Salah satu peran yang kemudian sangat strategis untuk dimainkan adalah peran para pemimpin. Pemimpin dalam konteks ini adalah semua pemimpin yang kemudian memiliki andil terhadap apa yang sedang dipimpin untuk kemudian mampu mempertahankan lembaga, kelompok, ataupun perusahaan yang sedang dipimpin.
 Pertama yang kemudian dibutuhkan adalah sosok pemimpin yang adaptif. Pemimpin yang siap untuk menerima setiap kondisi dan tantangan zaman yang ada. Termasuk didalamnya pemimpin yang kemudian siap untuk terus belajar dan mampu menyesuaikan diri dengan karakter zaman yang ada sehingga kemudian muncul salah satu istilah 'Pemimpin Millenial'.Â
Istilah millenial ini sudah akrab kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dimana generasi yang kemudian sedang dihadapi dalam era ini adalah generasi millenial yang ditandai dengan adanya peningkatan penggunaan dan keakraban dengan media, komunikasi, dan teknologi digital. Oleh karenanya, penting untuk kemudian mencetak pemimpin millenial yang adaptif dengan berbagai kondisi.
 Maka, solusi yang kemudian ditawarkan juga adalah bagaimana kita mampu memperkuat karakter pemimpin. Setelah tadi dipaparkan bagaimana pemimpin millenial dibutuhkan dalam menjawab era disrupsi ini, maka kemudian memperkuat karakter pemimpim adalah salah satu jawaban dalam menghadapi krisis termasuk pandemi covid 19 ini.
 Dalam kondisi darurat pada umumnya, pengalaman merupakan nilai yang paling berharga bagi para pemimpin. Namun, dalam krisis berskala luas yang baru, karakter seorang pemimpin merupakan hal yang lebih penting.Â
Pemimpin yang tanggap krisis harus mampu menyatukan tim untuk mencapai satu tujuan dan merumuskan pertanyaan yang perlu dikaji oleh tim. Pemimpin terbaik dalam krisis akan menunjukkan beberapa karakter.Â
Salah satunya adalah sikap tenang yang diperhitungkan atau "deliberate calm", yaitu kemampuan untuk melepaskan diri dari situasi cemas dan berpikir jernih tentang cara mengendalikan situasi tersebut. Ketenangan yang penuh perhitungan ini sering ditemukan pada individu berpengalaman yang rendah hati namun bukan berarti tidak berdaya.
 Karakter penting lainnya adalah sikap optimisme yang realistis atau "bounded optimism" atau sikap percaya diri yang didasarkan oleh realita. Jika di awal krisis para pemimpin sudah menunjukkan kepercayaan diri berlebihan terhadap keadaan yang benar-benar sulit, mereka dapat kehilangan kredibilitasnya.Â
Akan lebih efektif jika para pemimpin menunjukkan optimisme bahwa organisasi akan menemukan solusi dalam situasi sulit yang dihadapi, dan bahwa mereka menyadari ketidakpastian yang diakibatkan oleh krisis serta upaya menghadapinya dengan mengumpulkan lebih banyak informasi. Ketika krisis telah berlalu, sikap optimis akan lebih bermanfaat dan tidak terbatas[3]
 Dalam sebuah jurnal, dikatakan bahwa hal yang dibutuhkan oleh para pemimpin saat terjadi krisis bukanlah penanganan yang telah terencana sebelumnya, melainkan perilaku dan pola pikir yang dapat mencegah reaksi yang berlebihan terhadap krisis dan bagaimana menghadapi tantangan di masa depan. Maka dalam konteks ini, kunci yang dapat dimainkan adalah bagaimana mindset yang digunakan oleh para pemimpin tersebut.[4]
 Setelah sebelumnya telah dibahas bagaimana menjawab terkait tantangan pemimpin di masa krisis atau pandemic yang sedang dihadapi, maka selanjutnya solusi yang dapat ditawarkan dalam menjawab tantangan di era ini adalah disruptive mindset. "This is not just a question of changing skillset. It is a changing mindset".-Julie Dodd, Penulis New Reality.