Mohon tunggu...
Farzana mizaaulia
Farzana mizaaulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN KHAS JEMBER

farzana miza aulia UIN KHAS JEMBER

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Serta Fungsi Pendidikan di Lingkungan Sosial Bermasyarakat

13 Desember 2021   10:50 Diperbarui: 13 Desember 2021   10:57 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

A.  Siklus Belajar Individu di Masyarakat/rakyat

Pendidikan adalah produk berasal dari masyarakat/rakyat, karena apabila kita sadari arti pendidikan sebagai proses pemindahan pengetahuan, perilaku, kepercayaan, keterampilan dan segala aspek-aspek kelakuan lainnya pada generasi muda/belia, maka semua upaya tadi sudah dilakukan sepenuhnya oleh tokoh kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil pemindahan atau Transformasi kita dengan orang lain baik di tempat tinggal atau rumah, sekolah, pekerjaan dan sebagainya.

pendidikan pada hakikatnya adalah pencerminan syarat negara serta kekuatan sosial-politik yang tengah berkuasa. Pendidikan dengan sendirinya artinya refleksi asal orde penguasa yang terdapat (Kartono, 1997:77). Persoalan pendidikan akan menjadi dilema politik jika pemerintah ikut terlibat di dalamnya. Bahkan berdasarkan Michael . Apple sebagaimana dikutip H.A.R. Tilaar (2003: 94-94), kurikulum pendidikan yang berlaku sebenarnya adalah sarana indoktrinasi yang berasal suatu sistem kekuasaan. Melalui kurikulum, pemerintah sudah membuahkan pendidikan menjadi wahana rekayasa pada rangka mengekalkan struktur kekuasaannya. Oleh sebab itu, persoalan pendidikan sesungguhnya ialah persoalan politik, akan tetapi bukan pada artian yang mudah. Diakui Paulo Freire (2000:195), sekolah adalah indra kontrol sosial yang efesien bagi upaya menjaga status qua.

Di negara otoriter yang menganut/memahami paham pemerintahan yang totalitarianisme, pemerintah akan membatasi/menyekat kebebasan individu yang mewujudkan kebijakan pendidikan/pemgajaran yang uniform/seragam bagi semua siswa-siswi. Bagi negara semacam ini, pendidikan ialah kekuatan politik buat mendominasi masyarakat. Pemerintah secara mutlak mengatur pendidikan, karena tujuan pendidikan baginya merupakan membentuk masyarakat sebagai indra negara (Kartono, 1997:78).

Demokrasi pada bidang pendidikan ialah suatu keharusan, supaya bisa melahirkan insan-insan yang berwatak demokratis. Reformasi pendidikan melalui demokrasi pendidikan, berdasarkan Zamroni (t.t.:127-130), mampu dilakukan di tiga aspek pendidikan, yaitu regulatori, profesionalitas, serta manajemen.

Aspek regulatori dititik beratkan pada reformasi kurikulum yang berkaitan memakai perumusan tujuan pendidikan, penerapan kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum), pergeseran kerangka berpikir/paradigm kerja pengajar dari responsibility ke arah accountability serta pelaksanaan evaluasi menggunakan 325 Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Rakyat esei serta biaya folio.

Aspek profesionalitas ditujukan buat mengembalikan hak-hak serta wewenang pada pengajar dalam melaksanakan tugas kependidikannya. Aspek ini bisa ditempuh melalui pengembangan pencerahan hak-hak politik pengajar serta pemberian/hadiah kesempatan kepada guru buat mengembangkan dirinya. Sedangkan aspek manajemen pendidikan ditujukan untuk mengganti sentra/pusat-pusat pengambilan serta kendali pendidikan.

Praktis kesamaan informasi sosial demikian secara perlahan-lahan bisa membarui inti kebijakan masyarakat yang bekerjasama dengan pengajaran. Selain sebab meluapnya industri-industri manufaktur, pengaruh/dampak penerapan demokrasi, ditemukannya beberapa daerah baru yang bisa dieksploitasi kekayaan alamnya serta peningkatan diferensiasi struktural maka masyarakat Eropa Barat harus bisa/wajib bisa menyediakan kelompok manusia dalam jumlah massal/banyak yang mempunyai kemampuan teknis untuk menjalankan lahan-lahan pekerjaan baru yang begitu kompleks serta relatif rumit. Oleh karena itulah beberapa daerah Eropa Barat mulai menerapkan sistem pendidikan terbaru yang memanfaatkan prosedur organisasi formal dalam mengelola proses pendidikannya.

Itulah cuplikan kecil argumentasi sederhana tentang perihal  karakter fungsi pendidikan di masyarakat/rakyat. Melihat alur perkembangannya maka banyak sekali jenis konfigurasi pendidikan di atas sesuai dengan konsep yang diutarakan oleh Randall Collins,1979 ( dalam Sanderson ,1993 : 489) perihal tiga tipe dasar pendidikan yang hadir di semua dunia/global, yakni:

  • Pertama jenis pendidikan keterampilan dan simple/praktis, yakni pendidikan yang dilaksanakan untuk menyampaikan bekal keterampilan maupun kemampuan teknis tertentu agar dapat diaplikasikan kepada bentuk mata pencaharian warga. Jenis pendidikan ini mayoritas kepada dalam masyarakat/warga yang masih sederhana baik itu berburu maupun meramu, nelayan atau juga warga/rakyat agraris awal.
  • Pendidikan kelompok/grup status, yaitu pengajaran yang diupayakan buat mempertahankan prestise, simbol dan hak-hak istimewa (privilige) kelompok/gerombola elit dalam warga yang mempunyai pelapisan sosial. Pada umumnya pendidikan ini dibuat bukan untuk dipergunakan pada pengertian teknis serta seringkali diserahkan pada pengetahuan serta diskusi badan-badan pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara luas sudah mulai di temui dalam masyarakat/rakyat agraris serta industri.

Tipe pendidikan birokratis yang diciptakan sang pemerintahan buat melayani kepentingan kualifikasi pekerjaan yang berafiliasi dengan pemerintahan dan bermanfaat juga menjadi wahana sosiolisasi politik dari contoh pemerintahan pada masyarakat awam. Tipe pendidikan ini pada biasanyanya memberi fokus pada ujian, syarat kehadiran, peringkat serta derajat. Demikianlah tipe-tipe pendidikan tadi telah mewarnai corak kehidupan rakyat. Pada dasarnya ketiga jenis pendidikan di atas selalu hadir dalam setiap warga/masyarakat, hanya saja presentasi penerapan salah satu karakter pendidikan berbanding searah menggunakan contoh warga yang terbentuk. Tapi tidak bisa dipungkiri pula ternyata gelombang sejarah dunia juga menentukan contoh konfigurasi rakyat dunia secara global dan dalam hal ini juga mempunyai dampak bagi iklim pendidikan/pengajaran.

  • Inilah pendidikan formal yang biasa dikenal oleh masyarakat/rakyat menjadi "schooling". buat melihat latar belakang dari menyeruaknya situasi sosial global pendidikan demikian, di kesempatan lain Randall Collins pada  karya Sanderson (1993: 429) pula mengatakan analisis fungsional untuk mengungkapkan perluasan pendidikan terbaru sebagai dampak dari lahirnya kebutuhan-kebutuhan kualifikasi mahir bagi corak warga modern.
  • Pendidikan dicermati mempunyai donasi positif demi menjalankan roda perekonomian dan putaran gerigi-gerigi mesin industri warga pendukungnya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain yaitu: 
  • Persyaratan pendidikan berasal pekerjaan-pekerjaan pada masyarakat/rakyat industri yang terus meningkat/naik semakin tinggi menjadi dampak dari adanya perubahan teknologi yang mempunyai dua aspek yaitu
  •  Proporsi pekerjaan yang memerlukan keterampilan yang rendah berkurang sementara proporsi yang memerlukan keterampilan tinggi bertambah/ meningkat. 
  •  Pekerjaan-pekerjaan yang sama terus mempertinggi/menaikkan persyaratan keterampilannya.
  •  Pendidikan formal memberi pelatihan yang dibutuhkan kepada orang-orang untuk menerima pekerjaan yang berketerampilan lebih tinggi.

Menjadi dampak dari yang disebut di atas, persyaratan pendidikan buat bekerja terus meningkat serta semakin banyak orang yang dituntut buat menghabiskan waktu yang lebih lama di sekolah. Dari analisis tersebut kiranya cukup jelas pemahaman/kesadaran kita bila warga Indonesia/masyarakat indonesia sejak kemerdekaannya tidak pernah lepas dari kehidupan pendidikannya.  

Dengan menggunakan upaya penerapan sekolah secara merata bagi masyarakat/warga kepada semua penjuru tanah air bisa kita nikmati manfaat/kegunaan besarnya dalam membantu menopang ekskalasi kemajuan serta kesejahteraan masyarakat Indonesia. Baik itu paras material hasil pembangunan fisik wilayah negara kita maupun peningkatan pola pikir manusia Indonesia yang semakin cerdas/pintar sebagai bukti kuat prestasi pendidikan kita. Mampu disimpulkan jua bahwa alam reformasi yang kita nikmati ketika ini ialah salah satu aspek jerih payah kerja sekolah-sekolah di Indonesia (termasuk perguruan tinggi) demi mencapai cita-cita/harapan rakyat Indonesia. Pada konteks sosial, pendidikan juga mempunyai fungsi serta peran lain yang berkorelasi dengan menggunakan  kekuatan-kekuatan kolektif yang telah mapan.

B.  Fungsi Sekolah Bagi Masyarakat

          Kolerasi Sekolah dengan rakyat adalah salah satu bidang garapan adminstrasi pendidikan. Sekolah ialah bangunan atau lembaga untuk proses pembelajaran serta mengajar, tempat mendapatkan dan memberi pelajaran (menurut tingkatannya). Kata "sekolah" adalah konsep yang luas, yang mencakup forum pendidikan formal ataupun forum pendidikan non formal sedangkan kata "warga" adalah konsep yang mengacu pada seluruh individu, grup, forum atau organisasi yang berada diluar sekolah menjadi  forum pendidikan. 

Sekolah menjadi patner warga didalam melaksanakan fungsi pendidikan pada konteks ini, berarti keduanya yaitu sekolah serta masyarakat ditinjau  menjadi pusat-pusat pendidikan yang potensial dan memiliki kolerasi yang fungsional. Sekolah adalah tempat untuk menimba/mencari ilmu serta menerima pendidikan formal. Menurut Purwanto (1990) Sekolah adalah forum sosial yang berfungsi untuk melayani anggota-anggota masyarakat/rakyat dalam bidang pendidikan. Jadi, seorang anggota rakyat berhak menerima pelayanan pada bidang pendidikan dari sekolah. Seorang anggota rakyat yang menginjakkan kaki pada sekolah absolud berharap untuk mendapatkan.  

Secara fundamental sekolah bertugas untuk menyampaikan/memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan seorang agar ia bisa menapaki perjalanan kedewasaannya secara utuh serta tersalurkannya bakat-talennta potensial yang ia miliki. Tetapi pada konteks/peran sosial pada kenyataannya sekolah memiliki beberapa fungsi yakni:

1. Sekolah mempersiapkan seorang buat menerima suatu pekerjaan

2. Sebagai alat/ indra pemindahan kebudayaan

3. Sekolah mengajarkan peranan sosial

4. Sekolah menyediakan energi pembangunan

5. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasip

6. Membangun integrasi sosial

7. Kontrol sosial pendidikan  Pendidikan Dalam Pembaruan Masyarakat

C.   PENGERTIAN PEMBARUAN

a, Definisi pembaruan (Innovation) berdasarkan pendapat Rogers (1995) "pembaruan" merupakan "An idea, practice, or object that is perceived as new by individual or other unit of adoption". Berdasarkan manajemen SDM, Peter Drucker (Hesselbein, et al, 2002) mengatakan bahwa pembaruan merupakan "A change that creates a new dimension of performance". Sesuai penerangan kedua orang di atas pembaruan bisa diartikan sebagai perubahan, inspirasi atau gagasan yang memotivasi seseorang menjadi penggunaan dalam bekerja dan berkarya jauh tidak selaras dan lebih baik asal sebelumnya atau membentuk kinerja yang baru. Pembaruan terjadi secara beriringan dengan menggunakan timbulnya tantangan sebab setiap pembaruan mengakibatkan orang berada dalam situasi berbeda dan memerlukan penyesuaian diri. 

b. Aspek kebaruan (Newness) Suatu aktivitas, proses, produk atau temuan ilmiah diklaim menjadi pembaruan karena kegiatan, proses, produk atau temuan ilmiah itu sebelumnya belum pernah terdapat atau belum pernah digunakan sebagai akibatnya  mempunyai aspek kebaruan. Aspek kebaruan bersifat cukup. Pembaruan itu diklaim baru terhitung semenjak mulai diperkenalkan pada warga/rakyat atau khalayak eksklusif.

c. Temuan ulang (Reinvention) Rogers menambahkan bahwa selain pembaruan bisa dilakukan reinvention atau temuan ulang. Temuan ulang artinya proses siklus-ulang pembaruan sebab pembaruan tadi sudah dimodifikasi atau diubah sesuaikan menggunakan kebutuhan warga sebagai pengguna, atau akibat kaji-ulang suatu aktivitas adopsi serta implementasi pembaruan. Umumnya pembaruan yang bisa dimodifikasi biasanyalebih praktis diterima serta banyak digunakan oleh rakyat.

Ada para pendidik yang menaruh kepercayaan/agama yang besar sekali akan kekuasaan pendidikan dalam menghasilkan warga baru. Oleh sebab itu setiap anak diperlukan memasuki sekolah serta bisa diberikan pandangan baru perihal warga yang lebih indah daripada yang sebelumnya. Sekolah bisa merubah  serta menghasilkan kembali rakyat baru.  Pihak yang berkuasa di sebuah negara biasa memakai sekolah untuk mempertahankan dasar-dasar rakyat yang ada. Dalam paparan politik pendidikan serta adat/kebiasaan, apa yang terjadi pada lapangan menyiratkan bahwa perkembangan aspek akademik/intelektualitas lebih menerima tekanan, meskipun masih terbatas pada paparan hafalan, belum sampai tataran/paparaan pemahaman, apalagi tataran berpikir kritis/serius menggunakan penalaran yang lebih baik. Yang lebih memprihatinkan ialah fenomena bahwa anak-anak SD sudah kehilangan kesempatan menyebarkan diri secara masuk akal karena proses pembelajarannya terlalu akademik seperti disinyalir banyak kalangan, contohnya oleh Suyanto (1999).

Bahwa pendidikan ditujukan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya dengan segala identitas yang ideal hanyalah arti retorika politik belaka, nyaris tidak pernah diupayakan agar diterapkan dalam acara nyata (di tingkat sekolah dan kelas). Bahkan di periode 1993-1998 lingkup aspek yang menerima tekanan lebih sempit lagi, adalah menyiapkan lulusan yang siap digunakan. Dengan kata lain, aspek-aspek afektif (nilai-nilai sosial-senibudaya seta kepribadian/tabiat) serta aspek keterampilan/kesehatan jasmani dan aspek keterampilan interaktif/komunikasi nyaris tidak tergarap. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dunia pendidikan sudah kehilangan jiwa 57 57 kependidikannya, serta yang masih ada ialah jiwa pengajaran/pedadogi, itupun masih pada taraf pencapaian yang sangat rendah dan tataran pembelajaran yang rendah pula, serta lingkup garapan yang sempit pula. Proses pendidikan yang demikian itu sepertinya sudah membentuk manusia yang kurang bisa berpikir jernih, cenderung memandang persoalan secara "simplistik" sebagai akibatnya tidak bisa mengenali inti persoalan yang sebenarnya menggunakan dampak ketidakmampuan memecahkannya, sangat kurang cerdas secara emosional sehingga kurang bisa mengendalikan emosi, mudah dihasut dan tanpa beban moral "bisa" mengganggu fasilitas-fasilitas publik, yang sebenarnya milik mereka juga, serta kurang cerdas secara spiritual sehingga kurang bisa memakai ajaran agamanya untuk menuntun hidupnya.

Pertama, perubahan hendaknya dilakukan pada politik pendidikan dan kebudayaan/adat. Hendaknya ditegaskan oleh Depdiknas bahwa pembangunan pendidikan diarahkan untuk membentuk/membimbing manusia yang berkepribadian Indonesia yang bertenaga, menggunakan ciri-ciri yang telah disebut di muka, yang semua pengembangan dirinya dapat secara proporsional memenuhi kepentingan pribadi, masyarakat/rakyat serta bangsa, serta juga memiliki wawasan global  serta mampu bersaing secara global/mendunia. 

Kedua, membumikan proses pendidikan/ pendadogi, terutama di tingkat pendidikan dasar, lebih-lebih pada SD, untuk menyampaikan hak-hak anak pada menjalani kehidupan masa kecilnya sinkron menggunakan taraf pertumbuhan dan perkembangannya.

Melihat taraf pertumbuhan serta perkembangannya, aktivitas pembelajaran kepada SD/sekolah dasar, lebih-lebih kepada kelas-kelas rendah/kelas-kelas awal (kelas 1-3), hendaknya dilakukan secara terpadu alami, diikat menggunakan issue tematik, bukan terkotak-kotak sesuai bidang studi. Selain itu, proses pembelajaran hendaknya dilaksanakan pada bentuk aktivitas yang sinkron, diikuti menggunakan dialog interaktif di kelas serta tugas-tugas yang melibatkan pemecahan perkara bersama, dalam bahasa yang bisa mereka tangkap.

Sebagai contoh, pelajaran bisa diberikan dalam bentuk ceritera, yang di dalamnya terdapat persoalan hitung menghitung, persoalan kehidupan sosial-budaya agama, masalah IPA dsb. Dalam memahami dan memnyampaikan persoalan-persoalan itulah, pengembangan keterampilan bahasa dikembangkan. Dengan kata lain, pendagogi bahasa menerapkan "the whole language approach" (Jenson, 1999).

Semenjak dini anak-anak seharusnya didorong untuk mengekspresikan/menampakkan ekspresi diri secara kreatif,inovatif,produktif, baik secara lisan maupun tertulis. Singkatnya, kegiatan-kegiatan pembelajaran/proses belajar hendaknya secara intensif melibatkan murid, untuk mengembangkan kecerdasan spiritual, intelektual serta emosional, membantu anak mengenal diri sendiri serta lingkungannya, dan membantu anak mengembangkan tumbuhnya jasmani yang sehat.

Dengan demikian, aspek kependidikan menerima penekanan yang lebih berat. Pendekatan yang demikian memungkinkan dipadukannya penanaman banyak sekali nilai kehidupan dalam talian tema. Murid hendaknya dibuat "kerasan" terhadap sekolah, serta keberhasilan membuat mereka demikian ialah sebuah keberhasilan yang perlu dihargai. Pengukuran keberhasilan belajar anak dilakukan lewat pengamatan terpandu yang sahih serta handal terhadap sikap anak dari semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, psikomotor, keterampilan sosial (Romiszowski, 1981). Keempat pilar pendidikan seumur hidup yang disarankan UNESCO perlu dipertimbangkan penerapannya (Delors, 1997): (1) Learning to Know; (2) Learning to Do; (3) Learning to Be; (4) Learning to Live Together.

Ketiga, pengertian 'mutu' hendaknya diukur dari segi hakikat pengembangan potensi manusia yang tidak mungkin sama, karena adanya perbedaan potensi, perbedaan lingkungan serta perbedaan kebutuhan hidupnya. 'Mutu' bisa setara namun segi penampilan/kinerja bisa saja tidak sama. Sebagai contoh, lulusan SD dan SLTP yang bermutu di daerah nelayan bisa tampil berbeda dengan lulusan SD dan SLTP yang bermutu di daerah industri tapi mempunyai  kadar mutu yang sama, misalnya saling percaya diri, sama-sama memahami konsep-konsep IPA tetapi pada konteks lingkungannya masing-masing sehingga konsep yang sama diamati pada gejala alam yang tidak sama.

Anak yang hidup di daerah nelayan bisa dengan lancar memaparkan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala alam (contohnya pergerakan angin yang bisa membantu para nelayan merencanakan kegiatannya). Anak yang tinggal di daerah industri bisa menjelaskan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang pentingnya mengendalikan polusi di sekitar pabrik dan amatannya terhadap dampak polusi serta langkah-langkah untuk menerapkannya. Dengan pemahaman tentang 'mutu' yang demikian, alat pengukur hasil belajar pun menggunakan sendirinya yang tidak sama, lebih-lebih untuk bidang-bidang yang bermuatan nilai-nilai budaya.

D.  Pengaruh Pendidikan Terhadap Lingkungan Sekolah

            Pendidikan seringkali dianggap sebagai proses atau hasil. Marimba (1987:19) mengemukakan bahwa Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh seorang pendidik/guru terhadap perkembangan jasmani serta rohani sang terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang primer. Unsur-unsur yang ada dalam pendidikan kali ini adalah:

 

  • Usaha (aktivitas), usaha/perjuangan itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) serta dilakukan secara sadar
  •  Ada pendidik, pembimbing, atau penolong;
  •  Ada yang didik atau si terdidik
  • Bimbingan itu memiliki dasar serta tujuan

Pendidikan Seni, praktik, atau profesi menjadi guru/pengajar,  Ilmu yang sistematis atau penagajaran yang bersangkutan dengan prinsip dan metode-metode/konsep mengajar, supervisi, serta bimbingan murid, dalam arti luas digantikan menggunakan istilah pendidikan 10 11 UU No. 20 Tahun 2003: Pendidikan merupakan usaha sadar serta terpola untuk menjadikan suasana belajar serta proses pembelajaran agar anak didik secara aktif mengembangkan/menumbuhkan potensi dirinya untuk mempunyai tenaga spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan/kepandaian, akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan dirinya, rakyat, bangsa serta Negara.

 Dari beberapa pendapat di atas, meskipun berbeda-beda secara redaksional, namun secara essensial ada kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang ada di dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan sebuah proses bimbingan, tuntutan atau pimpinan yang didalamnya terdapat unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya. Lingkungan merupakan suatu tempat di mana terjadi proses interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.

 Lingkungan adalah tempat/daerah seseorang berinteraksi baik dengan orang di sekitarnya ataupun dengan alam. Menyatakan bahwa " lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan serta makhluk hidup, termasuk manusia/insan dan perilaku/wataknya yang mempengaruhi kelangsungan perilaku kehidupan, kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya". Sedangkan menurut Fuad (2008: 16), Lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak didik. Lingkungan bisa berupa hal-hal yang konkret, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, sosial-ekonomi, hewan, kebudayaan, kepercayaan/agama, serta upaya lain yang dilakukan manusia termasuk di dalamnya pendidikan. Hamalik (2005:195) mengungkapkan bahwa "Lingkungan merupakan sesuatu yang ada di dalam kurang lebih yang mempunyai makna dan/atau efek tertentu pada individu".

Kadir (2012:159) "Lingkungan pendidikan adalah salah satu tempat dimana seseorang mendapatkan pendidikan secara langsung atau tidak langsung". Dengan kata lain lingkungan pendidikan ialah segala sesuatu yang melingkupi proses berlangsungnya pendidikan. Soedomo Hadi ( 2005:79), "Lingkungan itu bisa berwujud sebagai lingkungan fisik, lingkungan budaya, lingkungan alam, lingkungan sosial serta lingkungan spiritual".

Sedangkan Tirtarahardja dan La Sulo ( 1994:168) pendidikan merupakan "latar tempat berlangsungnya pendidikan". "Lingkungan pendidikan ialah segala syarat  dan efek dari luar terhadap aktivitas pendidikan"( Hadikusumo, 1996:74 ). Dari beberapa pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di dalam maupun di luar individu baik yang bersifat fisiologis, psikologis, ataupun sosio-kultural yang berpengaruh tertentu terhadap individu. Lingkungan mencangkup semua syarat-syarat dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mensugesti tingkah laku/perilaku kita, pertumbuhan/perkembangan, serta tumbuh kembang kita kecuali gen-gen.

Faktor-faktor Pendidikan Sutari Imam (1986:35), bahwa perbuatan mendidik dan di didik memuat factor-faktor tertentu yang memengaruhi dan memilih, yaitu:

1. Adanya tujuan yang hendak dicapai.

2. Adanya subjek manusia (pendidik serta murid) yang melakukan pendidikan.

3. Yang hidup bersama-sama dalam lingkungan hidup tertentu (milieu).

4. Yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.

a)Faktor Tujuan

Setiap aktivitas apapun bentuk/rupa dan jenisnya, sadar atau tidak sadar, selalu diharapkan kepada tujuan yang akan dicapai. Bagaimanapun segala sesuatu atau usaha yang tidak memiliki tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Dengan demikian, tujuan ialah faktor yang sangat menetukan. UU No. 2 Tahun 1989

Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu: Mencerdasakan kehidupan bangsa serta membuat manusia Indonesia seutuhnya, ialah manusia yang beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti Luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan/kerakyatan dan kebangsaan. Hasbullah (2013:12-13)  Fungsi tujuan bagi pendidikan:

1. Sebagai arah pendidikan.

2. Tujuan menjadi titik akhir.

3. Tujuan menjadi titik pangkal mencapai tujuan lain.

4. Memberi nilai pada usaha yang dilakukan/dilaksanakan.

b) Faktor Pendidik Marimba (1987:37) "pendidik merupakan orang yang menyangga/membawa pertanggung jawaban kepada mendidik". Nugroho (1988:43) pengertian pendidik meliputi:

1. Orang dewasa

2. Orang tua

3. Guru/pendidik

4. Pemimpin masyarakat/rakyat

5. Pemimpin agama

c)Faktor Anak Didik

1. Anak didik/murid merupakan setiap orang  yang mendapatkan dampak dari seorang atau segerombol orang yang melaksanakan aktivitas pendidikan. Sutari Imam (1986:39) murid merupakan "anak (pribadi yang belum dewasa) yang diberikan kepada tanggung jawab pendidik". Meichati Siti (1976:26) karakteristik anak didik, di antaranya:

2. Belum mempunyai pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik.

3. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sebagai akibatnya masih menjadi tanggung jawab pendidik.

4. Sebagai manusia/insan mempunyai sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu, menyangkut seperti kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, perbedaan individual dan sebagainya.

5. Faktor Alat Pendidikan. Alat pendidikan merupakan sebuah tindakan atau situasi/keadaan yang sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan tertentu. Marimba (1987:50) "alat pendidikan ialah faktor pendidikan yang sengaja dibuat serta digunakan demi pencapaian yang diinginkan/dituju".

6. Faktor Lingkungan Tanlain Wens (1989:39).

E. PENGERTIAN PERILAKU

          Myers (1983) dalam Walgito (2003:124) beropini bahwa perilaku itu adalah sesuatu yang akan terkena banyak pengaruh dari lingkungan. Berdasarkan Wawan dan Dewi (2010:48) perilaku merupakan respon individu terhadap sebuah stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan memikili frekuensi spesifik, durasi serta tujuan baik disadari atupun tidak. Menurut pengertian perilaku berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka perilaku peduli rakyar/warga terhadap lingkungan itu penting karena akan berpengaruh pada terjaganya keseimbangan serta kelestarian lingkungan itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun