Â
Kita menghalalkan segalanya. Garuda Pancasila harus diubah menjadi Hud- Hud Nabi Sulaiman, Monas ingin dijadikan Burj Khalifa ala Dubai.Â
Â
Ah ayolah. Islam tidak sepicik itu. Bahkan Rasul yang kita cintai masih mau menelusuri peradaban Romawi dan Persia kala itu. Di satu hadistnya Rasul tak melarang suami bercampur dengan istri yang menyusui. Beliau awalnya khawatir namun tidak mengapa setelah melihat orang Romawi bercampur dengan istri mereka.Â
Â
Alangkah baiknya kita meninggalkan egoisme, fanatisme, yang menjadikan kita buta sama sekali buta sejarah.Â
Â
Kejadian ini hampir sama dengan stigmatisasi golongan kiri. Pada saat itu buku-buku kiri dibakar dan tak bisa dibaca. Sampai-sampai Frans Magnis Suseno mengatakan pembakaran itu adalah tindakan fisik untuk membungkam pikiran yang tidak mampu dilawan secara pikiran. Â Kali ini juga seperti itu, kita memanipulasi sejarah, melawan produk sejarah yang sahih dengan angan-angan nostalgia kita yang entah kemana. Apakah ego mayoritas kita, atau di tengah konflik sosial yang hangat-hangatnya kita ingin memaksakan sejarah semau kita? Produk sejarah yang sahih kita bungkam sedemikian rupa? Apakah kita akan mengajarkan kebodohan,kepalsuan ke anak-anak kita? . Ya, benar lawanlah pikiran dengan pikiran. Namun pikiran yang bersih, jernih tanpa kepicikan sentimentil!
Â
Ah, beribu maaf adinda. Aku terlalu semangat menulis. Baiklah, aku akan berhenti sejenak. Tetapi berikanlah senyumanmu yang indah itu oh putriku. Agar aku dapat menulis kembali. Amboi, indahnya senyuman itu.Â
Â