Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Boejang Lapoek

10 Agustus 2019   14:35 Diperbarui: 10 Agustus 2019   14:39 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Abang mobilnya merek apa?

Tinggal di komplek mana?

Cuci mata yuk, lagi ada pameran otomotif.....

Abang pengusaha kan?

Pertanyaan yang membingungkan, kartu kredit itu apa ya? Sebagai seorang guru tahunya ya Kartu Siswa/i. HP pun merek lama tapi suaranya masih kencang, kalau bunyi orang sekampung bisa dengar. Punya mobil? Alah mak...naik mobil saja awak mabuk. Di kampung biasa naik sepeda kumbang. Tinggal menumpang pula dirumah teman. Pakai acara mengajak ke pameran otomotif, cuci mata katanya.

Setelah pertanyaan terakhir di jawab, awak ini bukan pengusaha tapi guru. Reaksinya sangat mengagetkan, si Siska mengumpat, "guru?? manalah laku di kota ini, yang dicari pengusaha-pengusaha muda dan tampan. Kampungan dan tak berduit!!! " Duh kata terakhirnya membuatku drop juga. Kembali aku berkonsultasi dengan temanku, apa tidak ada tempat lain bisa ketemu perempuan baik-baik. Perempuan yang cantik  katanya, itupun di cantik-cantik-kan tapi omongannya kasar. Sesuai saran temanku jangan putus asa.

Setiap pulang mengajar, kadang dengan berjalan kaki demi menghemat ongkos. Survey tetap berjalan. Tapi tetap saja aku bertemu dengan perempuan-perempuan yang rambutnya kuning, merah, coklat dan pelangi. Senada dengan bola matanya, ada yang biru, coklat, hijau dan putih hi... Yang berambut ikal sudah lurus seperti sapu ijuk. Tidak ada yang berambut hitam panjang seperti  Surti Karmi. Muka mereka putih seperti mayat karena kebanyakan cream pemutih. Tidak ada rona-rona merah di pipi mereka seperti  Surti Karmi ketika ku goda. Muka mereka seperti boneka, plastik dan palsu. Mereka sangat memaksakan diri mirip bule atau korea-korea-an. Sangat tidak cocok dengan postur tubuh domestiknya.

Tidak ada senyum yang tulus, yang ada senyum bersponsor. Ada duit senyumnya selebar mungkin. Mungkin karena giginya sudah berpagar warna-warni. Tangan mereka tidak bisa kujabat dengan hangat, tangan mereka sibuk dengan gadget mereka. Telinga merekapun mungkin sudah pekak dengan headset yang tak lepas. Pakaian, sepatu, aksesoris semuanya bermerek.

Mereka sangat menikmati dunia ini tapi hati mereka, apakah bahagia? Penampilan mereka bak selebritis tapi hati mereka menangis. Mereka tidak pernah mendapatkan cinta yang sebenar-benarnya cinta. Karena mereka bukanlah diri mereka, mereka perempuan palsu tentu saja mendapat cinta palsu. Yang muda nelangsa mencari cinta sementara yang tua ditinggal cinta. Kadang mereka mesti menjual harga diri demi membeli yang menurut mereka itu harga diri yaitu penampilan.

Semakin banyak aku bertemu dengan mereka semakin aku putus asa.  Perempuan Indonesa berwajah sawo matang, berbola mata indah, berambut panjang, beralis tebal alami, berbulu mata lentik alami, pipi yang merona, senyum yang tulus dan bertutur kata santun hilanglah sudah. Akhirnya aku depresi juga dan menangis ingin pulang kampung saja. Komentar temanku yang mengatakan tidak bisa menikmati hidup kuabaikan saja. Aku ingin cepat pulang.

Aku tak sabar ingin cepat pulang ke kampung. Sudah kususun rencanaku sampai di kampung. Aku akan mengajar kembali di sekolah lama dan aku akan melamar Surti Karmi. Hanya Surti Karmi dambaanku yang akan menjadi istriku. Aku akan membangun rumah yang didekatnya ada sungai, sawah, kolam ikannya. Aku akan menjadi seorang Bapak yang akan mencari belut di sawah dengan anaknya atau memancing ikan di kolam dan mandi di sungai bersama keluargaku. Impian ini seakan sudah di depan mata. Aku seperti sudah melihat Surti Karmi memakai kerudung menyambutku di pintu. Oh Surti Karmi....aku pulang. Hari yang ku nanti datang juga, pulang ke kampung dengan oleh-oleh seadanya karena tak berduit lagi. Untuk Surti Karmi aku membeli Mukena, mudah-mudahan dia berkenan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun