Mohon tunggu...
fassasabrinar
fassasabrinar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan nama saya Fassa Sabrina, Bisa di panggil Fassa, Saya sekarang mahasiswa Universitas Bakrie, Hobi saya Menyanyi, Membaca, dan Menulis. Saya suka sekali mengedit foto atau video. Saya pernah memenangkan Lomba Vlogging Mangrove juara 1.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pengaruh Tren Fear of Missing Out (FOMO) dan Perannya dalam Penyebaran Informasi di Era Media Sosial

21 November 2024   22:44 Diperbarui: 22 November 2024   06:22 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto tulisan box kayu FOMO (Sumber: Click2pro)

FOMO memiliki dampak besar dalam mempercepat penyebaran informasi di media sosial, terutama dalam tiga aspek berikut:

  • Mendorong konsumsi dan penyebaran informasi, ketakutan untuk tidak ikut serta membuat individu lebih suka mengakses informasi dengan cepat tanpa memeriksa kebenarannya. Situasi ini jelas terlihat dalam kebiasaan menyebarkan informasi, meme, atau konten yang sedang viral dalam beberapa menit. Banyak pengguna merasa perlu untuk segera membagikan informasi tersebut agar di lihat relavan dalam beberapa kelompok sosial mereka.
  • Meningkatkan keterlibatan tren yang viral, tren yang viral biasanya dipicu oleh rasa FOMO. Saat seseorang melihat banyak orang yang berbicara tentang suatu isu atau berpatisipasi dalam tantangan tertentu, mereka merasa terpicu untuk ikut agar tidak merasa tidak tertinggal tren, menciptakan efek berantai yang memperluas tren tersebut.
  • Platform media sosial dibangun untuk memanfaatkan FOMO. Tren FOMO ini memberikan prioritas pada konten yang popular, sehingga pengguna lebih sering melihat tren atau berita terbaru. Ini menciptakan siklus yang memperkuat ketakutan ketinggalan dan memengaruhi perilaku pengguna.
  • Penyebaran hoaks, karena adanya dorongan FOMO, informasi sering kali disebarluaskan tanpa pengecekan terlebih dahulu. Hal ini mempermudah penyebaran berita palsu, misi informasi, atau propaganda yang merugikan. Contohnya adalah berita bohong yang menyebar luas selama pandemi COVID-19, di mana ketakutan dan FOMO berperan signifikan dalam menciptakan disinformasi.
  • Mendorong konsumerisme berlebihan, FOMO juga sering dimanfaatkan dalam taktik pemasaran online. Dengan menggunakan istilah seperti "stok terbatas" atau "promo hanya 24 jam," merek menciptakan rasa mendesak yang mendorong konsumen untuk membeli produk tanpa berpikir Panjang.

FOMO bukan hanya sekedar ketakutan untuk ketinggalan tren tetapi melaikan sebuah fenomena yang mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi, pengalaman, dan komunitas di dunia maya. Media sosial meningkatkan pengaruh dengan adanya aliran konten viral yang hamper tidak ada habisnya. 

Orang yang merasakan FOMO terhadap undangan untuk pesta atau acara fisik, saat ini FOMO juga meliputi rasa tertinggal dalam tren meme, tantangan daring, atau berita viral terbaru.

Platform seperti Instagram, tiktok, twitter, dan facebook dibuat agar pengguna teteap terhubung dan saling terlibat. Sistem pemberitahuan, pembaruan langsung, hingga fitur tren secara tidak langsung memicu munculnya rasa FOMO. Ini memengaruhi individu untuk lebih sering berinteraksi dengan konten tanpa memikirkan efek emosional atau kualitas infomasi yang diterima.

Terdapat dua aspek dari fenomena FOMO. Aspek pertama adalah kebutuhan psikologis terkait dengan hubungan orang lain (relatednees). Seseorang yang mengalami FOMO cenderung tidak memiliki kemampuan yang baik dalam membangun sebuah hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Aspek kedua adalah kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan diri sendiri. 

Kebutuhan ini terdiri dari dua hal, yaitu kompetensi, yang berarti kemampuan untuk berinteraksi dan berperilaku efektif dengan orang lain di lingkungan, dam otonomi, yang berarti kebebasan untuk mengambil tindakan yang diinginkan tanpa dipengaruhi oleh orang lain.

FOMO rentan kebanyakan usia yang lebih muda, khusunya remaja dan dewasa, mereka merasakan FOMO dengan lebih intens. Hal ini dikarenakan mereka cenderung lebih terbiasa dengan perkembangan teknologi terkini dan belum sepenuhnya mampu untuk mengedalikan pengguna internet secara bijak. 

Selain itu, remaja berusia 12 hingga 18 tahun lebih rentan terhadap tren FOMO karena ingin menjalin atau berinteraksi dengan orang lain dan mencari informasi terkini di media sosial.

Mereka mungkin merasa gelisah, resah, dan bersemangat berlebihan saat memantau aktifitas di media sosial. Selain itu, ketertarikan mereka terhadap kegiatan nyata dan berinteraksi dengan teman-teman nya juga dapat berkurang. Juga dapat mengakitbatkan rendahnya produktivitas dan focus saat mereka melakukan tugas atau aktifitas lain karena terus menerus tertarik untuk memeriksa di media sosial.

Semakin mereka mengakses internet, semakin banyak hal yang mereka dapat masalah yang tidak di inginkan. Zaman sekarang anak muda mudah merasa cemas hingga kekhawatirkan karena membandingkan diri mereka dengan orang yang terkenal di sosial media atau bisa juga selebriti di sosial media. 

Mereka merasa sudah mencapai itu, tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan ekspetasi mereka dalam berinteraksi di sosial media. Hal yang paling disukai atau tren FOMO yang banyak di bicarakan adalah masalah kecantikan, penampilan, dan gaya hidup, jadi apa yang mereka lihat di media tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun