- Bahasan ku yang kedua adalah mengenai seniman. Walau sepintas tak ada hubungannya dengan pokok bahasan pertama, tetapi ini implikasi dari hilangnya seniman dan budayawan kita. Apakah seniman dan budayawan kita tenggelam di dalam hiruk pikuk kemajuan metropolis? Â Hingar bingar smartcity? Â Ataukah melacurkan diri kepada penguasa dan pemiliki modal? Ah aku tak tahu.Â
Seniman dan Budayawan memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal ini. Kebudayaan, Â keraifan lokal dan segala kekayaan non-fisik Indonesia ini yang tiada tara adalah seniman dan budayawan yang menjadi benteng terakhirnya. Kemana mereka?Â
Â
Ingatlah kita hidup di bumi Indonesia ini tidak hanya ingin cukup makan, cukup pakaian, tempat tinggal, pendidikan hingga kesehatan. Namun kita ingin cukup meminum seni dan kultur! Â Pendek kata ingin perbaikan nasib di segala bidang-bidangnya dan cabang-cabangnya.Â
Â
Seniman dan Budayawan harus kita hormati, karena merekalah pewaris sejarah yang sahih. Bahasa Jawa yang di pakai itu telah ada sejak beribu tahun yang lalu, tetali apakah kita membanggakannya? Â Tidak! Â Tarian kita telah ada di kraton, kasepuhan, istana berabad yang lalu namun apakah kita membanggakannya? Â Tidak! Kita lebih senang ber- gangnam style, disko, cha cha, falshmob ria. Ah bangsaku tidak tahu diuntung.Â
Â
Wayang dan batik dimasukkan ke drama Upin Ipin kita diam saja. Tak tahukah anak kita menontonnya? Hingga dibesar nanti mereka menyanggah kita. Wayang dam batik bukan milik Indonesia tetapi milik Upin, Ipin, Kak Ros dan Oppah-nya!Â
Â
Kemana lagi festival kebudayaan kita? Â Dahulu seni begitu membumi di kehidupan rakyat. Bung Karno mengatakan kebudayaan nasional itu adalah pemersatu bangsa. Ki Hajar mengatakan puncak kebudayaan daerah itu adalah kebudayaan nasional. Lalu kita membuang sama sekali budaya kita? Ah, yang benar saja.Â
Â