Muhammad Faruq Amrulloh
amrullohfaruq@gmail.com
ABSTRAKÂ : Awal kemerdekaan Indonesia seluruh rakyat terlibat dalam upaya mempertahankan kemerdekaan tidak terkecuali kalangan pesantren. Kalangan pesantren merupakan kelompok islam yang menempuh pendidikan agama dalam satu lingkungan yang disebut dengan pesantren. Mayoritas penduduk Indonesia beragama islam maka banyak pula penduduk Indonesia dari kalangan Pesantren. Ketelibatan pesantren selain dalam mempertahankan kemerdekaan sebelumnya juga ikut dalam proses meraih kemerdekaan baik dalam masa penjajahan Belanda maupun Jepang. Kalangan pesantren membentuk kelompok semi militer untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kata kunci: kemerdekaan, islam, laskar Hizbullah,
ABSTRACT : At the beginning of Indonesia's independence, all the people were involved in defending independence, including pesantren. pesantren are an Islamic group that takes religious education in an environment known as pesantren. The majority of Indonesia's population is Muslim, so there are also many Indonesians from pesantren. The involvement of the pesantren, apart from defending previous independence, also participated in the process of gaining independence both during the Dutch and Japanese colonial times. Pesantren formed a semi-military group to fight for Indonesian independence.
Kata kunci: independent, islam, laskar Hizbullah,
Pada tahun 1942 Belanda menyerah kepada Jepang sehingga kekuasaan Belanda terhadap wilayah Hindia Belanda atau Indonesia diserahkan kepada Kekaisaran Jepang melalui sebuah pemerintah militer Jepang yang sudah dibentuk di Indonesia. Pada masa Jepang organisasi kemasyarakatan semakin berkembang terlebih Jepang berusaha mendapat lebih banyak simpati rakyat Indonesia untuk mendapatkan bantuan menghadapi Sekutu dalam perang pasifik. Organisasi bentukan Jepang tersebut antara lain adalah PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), Java Hokokai, serta PETA (Pembela Tanah Air). Sikap dan kebijakan Jepang terhadap Islam terbukti berbeda dengan sikap Belanda terhadap Islam dalam artian politik, pihak Jepang berusaha membujuk para ulama Islam untuk bekerja sama dengan Jepang.
Pihak Jepang melakukan upaya pendekatan kepada tokoh-tokoh Islam  baik dari Muhammadiyah maupun NU, sedangkan Sarekat Islam  ketika masa Jepang sudah mulai pecah namun tetap didekati oleh Jepang. Sebagai bentuk kebijakan politiknya memberikan ijin MIAI beraktifitas sebagai organisasi gabungan umat Islam Indonesia.Â
Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) yang merupakan wujud gagasan persatuan dan kesatuan bangsa yang tumbuh dari kalangan Islam dengan maksud untuk mengatasi berbagai kendala dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. MIAI merupakan peleburan dari berbagai organisasi Islam  yang ada di Indonesia yang dibentuk pada tanggal 25 September 1937 di Surabaya. Pencetus dibentuknya MIAI ialah K.H Mas Mansyur dari Muhammadiyah dan K.H Abdul Wahab Chasbullah dari NU. Berbagai aktifitas MIAI berdampak baik bagi Jepang karena terbukti di pulau Jawa tidak ada satu pun perlawanan rakyat yang serius sampai tahun 1944.
Pemerintahan militer Jepang membiarkan MIAI sebagai satu-satunya gerakan umat Islam  Indonesia, namun muncul kecurigaan kepada tokoh MIAI sehingga dilakukan penangkapan oleh Jepang. Penangkapan dilakukan kepada K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Mahfud Sidiq pada 1942. Meski demikian, menurut Khoirul Anam penangkapan keduanya karena menolak melaksanakan sekeirei yakni membungkuk hormat ke arah timur kepada Kaisar Tenno(Kayyis, 2015:20)  Keputusan Jepang berubah karena pada bulan September 1942 di Jakarta diselenggarakan konferensi para pemimpin Islam yang menghasilkan hasil-hasil yang mengecewakan pihak Jepang. Kongres dilakukan setelah K.H.Hasyim Asyari dibebaskan pada tanggal 18 Agustus 1942. Pihak Jepang berharap akan mengganti MIAI dengan suatu organisasi yang berada dibawah arahan mereka. Jepang pada dasarnya sudah melihat MIAI kurang dinamis dan kurang bergelora dalam menopang perang Jepang.
Akhirnya pada bulan Oktober 1943 MIAI resmi dibubarkan. Setelah itu Jepang mendirikan sebuah kantor bernama Shumubu (Kantor Urusan Agama) sebagai penganti MIAI, didirikan di Jakarta. Pada tahun 1944 dibuka cabang-cabangnya di daerah yang diberi nama Shumuka di seluruh wilayah Indonesia. Â Shumubu pada mulanya dikepalai oleh tentara Jepang yaitu Kolonel Horie, namun Shumubu tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan karena tidak mampu memobilitaskan rakyat. Masyarakat Islam Indonesia saat itu sulit untuk dipimpin oleh orang asing.Â
Oleh karena itu, Kolonel Horei digantikan oleh Profesor Hoesein Djajaningrat tetapi karena sebagai pakar agama Islam yang tidak pernah memimpin organisasi sosial Islam menyebabkan dia mempunyai pengaruh pada masyarakat Islam Indonesia. Kemudian diadakan lagi proses reorganisasi Shumubu dengan digantikanya ketua Shumubu oleh K.H.Hasyim Asy'ari. Jepang pada awalnya mengundang seluruh tokoh Islam di Jawa dan Madura kemudian forum menunjuk K.H. Hasyim Asyari sebagai ketua Shumubu. Karena faktor usia yang sudah cukup tua maka aktivitas harian diserahkan kepada wakilnya sekaligus putranya Wahid Hasyim.
Meski MIAI dibubarkan, kaum muslimin menduduki bagian penting dalam organisasi politik pemerintahan militer Jepang. MIAI juga masih berpengaruh dalam perjuangan kemerdekaan terlebih sebelum dibubarkan MIAI memiliki kantor di Jakarta dan menerbitkan majalah "Suara Islam " atas usul dua ormas besar Muhammadiyah dan NU (Kayyis,2015:23) Keberadaan majalah ini mempengaruhi umat Islam di Indonesia untuk bersatu sebagai bangsa Indonesia. Setelah MIAI dibubarkan tokoh NU dan Muhammadiyah mendirikan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) sebagai organisasi pengganti MIAI tanpa tekanan dari Jepang. Pada rapat 25 Januari 1944 di Jakarta para tokoh Islam membentuk pengurus Masyumi pusat sebagai berikut:
Ketua Besar          : K.H.Hasyim Asyari
Ketua Muda I Â Â Â Â Â Â Â Â : K.H. Wahid Hasyim
Ketua Muda II Â Â Â Â Â Â Â : A.Mukti
Pembantu            : K.H.Mochtar
Kartosudarmo
Zainul Arifin
K.H. Mas Mansur
K.H. Sadri                           Â
H.M. Hasyim
K.H. Nachrawi Thahir
H.M. Farid Ma.ruf
Penasihat            : Ki Bagus Hadikusumo
K.H. Wahab Chasbullah
Setelah pengurus pusat terbentuk Masyumi baru diresmikan pada tanggal 7 Agustus 1945, ketika Jepang mulai sibuk dalam pertahanya dalam perang pasifik. Â Proses menuju kemerdekaan dan pembentukan negara kesatuan republik Indonesia melibatakan banyak tokoh Islam . Pada awal 1945 Jepang semakin terdesak pada perang pasifik sehingga memberikan restu berdirinya Masyumi. Peresmian Masyumi juga diharapkan dapat membantu Jepang dalam Perang Pasifik (Kayyis, 2015:25) Â . Perkembangan kebijakan pemerintahan militer Jepang yang mendukung umat Islam dan aktivis nasionalis non-Islam ternyata mengecewakan. Karena pada kenyataanya tetap saja rakyat Indonesia kurang menguntungkan atau mendukung Jepang pada Perang Pasifik. Pada bulan Maret 1943, pemerintah militer Jepang melakukan alternatif politik dengan membentuk PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) sebagai upaya untuk lebih mendapat dukungan dalam Perang Pasifik.
PUTERA berada di bawah pengawasan ketat pihak Jepang, tetapi empat orang Indonesia yang terkemuka diangkat sebagai pengurusnya, yaitu Ir.Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Masuknya K.H. Mas Mansur dalam PUTERA, maka salah satu pemimpin Islam berhasil menduduki kepemimpinan organisasi nasionalis. Kebijakan PUTERA adalah mengumpulkan rakyat Indonesia untuk membantu pemerintah militer Jepang.
 Pemerintah militer Jepang juga membuat kelompok dalam bentuk suatu korps pemuda yang bersifat semi militer (seinendan) yang dibentuk pada bulan April 1943 untuk para pemuda Indonesia yang berusia antara 14 dan 25 tahun, sedangkan untuk para pemuda yang berusia 25--30 tahun dibentuklah suatu korps kewaspadaan (keibodan) sebagai organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu yang bertugas diwilayah Indonesia. Seinenden dan keibonden bertugas dalam negeri tidak dibawa keluar dari wilayah Indonesia karena pendidikan yang diberikan oleh tentara Jepang  hanya sebagian saja dari pendidikan militer Jepang  sehingga tidak memungkinkan jika dibawa ke medan pertempuran langsung.
Pada pertengahan tahun 1943 akhirnya juga dibentuklah Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut pemerintah militer Jepang, namun sifatnya juga masih pasukan pembantu tentara Jepang  bukan secara resmi masuk dalam kesatuan tentara pemerintah militer Jepang. Situasi Perang Pasifik semakin memojokan Jepang sehingga harus menambah pasukan akan tetapi kondisi yang terjadi menyebabkan pemerintah militer Jepang harus mengambil pasukan dari Indonesia, akhirnya dibentuklah pasukan pembantu yaitu heiho. Setelah penambahan heiho 42.500 prajurit Jepang  masih kekurangan dalam Perang Pasifik, maka pada tanggal 3 Oktober 1943 Jepang  mengeluarkan Osamu Seirei No.44 tentang pembentukan PETA (Pembelah Tanah Air) sebagai tentara sukarela yang berasal dari rakyat Indonesia yang membantu pemerintah militer Jepang  dalam perang Pasifik (Kayyis, 2015:29)
Pembentukan PETA dimulai dengan dibukanya Pusat Latihan Pemimpin (PLP) yang berada di Bogor Pelatihan dilaksanakan selama 25 Hari untuk para calon pemimpin PETA. Pelatihan terhadap pemimpin ini diawali perekrutan ke daerah-daerah dengan penunjukan perwira-perwira. Secara resmi pelatihan pertama dilaksanakan 15 Oktober 1943, kurikulumnya sendiri diadaptasi dari pendidikan perwira cadangan Jepang. Angkatan pertama daidan dilantik dalam upacara di lapangan Gambir 8 Desember 1943.Â
Kemudian pada 18 Januari  1944 pelatihan yang awalnya disebut renseitai dirubah menjadi boei giyugun kanbu kyoikutai atas prakarsa Kapten Yanagawa karena ingin meningkatkan pusat pelatihan menjadi pendidikan. Karena bentuk pendidikan diubah menjadi pelatihan dan pendidikan maka waktunya diperpanjang menjadi lebih lama yaitu empat bulan untuk shodanchou (komandan pleton), tiga bulan untuk chudancho (komandan kompi) dan dua bulan untuk daidancho (komandan Batalyon), masa pendidikan dibedakan karena target kemampuan yang dicapai berbeda pada setiap tingkatan (Hadi,1997:16).
Tugas PETA sendiri merupakan pasukan teritorial mempertahankan wilayah Indonesia dalam hal ini adalah Jawa dan Bali dari serangan Sekutu yang sebenarnya Belanda ingin kembali menguasai Indonesa, namun berkedok sebagai sebagai Sekutu. Angkatan pertama kyoukutai disebar ke wilayah Jawa bagian selatan sedangkan angkatan kedua ke wilayah bagian utara. Untuk mempermudah kinerja PETA maka para daidancho ditunjuk dari para tokoh masyarakat sedangkan shodanchou adalah para pelajar. Lalu chudancho dipilih karena profesi seperti guru dan pamong praja meskipun pada kenyataannya begitu banyak tokoh-tokoh dari muslim mengisi posisi di struktural PETA. Karena memang tokoh masyarakat yang dianggap mampu menggerakan masa adalah tokoh muslim atau ulama' hal ini terbukti karena 66 komandan Batalyon dari 69 Batalyon adalah muslim dan sekitar 20 adalah kyai (Sunyoto, 2017:24).
Pemerintah militer Jepang sangat serius dalam menggarap pembentukan PETA karena pemerintah militer Jepang membutuhkan sumber daya manusia dalam melawan Sekutu. Pada masa sebelumnya PUTERA dibentuk pemerintah militer Jepang namun PUTERA dan segala bentuk aktifitasnya dirasa kurang menguntungkan terhadap kepentingan pemerintah militer Jepang. Sehingga sebagai antisipasi pemerintah militer Jepang mengganti PUTERA dan membentuk Java Hokokai untuk lebih membantu pasukan Jepang di perang pasifik, Java Hokokai bertugas melakukan propaganda melalui tokoh-tokoh penting Indonesia dengan pengawasan penuh pejabat militer Jepang.
Jepang juga mencoba meraih simpati umat Islam melalui pondok pesantren dengan bantuan pimpinan Shumubu untuk merekrut santri di Jawa ikut pelatihan militer. Akan tetapi niatan pemerintah militer Jepang melalui KH.Wahid Hasyim sebagai pimpinan Shumubu menolak jika santri dimasukkan struktural PETA. Meski pada kenyataanya sudah banyak tokoh pesantren masuk dalam pimpinan PETA baik daidancho maupun shudancho. Keinginan Jepang merekrut santri juga karena telah ada pemberontakan PETA terhadap pemerintah Jepang. Pemerintah militer Jepang akhirnya melakukan perekrutan kalangan santri pondok pesantren yang dibedakan dari PETA maupun Heiho. Pelatihan kemiliteran khusus kalangan santri ini dilaksanakan di Cibarusa Bogor Jawa Barat dengan mendatangkan tentara Jepang (Suratmin, 2017: 34).
Satuan yang terbentuk dari peserta pelatihan ini akhirnya dinamakan sebagai Hizbullah. Kebanyakan peserta pelatihan angkatan pertama adalah santri pondok pesantren NU dan sebagian juga merupakan anggota ANO (Ansor Nahdlatul Oelama') yang merupakan organisasi kepemudaan milik NU. Hal ini memperkuat penelitian mengenai Hizbullah juga akan memerlukan kajian pada perkembangan NU sebagai organisasi penguat secara tidak langsung melalui fatwanya yang menggugah santri bergabung dalam Hizbullah.Â
Hizbullah terbentuk setelah pemerintahan militer Jepang mengalami beberapa kesulitan setelah sebelumnya membentuk beberapa organisasi tidak sesuai harapan karena banyak organisasi yang dibentuk justru mengkoordinasi rakyat Indonesia mencapai kemerdekaan. Rakyat Indonesia memang dijanjikan kemerdekaan oleh pemerintah militer Jepang seperti dalam pernyataan sikap perdana menteri Jepang pada sidang parlemen tanggal 17 September 1944 yang berlangsung di Tokyo. Jepang  memanfaatkan janji tersebut untuk meraup simpati rakyat Indonesia dan membantunya memenangkan Perang Pasifik yang terjadi antara Sekutu melawan Jerman dan Jepang  yang memang berambisi meluaskan fasisme, namun yang terjadi di wilayah Asia dan Pasifik hanya perang antara Sekutu dan Jepang
Pada 3 oktober 1943 pemerintah milter Jepang mulai mengalami kesulitan dalam melawan Sekutu. Jepang membentuk organisasi kemiliteran dari rakyat Indonesia melalui propaganda PUTERA. Organisasi militer yang dibentuk Jepang yaitu heiho dan PETA (Pembela Tanah Air). Heiho yang awalnya akan dikirim membantu prajurit Jepang dalam Perang Pasifik yang medan perangnya tersebar di berbagai negara di sekitar Benua Asia dan Laut Pasifik.
Kemungkinan rakyat Indonesia yang direkrut dalam heiho dikirim ke negara lain tapi kemungkinan itu tidak terjadi. Keputusan tersebut terjadi karena Jepang yang berusaha merekrut rakyat Indonesia agar dapat dikirim ke seluruh medan perang dan diharapkan sebagai pasukan pembantu dalam perang. Kebijakan Jepang untuk mengirim pejuang Indonesia ke negara lain ditolak oleh tokoh--tokoh penggerak perjuangan Indonesia. Para tokoh Indonesia mengharapkan rakyat Indonesia hanya berjaga dalam negeri tanpa keluar dari wilayah Indonesia, karena rakyat dirasa lebih tinggi semangatnya membelah tanah airnya (Suratmin, 2017: 19)
Pada awalnya Jepang membentuk adalah PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) pimpinan Ir.Soekarno. Pemilihan Sukarno didasari kepada kemampuannya mengumpulkan masa, tapi dalam proses pengumpulan rakyat yang besar tersebut Jepang merasa kurang diuntungkan karena kenyataannya hanya sedikit anggota yang dapat membantu Perang Pasifik. Pada kenyataannya rakyat yang dikirim tersebut hanya menjadi tenaga kasar atau romusha. Menurut Pemerintah militer Jepang lalu membentuk PETA dengan syarat rakyat dilatih oleh tentara Jepang secara langsung. Meski dalam permintaan tokoh Indonesia rakyat hanya bertahan menjaga wilayah tanah air Indonesia dari serangan Sekutu. Pelatihan yang dilaksanakan pemerintah milter Jepang adalah model pelatihan untuk prajurit infantri.
Kalangan santri pondok pesantren juga diminta mengirim peserta dalam pelatihan heiho maupun PETA. Permintaan Jepang disampaikan melalui KH.Wahid Hasyim selaku ketua Shumubu. Pemerintah militer Jepang sudah menjalin hubungan yang baik dengan umat Islam di Indonesia. Meski sejak kedatangan di Indonesia menemui konflik setelah Jepang menangkap tokoh muslim (Suratmin,2017:8). Menanggapi kejadian tersebut Jepang mengambil keputusan untuk bersikap baik kepada umat muslim Indonesia. Sikap baik Jepang dengan harapan mendapat dukungan dari umat Islam di Indonesia. Hal tersebut terbukti ketika masyarakat muslim menanggapi baik mengenai perekrutan prajurit bantuan dalam Perang Pasifik.
sikap umat Islam Indonesia berbeda dengan membentuk kemiliteran sendiri lepas dari pengaruh Jepang. K.H Wahid Hasyim sebagai perwakilan tokoh Islam meminta dibentuknya divisi tersendiri bagi santri yang membela tanah air. Kalangan santri yang dilatih sebagai pasukan pembela tanah air diberi nama sebagai Hizbullah (tentara Allah). Peserta pelatihan untuk menjadi Hizbullah didapatkan dari santri pesantren sekitaran Jawa dan Madura. Perekrutan peserta melibatkan Shumubu melalui shumuku sebagai media pengumuman. Perekrutan anggota melibatkan shumuku (Shumubu tingkatan daerah Kabupaten/Kota) karena yang mengintruksikan K.H. Wahid Hasyim sebagai pimpinan Shumubu.
Karena nama K.H. Wahid Hasyim sudah banyak dikenal oleh pengasuh pesatren sekitaran Jawa dan Madura maka tidak sulit bagi Shumubu mendapat perwakilan pondok pesatren untuk mengikuti pelatihan Hizbullah, terbukti dengan didapatlah 500 santri pada angkatan pertama. Pembentukan Hizbullah dimulai dengan mengumpulkan delegasi santri dari berbagai pesantren. Pelatihan dilakukan di Cibarusa Bogor tanggal 14 Oktober 1944 diresmikan oleh Jepang. Pelatihan diadakan di Cibarusa 28 Februari 1945 dipimpin oleh Opsir Jepang Kapten Yanagawa sebagai komandan pelatihan dibantu oleh Syudanco PETA. Selama pelatihan berlangsung prajurit ditempa dengan berbagai ilmu mulai pemakaian senjata, bela diri, hingga spiritualitas juga ditambah oleh para tokoh Islam  yang terlibat dalam pelatihan  (Sunyoto,2017: 3).
Pelatihan berlangsung selama 3 bulan ditutup dengan penguatan oleh KH. Hasyim Asyari pada 20 Mei 1945. Penutupan pelatihan tersebut juga sebagai media pengumuman susunan pengurus markas tertinggi Hizbullah dari lulusan angkatan pertama yang dibentuk oleh Masyumi, meski ketika itu Masyumi belum diresmikan namun pengurusnya sudah ada karena para pengurus Masyumi pusat tidak lain adalah tokoh MIAI yang sudah dilarang dan dibubarkan oleh pemerintah militer Jepang  yang berkedudukan di Indonesia. Pengurus Hizbullah yang dibentuk oleh tokoh umat Islam Indonesia atau dalam kata lain Masyumi seperti dikatakan dalam Hasyim Latief (1995: 18) adalah:
Markas tertinggi dipimpin oleh ketua bukan komandan, keputusan tersebut disetujui oleh seluruh anggota Masyumi dan anggota Hizbullah. Setelah itu mengenai pengurusan Hizbullah disetiap daerah diserahkan kepada markas tertinggi dibantu oleh Shumuka sebagai bagian dari Shumubu untuk merekrut anggota baru di setiap daerah untuk memperkuat Hizbullah. Pelatihan angkatan pertama juga diwakili oleh perwakilan santri dari Malang salah satunya adalah H. Saidu (Latief,1995:42).Â
Pada saat perekrutan anggota Hizbullah, KH. Wahid Hasyim mengajak umat Islam untuk bergabung, tapi ajakan tersebut ditolak oleh sebagian Umat Islam karena beranggapan laskar tersebut adalah bentukan pemerintah militer Jepang. KH. Wahid Hasyim kemudian mengutarakan bahwa Hizbullah adalah sebuah wadah latihan militer bagi umat Islam yang kelak bisa digunakan sebagai alat untuk melawan penjajah. Ajakan KH. Wahid Hasyim tersebut akhirnya diterima oleh sebagian besar umat Islam salah satunya pesantren dan santri di sekitaran Jombang.
Pada pembentukan Hizbullah Jombang contohnya terpilih dua orang mantan tentara PETA yaitu A. Wahib Wahab yang merupakan eks Shodanco dan A.Cholik Hasyim eks Chudancho (Kholid, 2017:3). Pendidikan dan pelatihan kedua untuk keanggotaan baru daerah Jombang. Pelatihan dilaksanakan di perumahan pabrik gula yang telah dijadikan asrama selama 3-4 minggu, dengan pelatih Hasyim Latif (eks-Hizbullah Cibarusa), Achmad Zubair (eks-PETA) dan Syamsi (eks-Heiho). Sebelum bergabung dengan Laskar Hizbullah Jombang, para pemuda yang mendaftar diadakan pemeriksaan dasar kesehatan. Bagi para pemuda yang tidak lolos seleksi dasar kegiatan maka mereka ditolak karena pertimbangan kesehatan. Setelah selesai diadakan pemeriksaan kesehatan kemudian para pemuda calon pejuang Hizbullah digiring kedalam pendidikan untuk dilatih baris berbaris, menembak senjata, menusuk dengan banyonet, kemudian latihan serang-menyerang dan lain sebagainya. Hanya dalam waktu satu minggu, terbentuklah susunan anggota satu kompi (istilah saat itu cudang I yang berarti kompi), yang terdiri dari empat shodan (empat seksi) dan tiap-tiap seksi terdiri dari empat regu, tiap tiap regu terdiri dari 11 anggota, termasuk kepala regu. Jadi susunan personil atau kekuatan kompi waktu itu, adalah kurang lebih 193 orang, kalau diperinci tiap-tiap seksi (peleton) berjumlah 25 orang, sehingga kalau dirumuskan yaitu 45x4+12+1= 193 orang. Sedangkan jumlah untuk anggota batalyon adalah sebagai berikut: 193x4+45+1= 817 orang. Sehingga total kekuatan batalyon Hizbullah Jombang ketika itu kurang lebih berjumlah 817 orang (Kholid, 2017: 6).
Hizbullah dalam waktu yang cepat beranggotakan banyak santri di daerah-daerah juga dilakukan pelatihan serupa dengan di Jombang. Para anggota semakin diperkuat oleh markas tertinggi Hizbullah dengan berbagai pelatihan dan juga kepengurusan ditata rapi oleh markas tertinggi pimpinan Zainul Arifin dengan bantuan tokoh NU dan Muhammadiyah. Pengkaderan Hizbullah di daerah terus berlangsung hingga Jepang menyerah kepada Sekutu. Laskar Hizbullah merupakan Barisan Semi-Militer dari kaum muda Islam . Tujuan didirikan laskar Hizbullah sebagai cadangan tentara sukarela PETA (Pembela Tanah Air) dalam usaha membantu Jepang melawan pasukan Sekutu. Selanjutnya pada bulan Januari 1945 diumumkan susunan pengurus Hizbullah yang diketuai oleh KH. Zainul Arifin sebagai Panglima Laskar Hizbullah. KH. Zainul Arifin ditugaskan mengikuti latihan-latihan menjadi pimpinan Hizbullah selama tiga bulan. Laskar Hizbullah pada masa awal pembentukan pada tahun 1944 anggota terdaftar dari pemuda Ansor dan santri pesantren NU di jawa dan Madura. Pada perkembanganya lulusan pelatihan tersebut juga membentuk Sabilillah. Pembentukanya dilakukan oleh KH. Masykur yang dahulunya juga pimpinan Laskar Hizbullah Malang. Pada dasarnya Sabilillah dan Hizbullah memiliki keanggotaan yang sama namun dengan keputusan kongres Umat Islam KH. Masykur diminta membentuk barisan tersendiri.
KH. Zainul Arifin adalah seorang ulama yang mendapatkan gelar pahlawan pergerakan nasional dari pemerintahan Indonesia berdasarkan Surat keputusan Presiden RI No.35/Tahun 1963 tanggal 17 November 1963. Perkembangan karir KH. Zainul Arifin Sebagai pahlawan pergerakan nasional terkenal dan erat hubungannya dengan perkembangan laskar Hizbullah. Demikian jugalah nama kesatuan Sabilillah tidak dapat dipisahkan dari KH. Masykur sebagai pimpinan Sabilillah. KH. Masykur merupakan ulama muda dari Malang karena hal tersebut markas tertinggi Sabilillah berada di Malang, Selain itu pemilihan tersebut karena Malang merupakan tempat pertahanan yang baik dari serangan musuh. Laskar Sabilillah baru dibentuk setelah kongres Islam dan terbentuk dari satuan tugas berdasarkan pengurus daerah dan pusat Masyumi. Pembentukan Laskar Sabilillah berdasarkan partai membuat Laskar Sabilillah cepat terbentuk di seluruh Indonesia. Meskipun organisasi kelaskaran tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mempertahankan kemerdekaan namun memiliki perbedaan afiliasi Hizbullah dan Sabilillah sendiri memiliki keanggotaan yang berbeda dari sisi usia. Keanggotaan Hizbullah juga terdiri dari santri sedang Sabilillah keangotaanya merupakan kyai atau pimpinan pesantren
                                     Â
DAFTAR PUSTAKAÂ
Ayuhanafiq. 2013. Garis depan pertempuran laskar hizbullah 1945-1950. Mojokerto : Azza Grafika
Ayundasari, Lutfiah. 2018. KH. Masjkur Dalam Sejarah Pendidikan Islam Modern di Indonesia 1923-1992. Universitas Negeri Malang : UM press
Bayqhuni, Ahmad. 2008. Perjuangan Gerakan Pemuda Islam Indonesia Pada Masa Revolusi Fisik 1945-1949. Skripsi UIN Syarif Hidayattullah JakartaÂ
Bustami, Abdul Latif dan Tim Sejarahwan Tebuireng. 2015. Resolusi Jihad perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara, Jawa Timur: Pustaka Tebuireng
Benda, Harry J. 1985. The Crescent and The Rising Sun : Indonesian Islam under the japanese occupation 1942-1945, Penerjemah : Â Daniel Dhakidae ; Cet. 2 -- Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
Choirun, Umi Nisa 2019 Peran KH. Ahyat Halimy Dalam Perjuangan Laskar Hizbullah Mojokerto 1945-1949 Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Dien, M. Madjid & Johan Wahyudi, 2014. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar  Depok : Prenadamedia
Hadi, Nur dan Sutopo. 1997. Perjuangan Total Brigade IV Pada Perang Kemerdekaan Di Karesidenan Malang, Publisher : Malang : Penerbit IKIP Malang
Herlina, Nina. 2020 Metode Sejarah Satya. Historika, Bandung
Hutagulung, Batara R. 2018. Indonesia Tidak Pernah Dijajah. Yogyakarta: Matapadi Presindo
Jauhari, Najib. 2018 Laskar Sabilillah Malang Dalam Perang Kemerdekan Kajian Historis Dan Edukatif. Skripsi. Malang : Universitas Negeri Malang diterbitkan oleh Percetakan Universitas Negeri Malang dalam judul  "KH.MASJKUR : Laskar Sabilillah Dan Heroisme Santri"
Joehanda, Wawan K. 2017 YOGJAKARTA : mereka (pernah) disini desember 1948 juni 1949 Â Yogjakarta : Matapadi
Jumeroh Mulyaningsih & Â Dedeh Nur Hamidah. 2018. Laskar Santri PEJUANG NEGERI: Rekam Jejak Laskar Hizbullah dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya Jurnal Tamaddun. 6(2). 1-30 Dari: https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/tamaddun/article/view/3519
Kholili, Muhammad. 2013. Perjuangan K.H. Malik dalam mempertahankan kemerdekaan di Kota Malang. Skripsi. Malang : IKIP Budi Utomo Malang
Kuntowijaya. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Kuntowijaya. 2003. Metodelogi  Sejarah, Edisi Kedua.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kayyis, Isno. 2015 Â Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur. Jombang : Pustaka Tebuireng
Latief, Hasyim. 1995. Laskar Hizbullah Berjuang Menegakkan Negara RI, Jakarta :LTNU PBNU.
Leirissa, R.Z. 2004. Charles Tilly dan Study Tentang Revolusi Sosial. Jurnal Sejarah. 6 (1).1-30 Dari: http://jurnal.masyarakatsejarawan.or.id/index.php/js/article/view/198
Nur, Muhammad Kholid. 2017. Studi Tentang Peran Laskar Hizbullah Jombang Pada Peristiwa 10 November 1945 Di Surabaya. Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
Nasution. Abdul Haris.1978.  Sekitar Perang Kemerdekaan  1945-1950 Jilid II Diplomasi atau bertempur Bandung : DISJARAH TNI AD & ANGKASA
Nasution. Abdul Haris.1978.  Sekitar Perang Kemerdekaan  1945-1950 Jilid III Diplomasi sambil bertempur Bandung : DISJARAH TNI AD & ANGKASA
Nasution. Abdul Haris.1978.  Sekitar Perang Kemerdekaan  1945-1950 Jilid IV. Periode Linggarjati. Bandung : DISJARAH TNI AD & ANGKASA
Nasution. Abdul Haris.1978.  Sekitar Perang Kemerdekaan  1945-1950 Jilid V. Agresi militer Kolonial Belanda I. Bandung : DISJARAH TNI AD & ANGKASA
Nasution. Abdul Haris.1978.  Sekitar Perang Kemerdekaan  1945-1950 Jilid VI. Perang Gerilya semesta I. Bandung : DISJARAH TNI AD & ANGKASA
Oktorino. Nino. 2019. HEIHO:Barisan pejuang Indonesia yang terlupakan. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Â
Oostindie, Gert  2016 Serdadu  Belanda  di  Indonesia  1945-1950:  Kesaksian  perang  pada  sisi  sejarah  yang  salah  penerjemah:  Susi Moeimam, Nurhayu Santoso, dan Maya Sutedja-Liem; Cet. 1 -- Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia; KITLV-Jakarta
Sapto. Ari 2019. Republik Dalam Pusaran Elit Sipil Dan Militer. Yogjakarta : Matapadi
Sartono, dkk . 2013. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta : Pustaka.
Sari, Indah Nur Eva 2015 Perjuangan Panglima Kh. Zainul Arifin Dalam Organisasi Laskar Hizbullah Tahun 1944-1948. Skripsi, IAIN SMH Banten.
Sjamsuddin, Helius. 1996. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Subhan, Muhammad. 2019. Â Peran Pesantren Tambakberas Sebagai Pusat Laskar Hizbullah Di Jombang Tahun 1944-1948 Skripsi. UIN Sunan Ampel Surabaya
Suratmin. 2017. Perjuangan Laskar Hizbullah dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945. Yogjakarta : Matapadi
Sunyoto, Agus. 2017. Fatwa dan Resolusi Jihad: Sejarah Perang Rakyat Semesta Di Surabaya, 10 Nopember 1945. Jakarta : Pustaka Pesantren Nusantara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H