-tiba tidak ia laksanakan. Padahal, ia masih tergabung menjadi pengurus dalam organisasi tersebut.
Perilaku tersebut pastinya berpotensi merugikan organisasi yang ia urusi karena sikapnya menghilang membuat pengurus lain kehilangan sumber daya manusia di dalam organisasi tersebut.
Namun, dalam beberapa kasus, sikap menghilangnya pengurus dari sebuah organisasi merupakan hal yang tidak merugikan bagi organisasi tersebut, bahkan dapat berpotensi menambah peluang keberhasilan organisasi tersebut karena bisa saja pengurus tadi memang menjadi “beban” di dalam organisasi yang membuat pengurus lain terganggu ketika ingin melaksanakan suatu kegiatan.
Meski begitu, tentu saja sikap menghilang tanpa kabar bukanlah sebuah perilaku yang terpuji dan tidak profesional karena tidak adanya koordinasi mengakibatkan adanya sikap tidak sehat bagi seorang organisator. Dan tanpa disadari, dapat berpotensi untuk diikuti oleh pengurus yang lain di dalam organisasi tersebut
Bagaimanapun juga, sebagai seorang pengurus organisasi di sekolah, sudah semestinya kita belajar menyelaraskan prioritas kita antara pendidikan formal yang sedang kita tempuh dan OSIS yang sedang kita urus juga di waktu yang bersamaan.
Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman dan observasi dalam berbagai organisasi yang pernah saya ikuti sebelumnya. Rasanya, sangat relevan jika disejajarkan dalam berbagai kasus di organisasi manapun yang dimana pengurus-pengurusnya merupakan pelajar.
Artikel ini juga ditulis dengan tujuan agar kita semua dapat belajar dan memperbaiki kesalahan kita dalam mengurus apapun, terutama organisasi, dan dapat menyelesaikan masa pendidikan formal dengan sebaik-baiknya.
Semoga kita semua bisa menjadi organisator yang dapat bertanggung jawab dan profesional dalam berbagai kondisi yang ada sehingga keberhasilan organisasi yang kita urus dapat tercapai sesuai target yang dinginkan dan kita tetap menjadi individu yang dapat menyelesaikan pendidikan formal dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H