Mohon tunggu...
fathul geograf
fathul geograf Mohon Tunggu... Editor - Suka Menulis

Agar saya tetap dapat berkarya dan memperbaiki karya saya, maka mohon komentarnya dan like.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pembangunan Berkelanjutan Papua: Potensi Energi Terbarukan dan Pengurangan Jejak Karbon

3 September 2024   00:17 Diperbarui: 3 September 2024   00:24 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Lokasi potensi PLTS terapung di Rawa Biru, Papua Selatan (Sumber : Karim dkk, 2023)

Potensi Energi Terbarukan di Papua:

Papua menghadirkan potensi yang signifikan untuk pengembangan energi terbarukan, khususnya di bidang hidro, angin dan energi matahari. Topografi yang beragam, dengan banyaknya sungai yang mengalir deras sepanjang tahun, menawarkan peluang besar untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa beberapa lokasi di Papua memiliki potensi yang menjanjikan untuk proyek penyimpanan angin, yang dapat meningkatkan sistem energi di pasar negara berkembang seperti Papua Nugini (McClenny et al., 2024). Melalui kombinasi potensi angin dan air, Papua memiliki landasan yang kuat untuk menjadi pusat energi terbarukan di Indonesia.

Potensi energi terbarukan di Papua sangat besar, dengan berbagai sumber daya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut laporan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT, 2023), Papua memiliki potensi energi hidro sekitar 3.500 MW, potensi energi matahari mencapai 5,2 kWh/m per hari dan potensi energi biomassa dari limbah pertanian dan kehutanan mencapai 1.200 MW. Pemanfaatan potensi ini dapat secara signifikan mendukung kebutuhan energi lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang pada gilirannya berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut.

Energi matahari juga menunjukkan harapan besar di Papua, terutama di area tertentu seperti Rawa Biru, yang telah diidentifikasi sebagai lokasi potensial untuk instalasi fotovoltaik mengambang. Instalasi ini diperkirakan mampu menghasilkan output energi yang substansial, memberikan solusi energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk daerah terpencil (Karim dkk., 2024). Melaui adanya sinar matahari yang kuat sepanjang tahun, Papua memiliki peluang besar untuk memanfaatkan energi matahari sebagai salah satu sumber daya utama dalam memenuhi kebutuhan energinya.

Gambar 1. Lokasi potensi PLTS terapung di Rawa Biru, Papua Selatan (Sumber : Karim dkk, 2023)
Gambar 1. Lokasi potensi PLTS terapung di Rawa Biru, Papua Selatan (Sumber : Karim dkk, 2023)

Namun, pengembangan sumber daya energi terbarukan di Papua tidak terlepas dari tantangan. Tantangan teknis pertama adalah infrastruktur yang terbatas. Keterbatasan ini mencakup aksesibilitas ke lokasi-lokasi terpencil, yang meningkatkan biaya transportasi dan pemasangan teknologi energi terbarukan. Selain itu, rintangan peraturan dan ketidakstabilan pasar menjadi penghalang dalam menarik investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan infrastruktur ini (Dwiputra & Saputri, 2024). Maka dalam hal teknologi, pengembangan PLTA harus disesuaikan dengan medan yang sulit, sementara teknologi fotovoltaik dan angin perlu disesuaikan dengan kondisi iklim Papua yang spesifik.

Mengatasi tantangan untuk membuka potensi energi terbarukan di Papua memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk integrasi teknologi yang tepat, dukungan kebijakan yang kuat dan partisipasi masyarakat. Salah satu teknologi yang menawarkan potensi besar adalah sistem Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), yang dapat memanfaatkan perbedaan suhu laut di perairan Kepulauan Yapen. Pada kedalaman 475 meter, perbedaan suhu lebih dari 20C, dengan suhu rata-rata tahunan 29,37C di permukaan dan 8,75C di kedalaman, menciptakan kondisi optimal untuk efisiensi OTEC yang mencapai 6,81%. Melalui sistem siklus terbuka, air laut digunakan sebagai fluida kerja yang diubah menjadi uap bertekanan rendah, menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik melalui generator AC dengan efisiensi 90%. Maka dengan potensi menghasilkan daya sebesar 7,560 kW, sistem ini dapat memenuhi kebutuhan listrik 7.560 rumah tangga, mendukung pembangunan berkelanjutan di Papua, meningkatkan kesejahteraan penduduk, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap target energi hijau nasional (McClenny et al., 2024; Karim dkk., 2024; Sawai, 2024; Zakia, 2023).

Selain OTEC, instalasi Solar PV di Papua menawarkan solusi tambahan yang efisien dan ramah lingkungan untuk kebutuhan energi listrik. Solar PV dapat dipasang pada atap pabrik, bangunan perumahan, atau komersial, dan sangat cocok untuk penerangan rumah tangga serta pendingin ruangan. Potensi PLTS off-grid mencapai 2,1 GW di wilayah Indonesia Timur, termasuk Papua, teknologi ini juga dapat menggantikan pembangkit listrik diesel yang mahal di daerah terpencil (IRENA, 2017; Magfirah, 2021).

Gambar 2. Metode Pemetaan Solargis untuk Area PV Terapung di Kabupaten Sorong, Kecamatan Sota (Sumber : Karim dkk, 2023)
Gambar 2. Metode Pemetaan Solargis untuk Area PV Terapung di Kabupaten Sorong, Kecamatan Sota (Sumber : Karim dkk, 2023)

Secara keseluruhan, pengembangan OTEC dan Solar PV di Papua tidak hanya mengurangi jejak karbon tetapi juga mendukung ekonomi lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Implementasi kedua teknologi ini penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah yang berkelanjutan, dengan dampak positif terhadap lingkungan dan penciptaan lapangan kerja serta pengurangan biaya energi.

Dikaji dari segi ekonomi, tantangan utama adalah investasi awal yang tinggi. Tantangan utama dalam pengembangan energi terbarukan di Papua adalah investasi awal yang tinggi dan pasar energi yang terbatas, yang menyebabkan biaya per unit energi lebih tinggi. Ketidakpastian pasar dan regulasi yang belum sepenuhnya mendukung juga menambah tantangan dalam menarik investor, sehingga dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan jelas dan insentif ekonomi sangat diperlukan (Dwiputra & Saputri, 2024). Selain itu, aspek sosial budaya memainkan peran penting, integrasi kearifan lokal dan partisipasi masyarakat sangat penting untuk keberhasilan proyek, membantu mendapatkan dukungan dan memastikan pengembangan yang berkelanjutan sesuai kebutuhan lokal (Sawai, 2024). Mengabaikan aspek ini dapat mengakibatkan resistensi dari masyarakat lokal dan menghambat kemajuan proyek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun