Mohon tunggu...
Fathan Mubina
Fathan Mubina Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Pelajar

Bios-Theoretikos | S1 Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta | "Paid for with pride and fate" | E-mail: fathanm96@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

UU Cipta Kerja dalam Dominasi Oligarki: Memahami Arti, Melacak Implikasi

21 Oktober 2020   19:31 Diperbarui: 15 November 2020   01:30 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oligarki tidak bisa lenyap hanya karena tidak memerintah atau terlibat langsung dalam pemaksaan untuk mempertahankan hartanya. Sebaliknya, semakin tidak memusarkan perhatian pada pengamanan harta keterlibatan oligark menjadi lebih tak langsung. 

Akan tetapi, keterlibatan politik mereka menjadi langsung lagi ketika pelaku luar atau lembaga gagal mempertahankan hak milik dengan baik. Satu-satunya ancaman yang tersisa bagi oligark adalah negara yang mendistribusikan kekayaan melalui pajak pendapatan.

Di negara atau komunitas politik yang penegakan hukum dan klaim hak miliknya lemah, sumber daya material bisa digunakan untuk membeli kekuatan pengamanan (milisi atau pasukan yang lebih kecil); untuk memelihara jejaring pejabat; menyuap polisi, jaksa, dan hakim; hingga mendanai massa untuk berdemonstrasi di jalan seolah-olah mobilisasi  politik benar-benar terlahir dari bawah. 

Maka dari itu, tidak mengheranka ketika klaim 'tunggang-menunggangi' selalu melekat pada setiap aksi demonstran dan mengenyampingkan hal-hal yang bersifat substansial. 

Para oligark di Indonesia bisa benar-benar menghitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan hal-hal seperti mengumpulkan ratusan ribu orang selama beberapa minggu guna menggoyang pemerintah atau membuat badan legislatif meloloskan hukum yang melindungi harta oligarki. Inilah suatu bentuk dan skala kekuasaan politik yang tak terbayangkan bagi semua kecuali perilaku dalam masyarakat sepanjang sejarah. 

Para elite dengan kekuasaan mobilisasi tinggi, misalnya, basis massa yang dibangun lewat gerakan sosial intensif dan setuju dengan mereka agar bisa mengerahkan massa itu ke jalan untuk aksi politik langsung.  

Terutama dalam periode krisis saat ini, kekuasaan oligarki semakin rentan terhadap peningkatan kekuasaan jenis lain, terutama mobilisasi massa yang tidak mereka danai dan kendalikan. 

Tak ada pelaku atau kelompok lain yang memiliki kepentingan atau kemampuan terfokus, tanpa terlebih dahulu berada dalam keadaan termobilisasi tinggi dan terus-menerus, yang dapat mengimbangi atau melawan kekuasaan oligarki.

Blomley (2003) menyatakan bahwa hak milik (property) bersifat inheren, sehinnga "ditengakkan terhadap yang lain (held against other)." Para ahli ekonomi memandang hak milik bersifat eksklusif, dalam arti bisa dipegang oleh satu individu atau lembaga dengan menyangkal klaim pihak lain. Namun, sifat ekskulisf juga dapat menjadikan hak milik rawan terkena tantangan, yang disebut para ahli ekonomi sebagai biaya penegakan hak (enforcement cost). 

Ancaman-ancaman dari tantangan semacam itu semakin meningkat selagi kelangkaan harta pada masyarakat ikut meningkat. Klaim tandingan, eksklusi, dan ketidaksetaraan menjelaskan mengapa harta tak bisa dipertahankan tanpa adanya sarana penegasan hak. 

Pertahanan kekayaan di dalam sistem negara modern tidak lagi membuat oligark mempersenjatai diri dan bertarung membela klaim harta, atau menggunakan sumber daya material untuk membeli jasa kemampuan pemaksaan pihak lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun