H.M. Farid Ma.ruf
Penasihat            : Ki Bagus Hadikusumo
K.H. Wahab Chasbullah
Setelah pengurus pusat terbentuk Masyumi baru diresmikan pada tanggal 7 Agustus 1945, ketika Jepang mulai sibuk dalam pertahanya dalam perang pasifik. Â Proses menuju kemerdekaan dan pembentukan negara kesatuan republik Indonesia melibatakan banyak tokoh Islam . Pada awal 1945 Jepang semakin terdesak pada perang pasifik sehingga memberikan restu berdirinya Masyumi. Peresmian Masyumi juga diharapkan dapat membantu Jepang dalam Perang Pasifik (Kayyis, 2015:25) Â . Perkembangan kebijakan pemerintahan militer Jepang yang mendukung umat Islam dan aktivis nasionalis non-Islam ternyata mengecewakan. Karena pada kenyataanya tetap saja rakyat Indonesia kurang menguntungkan atau mendukung Jepang pada Perang Pasifik. Pada bulan Maret 1943, pemerintah militer Jepang melakukan alternatif politik dengan membentuk PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) sebagai upaya untuk lebih mendapat dukungan dalam Perang Pasifik.
PUTERA berada di bawah pengawasan ketat pihak Jepang, tetapi empat orang Indonesia yang terkemuka diangkat sebagai pengurusnya, yaitu Ir.Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Masuknya K.H. Mas Mansur dalam PUTERA, maka salah satu pemimpin Islam berhasil menduduki kepemimpinan organisasi nasionalis. Kebijakan PUTERA adalah mengumpulkan rakyat Indonesia untuk membantu pemerintah militer Jepang.
 Pemerintah militer Jepang juga membuat kelompok dalam bentuk suatu korps pemuda yang bersifat semi militer (seinendan) yang dibentuk pada bulan April 1943 untuk para pemuda Indonesia yang berusia antara 14 dan 25 tahun, sedangkan untuk para pemuda yang berusia 25--30 tahun dibentuklah suatu korps kewaspadaan (keibodan) sebagai organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu yang bertugas diwilayah Indonesia. Seinenden dan keibonden bertugas dalam negeri tidak dibawa keluar dari wilayah Indonesia karena pendidikan yang diberikan oleh tentara Jepang  hanya sebagian saja dari pendidikan militer Jepang  sehingga tidak memungkinkan jika dibawa ke medan pertempuran langsung.
Pada pertengahan tahun 1943 akhirnya juga dibentuklah Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut pemerintah militer Jepang, namun sifatnya juga masih pasukan pembantu tentara Jepang  bukan secara resmi masuk dalam kesatuan tentara pemerintah militer Jepang. Situasi Perang Pasifik semakin memojokan Jepang sehingga harus menambah pasukan akan tetapi kondisi yang terjadi menyebabkan pemerintah militer Jepang harus mengambil pasukan dari Indonesia, akhirnya dibentuklah pasukan pembantu yaitu heiho. Setelah penambahan heiho 42.500 prajurit Jepang  masih kekurangan dalam Perang Pasifik, maka pada tanggal 3 Oktober 1943 Jepang  mengeluarkan Osamu Seirei No.44 tentang pembentukan PETA (Pembelah Tanah Air) sebagai tentara sukarela yang berasal dari rakyat Indonesia yang membantu pemerintah militer Jepang  dalam perang Pasifik (Kayyis, 2015:29)
Pembentukan PETA dimulai dengan dibukanya Pusat Latihan Pemimpin (PLP) yang berada di Bogor Pelatihan dilaksanakan selama 25 Hari untuk para calon pemimpin PETA. Pelatihan terhadap pemimpin ini diawali perekrutan ke daerah-daerah dengan penunjukan perwira-perwira. Secara resmi pelatihan pertama dilaksanakan 15 Oktober 1943, kurikulumnya sendiri diadaptasi dari pendidikan perwira cadangan Jepang. Angkatan pertama daidan dilantik dalam upacara di lapangan Gambir 8 Desember 1943.Â
Kemudian pada 18 Januari  1944 pelatihan yang awalnya disebut renseitai dirubah menjadi boei giyugun kanbu kyoikutai atas prakarsa Kapten Yanagawa karena ingin meningkatkan pusat pelatihan menjadi pendidikan. Karena bentuk pendidikan diubah menjadi pelatihan dan pendidikan maka waktunya diperpanjang menjadi lebih lama yaitu empat bulan untuk shodanchou (komandan pleton), tiga bulan untuk chudancho (komandan kompi) dan dua bulan untuk daidancho (komandan Batalyon), masa pendidikan dibedakan karena target kemampuan yang dicapai berbeda pada setiap tingkatan (Hadi,1997:16).
Tugas PETA sendiri merupakan pasukan teritorial mempertahankan wilayah Indonesia dalam hal ini adalah Jawa dan Bali dari serangan Sekutu yang sebenarnya Belanda ingin kembali menguasai Indonesa, namun berkedok sebagai sebagai Sekutu. Angkatan pertama kyoukutai disebar ke wilayah Jawa bagian selatan sedangkan angkatan kedua ke wilayah bagian utara. Untuk mempermudah kinerja PETA maka para daidancho ditunjuk dari para tokoh masyarakat sedangkan shodanchou adalah para pelajar. Lalu chudancho dipilih karena profesi seperti guru dan pamong praja meskipun pada kenyataannya begitu banyak tokoh-tokoh dari muslim mengisi posisi di struktural PETA. Karena memang tokoh masyarakat yang dianggap mampu menggerakan masa adalah tokoh muslim atau ulama' hal ini terbukti karena 66 komandan Batalyon dari 69 Batalyon adalah muslim dan sekitar 20 adalah kyai (Sunyoto, 2017:24).
Pemerintah militer Jepang sangat serius dalam menggarap pembentukan PETA karena pemerintah militer Jepang membutuhkan sumber daya manusia dalam melawan Sekutu. Pada masa sebelumnya PUTERA dibentuk pemerintah militer Jepang namun PUTERA dan segala bentuk aktifitasnya dirasa kurang menguntungkan terhadap kepentingan pemerintah militer Jepang. Sehingga sebagai antisipasi pemerintah militer Jepang mengganti PUTERA dan membentuk Java Hokokai untuk lebih membantu pasukan Jepang di perang pasifik, Java Hokokai bertugas melakukan propaganda melalui tokoh-tokoh penting Indonesia dengan pengawasan penuh pejabat militer Jepang.