Di Zaman sekarang media sosial sangat canggih dan cepat dalam mendapatkan informasi. Istilah FOMO (Fear of Missing Out) telah menjadi fenomena yang semakin penting dalam kehidupan zaman now.Â
FOMO, yang merujuk pada kecemasan atau ketakutan untuk tidak ikut serta dalam pengalaman, tren, atau informasi tertentu, tidak hanya berdampak pada perilaku pribadi tetapi juga berperan besar dalam distibusi informasi di media sosial. Kita akan membahas bagaimana tren FOMO memengaruhi cara orang berinteraksi dengan infomasi dan efeknya terhadap masyarakat.
Apa itu FOMO?
FOMO merupakan perasaan tidak nyaman atau cemas yang timbul karena keyakinan bahwa orang lain sedang merasakan pengalaman, informasi, atau kesempatan yang lebih baik tanpa kita. Di media sosial, FOMO sering kali dipicu oleh postingan mengenai perjalanan, acara, tren, atau bahkan berita terbaru. Platfrom seperti Instagram, twitter, dan tiktok menyediakan akses langsung ke kehidupan orang lain, yang menimbulkan tekanan sosial untuk selalu berpatisipasi dalam percakapan atau tren yang paling baru.
Salah satu munculnya tren FOMO adalah akibat karena adanya pengguna di media sosial. Pekembangan teknologi saat ini memungkinkan kita menerima jutaan informasi dengan mudah, contohnya melalui platform Instagram. Platfrom yang popular dan memiliki banyak pengikut di seluruh dunia, menawarkan berbagai fitur untuk memperbarui video atau foto, seperti fitur instastory yang dipenuhi dengan postingan pengguna.
Mereka yang merasakan FOMO cenderung memiliki kepuasan hidup yang lebih rendah karena selalu membandingkan hidupnya dengan orang lain. Apakah kita termasuk di antara mereka yang merasakan? Ini dia tanda-tanda berikut kalo kamu mungkin FOMO:
- Sering memeriksa gadget. Kebiasaan untuk selalu memegang gadget telah menjadi sangat sulit untuk ditinggalkan. Seseorang dengan FOMO akan terus memeriksa ponsel begitu bangun tidur bahkan sebelum tidur, seolah-olah mereka tidak ingin ketinggalan berita yang sedang tren.
- Lebih sering memperhatikan media sosial daripada kehidupan nya sendiri di dunia nyata sehingga muncul keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain di dunia maya.
- Ada rasa ingin tahu lebih dalam tentang kehidupan orang lain.
- Muncul rasa keinginan yang lagi sedang tren.
- Menghabiskan uang yang berlebihan yang diinginkan dan membeli barang yang sebenarnya tidak penting dan tidak di inginkan dengan alasan agar tetap mengikuti tren yang viral dan di lihat oleh orang lain.
- Mengucapkan "ya" bahkan ketika tidak ingin. Hal ini sering kali terjadi saat seseorang tidak ingin melewatkan tren yang sedang viral, apapun sehingga mereka  selalu mendapatkan dari berbagai undangan yang sebetulnya tidak ada yang menarik atau tidak perlu.
Jika gejala FOMO tidak ditangani, bisa dapat menyebabkan dampak negative seperti kehabisan tenaga, kecemasan, putus asa, dan bahkan masalah tidur. Perasaan ini memengaruhi adanya tidak kepuasan dalam diri seseorang terhadap hidup mereka, membuat mereka merasa bahwa apa yang telah di capai atau dimiliki tidak pernah cukup. Selain itu, hal ini dapat memicu masalah keuangan, seperti yang disebutkan dalam gejala di atas, di mana seseorang bersedia mengeluarkan banyak uang untuk tetap terkini dan tidak tertinggal.
Saat mereka yang sedang bermain sosial media atau menjelajah segera menjadi sumber informasi untuk dibagikan kepada masyarakat. Dengan adanya internet di zaman digital saat ini, dunia dapat dengan mudah dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi.Â
Jika tidak ada pastisipasi di media sosial tersebut, maka hal itu dapat dianggap sebagai penyebaran informasi atau berita yang provokatif, bahkan sampai pada berita yang tidak benar atau yang sering disebut berita palsu.Â
Generasi milenial dan generasi z sering dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya di media sosial. Generasi sekarang ini sangat akrab dengan dunia digital, yang mereka anggap sebagai ruang sendiri untuk mengakses, mendapatkan, dan membagikan berbagai jenis informasi yang mereka temui di berbagai platform manapun.
FOMO memiliki dampak besar dalam mempercepat penyebaran informasi di media sosial, terutama dalam tiga aspek berikut:
- Mendorong konsumsi dan penyebaran informasi, ketakutan untuk tidak ikut serta membuat individu lebih suka mengakses informasi dengan cepat tanpa memeriksa kebenarannya. Situasi ini jelas terlihat dalam kebiasaan menyebarkan informasi, meme, atau konten yang sedang viral dalam beberapa menit. Banyak pengguna merasa perlu untuk segera membagikan informasi tersebut agar di lihat relavan dalam beberapa kelompok sosial mereka.
- Meningkatkan keterlibatan tren yang viral, tren yang viral biasanya dipicu oleh rasa FOMO. Saat seseorang melihat banyak orang yang berbicara tentang suatu isu atau berpatisipasi dalam tantangan tertentu, mereka merasa terpicu untuk ikut agar tidak merasa tidak tertinggal tren, menciptakan efek berantai yang memperluas tren tersebut.
- Platform media sosial dibangun untuk memanfaatkan FOMO. Tren FOMO ini memberikan prioritas pada konten yang popular, sehingga pengguna lebih sering melihat tren atau berita terbaru. Ini menciptakan siklus yang memperkuat ketakutan ketinggalan dan memengaruhi perilaku pengguna.
- Penyebaran hoaks, karena adanya dorongan FOMO, informasi sering kali disebarluaskan tanpa pengecekan terlebih dahulu. Hal ini mempermudah penyebaran berita palsu, misi informasi, atau propaganda yang merugikan. Contohnya adalah berita bohong yang menyebar luas selama pandemi COVID-19, di mana ketakutan dan FOMO berperan signifikan dalam menciptakan disinformasi.
- Mendorong konsumerisme berlebihan, FOMO juga sering dimanfaatkan dalam taktik pemasaran online. Dengan menggunakan istilah seperti "stok terbatas" atau "promo hanya 24 jam," merek menciptakan rasa mendesak yang mendorong konsumen untuk membeli produk tanpa berpikir Panjang.
FOMO bukan hanya sekedar ketakutan untuk ketinggalan tren tetapi melaikan sebuah fenomena yang mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi, pengalaman, dan komunitas di dunia maya. Media sosial meningkatkan pengaruh dengan adanya aliran konten viral yang hamper tidak ada habisnya.Â
Orang yang merasakan FOMO terhadap undangan untuk pesta atau acara fisik, saat ini FOMO juga meliputi rasa tertinggal dalam tren meme, tantangan daring, atau berita viral terbaru.
Platform seperti Instagram, tiktok, twitter, dan facebook dibuat agar pengguna teteap terhubung dan saling terlibat. Sistem pemberitahuan, pembaruan langsung, hingga fitur tren secara tidak langsung memicu munculnya rasa FOMO. Ini memengaruhi individu untuk lebih sering berinteraksi dengan konten tanpa memikirkan efek emosional atau kualitas infomasi yang diterima.
Terdapat dua aspek dari fenomena FOMO. Aspek pertama adalah kebutuhan psikologis terkait dengan hubungan orang lain (relatednees). Seseorang yang mengalami FOMO cenderung tidak memiliki kemampuan yang baik dalam membangun sebuah hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Aspek kedua adalah kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan diri sendiri.Â
Kebutuhan ini terdiri dari dua hal, yaitu kompetensi, yang berarti kemampuan untuk berinteraksi dan berperilaku efektif dengan orang lain di lingkungan, dam otonomi, yang berarti kebebasan untuk mengambil tindakan yang diinginkan tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
FOMO rentan kebanyakan usia yang lebih muda, khusunya remaja dan dewasa, mereka merasakan FOMO dengan lebih intens. Hal ini dikarenakan mereka cenderung lebih terbiasa dengan perkembangan teknologi terkini dan belum sepenuhnya mampu untuk mengedalikan pengguna internet secara bijak.Â
Selain itu, remaja berusia 12 hingga 18 tahun lebih rentan terhadap tren FOMO karena ingin menjalin atau berinteraksi dengan orang lain dan mencari informasi terkini di media sosial.
Mereka mungkin merasa gelisah, resah, dan bersemangat berlebihan saat memantau aktifitas di media sosial. Selain itu, ketertarikan mereka terhadap kegiatan nyata dan berinteraksi dengan teman-teman nya juga dapat berkurang. Juga dapat mengakitbatkan rendahnya produktivitas dan focus saat mereka melakukan tugas atau aktifitas lain karena terus menerus tertarik untuk memeriksa di media sosial.
Semakin mereka mengakses internet, semakin banyak hal yang mereka dapat masalah yang tidak di inginkan. Zaman sekarang anak muda mudah merasa cemas hingga kekhawatirkan karena membandingkan diri mereka dengan orang yang terkenal di sosial media atau bisa juga selebriti di sosial media.Â
Mereka merasa sudah mencapai itu, tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan ekspetasi mereka dalam berinteraksi di sosial media. Hal yang paling disukai atau tren FOMO yang banyak di bicarakan adalah masalah kecantikan, penampilan, dan gaya hidup, jadi apa yang mereka lihat di media tersebut.
Dengan adanya kontrol di diri sendiri adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengarahkan, mengatur, dan Menyusun perilaku mereka, yang pada akhirnya dapat mengarah pada positif dalam kehidupan mereka. Menahan diri sendiri adalah salah satu factor untuk tidak dapat memengaruhi tren FOMO.
 Ingat bahwa diri sendiri lah yang sangat penting bagi di kehidupan kita, mengatur diri dan kurangi bermain sosial media yang berlebihan. Semakin tinggi kontrol diri sendiri, maka semakin rendah kecanduan bermain sosial media dan berintekasi yang bakal hanya menyebabkan FOMO.
Ini dia beberapa cara mengatasi tren FOMO:
- Meningkatkan kesadaran diri, Sadari bahwa media sosial hanyalah platfrom untuk berinteraksi sekedar nya, dan untuk kepentingan yang baik bukan makanan sehari-hari. Manfaatkan fitur seperti pengingat waktu atau akftikan mode jangan ganggu agar tidar tergiur oleh notif dari media sosial tersebut.
- Atur waktu, Batasi waktu kalian yang dihabisnya hanya untuk memegang handphone atau bermain sosial media selama seharian.
- Utamakan kehidupan, Prioritaskan kehidupan dan kegiatan kalian di dunia nyata, seperti berkumpul Bersama teman, keluarga, berolahraga atau melakukan hobi di waktu luang.
- Pilih konten yang baik, Stop cari atau mengikuti akun yang menimbulkan rasa cemas atau ketidaknyamanan. Ikuti akun dengan memberi adanya inspirasi, mendidik, berpengalaman atau sesuai tujuan hidup kalian.
- Latihan rasa bersyukur, Jika kalian mempunyai buku diary, tulislah dengan menggunakan imajinasi yang ada di pikiran kalian hal-hal yang membuat kalian bersyukur setiap hari nya, agar terlatih dengan adanya bersyukur dan tidak mengikuti tren FOMO. Fokus juga pada pencapaian kalian tanpa membandingkan diri dengan orang lain.
- Belajar mengontrol interaksi digital, Saat sedang melihat media sosial ingatlah, jangan terburu-buru melihat apa yang kalian lihat di media sosial, berpikirlah dulu untuk tidak mengupload atau membagikan kepada di semua palatform.
- Evaluasi diri sendiri, Tanya pada diri kalian sendiri. Apakah saat bermain sosial media hanya untuk hiburan, Informasi, Atau hanya mengisi waktu luang.
- FOMO sebagai motivasi positif, Jangan lah cemas, khawatir, tidak tercapai. Ambil positif nya untuk peluang yang baru dan merasa kalo FOMO ini juga bisa buat tujuan hidup kalian.
Di Tengah viral nya tren FOMO ini di media sosial. Mencerminkan bahwa pengaruh teknologi sekarang sudah mulai tinggi terhadap apa yang kita lihat di diri kita sendiri dan lingkungan kita. FOMO telah mengubah car akita berinteraksi, kebutuhan dan keinginan yang dipicu oleh harapan di dunia.
Akan tetapi, kita menyadari efeknya memberi kita kesempatan untuk bagaimana bisa merespons terhadap lawan bicara. Kita bisa menggunakan media sosial dengan bijak dan benar, dengan merayakan momen kecil, menjalin hubungan yang nyata, dan dapat terlibat di kehidupan nyata. Dengan cara ini, tidak hanya menghindari tren FOMO, tetapi bisa menciptakan kehidupan yang lebih berarti dan terpenting dalam perkembangan dunia digital.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI