Mohon tunggu...
Farrell Dave Kasoa
Farrell Dave Kasoa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa Sophos School Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Usaha Tokoh Pejuang dalam Mempertahankan Integrasi Bangsa

3 September 2024   14:59 Diperbarui: 3 September 2024   15:00 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Rose, 2013, pp. 38) 

Latar Belakang

Dalam mencoba mempertahankan integrasi bangsa, banyak tokoh-tokoh pejuang memain peran yang sangat penting dalam usaha tersebut. Tanpa mereka, tentunya akan lebih sulit untuk mempertahankan integrasi. Mereka merupakan tokoh influential dan mampu membawa orang lain untuk ikut membantu untuk menuju integrasi bangsa untuk bersama. Menurut Rangkuti, Integrasi nasional penting untuk dipertahankan karena.

  • Mempertahankan stabilitas politik

  • Mendorong perdamaian sosial

  • Pengembangan ekonomi

  • Penguatan identitas nasional

Tujuan Penelitan

  1. Mengerti kemampuan yang dipunya oleh tokoh-tokoh pemimpin Indonesia dalam mempertahankan integrasi bangsa pada tahun 19-an.

  2. Mengetahui kebijakan dan langkah-langkah yang diambil oleh tokoh-tokoh pemimpin Indonesia dalam mempertahankan integrasi bangsa pada tahun 19-an.

Hasil Penelitan

1. Soekarno

Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia yang dikenal juga sebagai sosok "penyambung lidah rakyat" dan pejuang yang tangguh (Hapsari & Adil, 2013, pp. 34). Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901, merupakan putera pasangan Raden Sukemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno tinggal bersama Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto. Dari sini lah wawasan politik Soekarno mulai terbuka dan semakin terasah (Darmawan, 2023). Selama perjuangannya, Soekarno harus berkali-kali merasakan tinggal di balik jeruji besi. Namun, hal tersebut tidak mematahkan semangatnya untuk meraih kemerdekaan (Putri, 2023, pp. 3). 

Diberlakukannya sistem multi partai berdasarkan maklumat 3 November 1945, pada awalnya memberi peluang untuk menyampaikan gagasan mereka. Namun tidak jarang partai tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi atau segelintir orang. Ini menjadi pemicu awal dari persaingan antar partai untuk menduduki kabinet. Dalam masa pemerintahan demokrasi liberal tahun 1950 - 1959, tercatat sudah terjadi 7 kali pergantian kabinet (Akbar et al., 2023, pp. 631; Putri, 2023, pp. 3).

Respon pertama Presiden Soekarno pada tahun 1956 dengan mengungkapkan kembali gagasan Nasakom namun, adanya perbedaan signifikan antara komunis dan Islam (Putri, 2023, pp. 5-6). Pada puncaknya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Alasan pertama karena konstituante gagal dalam menyusun undang-undang dasar yang baru. Demokrasi Liberal dianggap gagal dan UUD 1945 kembali diberlakukan. (Akbar et al., 2023, pp. 631; Hapsari & Adil, 2013, pp. 34)

2. Mohammad Hatta

Mohammad Hatta adalah salah satu founding father Indonesia dan Wakil Presiden RI Pertama (Hapsari & Adil, 2013, pp. 34). Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi karena dasar-dasar pemikirannya yang kemudian dirumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945. Lahir di Bukittinggi pada 12 Agustus 1902, merupakan anak dari dari ulama yang sangat dihormati, Haji Mohammad Jamil. Pada usia 16, ketertarikan politik dan nasionasil sudah tertanam. Pada tahun yang sama, ia juga terpilih menjadi bendahara cabang dari Jong Sumatranen Bond yang pertama kali dibuat di Padang 1918 (Kahin, 1980, pp. 113). Pada tahun 1932, Hatta mendapat gelar Doktorandus (Drs. ) di Rotterdam School of Commerce (Kahin, 1980, pp. 113; Hapsari & Adil, 2013, pp. 35). Di Holland, Hatta kemudian masuk dalam salah satu organisasi besar, yaitu Perhimpunan Indonesia. Ia masuk sebagai bendahara pada tahun 1922-1925 dan menjadi ketua sampai 1930. 

Bung Hatta dikenal sebagai peletak politik luar negeri Indonesia, melalui pidatonya di KNIP pada September 1948 yang diberi judul "Mendayung di Antara Dua Karang" (Hapsari & Adil, 2013, pp. 35). Menurut Hatta politik luar negeri Indonesia harus bebas yang berarti tidak terpengaruhi oleh kepentingan politik manapun dan aktif yang berarti berusaha aktif dalam perdamaian dunia (Malikul, 2014, pp. 21).

3. Abdul Haris Nasution

Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution adalah salah satu figur penting dalam militer Indonesia. Ia terkenal karena sebagai perwira militer tertinggi kedua dalam Revolusi Nasional Indonesia (1945-1949) dan pemikir utama strategi militer Indonesia (Soelias, 2023). Pada tahun 1948, A. H. Nasution diangkat menjadi komandan Divisi III Tentara Keamanan Rakyat (TKR) lalu menjadi Panglima Komando Jawa dan pada akhir Desember ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) (Hapsari & Adil, 2013, pp. 35). 

Saat ia menjabat sebagai Panglima Komando Jawa, ia telah berhasil meruntuhkan pemberontakan yang terjadi di Indonesia seperti PKI dan PRRI. Nasution juga muncul sebagai ahli teori militer terkemuka yang banyak merumuskan doktrin-doktrin untuk dasar militer TNI. Beberapa buku yang ditulisnya seperti Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Pokok-Pokok Gerilya, Sekitar Perang Kemerdekaan, dan Jalan Tengah (Hapsari & Adil, 2013, pp. 3; Afini et al., 2024, pp. 5). Ia juga berperan dalam berubahnya political switch militer dari penganut radikal ke garis moderat pada bulan juli 1958. Pada periode sebelumnya, militer aktif dalam memainkan politik karena 3 faktor utama yaitu (Burhanuddin, 2024):

  1. Ketidakstabilan sistem politik yang membuat terbukanya kesempatan untuk menggunakan kekerasan;

  2. Militer mempunyai pengaruh dalam atmosfir politik bahkan dapat menentukan peran-peran politik;

  3. Rangkaian sebab yang berhubungan dengan political perspectives kaum militer (Muhaimin, 2005)

4. Ahmad Yani

Ahmad Yani dijadikan Komandan TKR Purwokerto setelah kemerdekaan. Iya menjadi seorang yang sangat penting pada saat Agresi Militer Belanda 1 & 2, dimana ia berhasil menahan serangan militer pasukan Belanda di daerah Pingit pada Agresi Militer Belanda 1, lalu ia menjadi Komandan Wehrkreise 2 di daerah Kedu pada Agresi Militer Belanda 2 (Hapsari & Adil, 2013, pp. 36). 

Pada tahun 1952, Ahmad Yani mendirikan Banteng Raiders, dimana pasukan TNI AD menumpaskan gerakan-gerakan separatis yang berbahaya seperti DI/TII dan lainnya (Yuda, 2023). Pasukan Banteng Raiders merupakan bekas anak buah Andi Azis dan mantan KNIL. Ini lalu berkembang menjadi Batalyon 454 dan dipimpin oleh orang lain dari 1953-1970 (Petrik, 2017).

Sementara itu, pada tahun 1955, Ahmad Yani mendapatkan tugas dari Markas Besar Angkatan Darat untuk belajar ke luar negeri di Command and General    Staff College (CSGC) di Kansas, Amerika Serikat. CSGC adalah pusat pendidikan militer paling ternama di AS. Lalu, pada tahun 1956, ia kembali ke Indonesia, lalu dipercayakan untuk menjadi Asisten 2 Kepala Satuan Angkatan Darat. Tahun berikutnya, ia dinaikan pangkat menjadi Kolonel. 

Satu tahun setelah menjadi Kolonel, pada tahun 1958, ia ditugaskan memimpin Operasi 17 Agustus di Sumatera Barat, pusat perlawanan yang dinamakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara. Perlawanan itu dengan cepat ditumpaskan. 

Ia mendapatkan beberapa promosi lainnya selama ia hidup, namun pangkat tertingginya ia raihkan pada tahun 1962, dimana ia dijadikan Menteri Panglima Angkatan Darat. Sayangnya, ini merupakan alasan akhir hidupnya (Ida, ).
Salah satu pemimpin Banteng Raiders adalah Letnan Kolonel Untung. Ia juga yang memimpin G30S (Petrik, 2017), dan saat mereka mencoba menculik Ahmad Yani, ia dibunuh setelah melawan penculiknya, menyebabkan dia untuk ditembak mati (Yuda, 2023). 

5. Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Sri Sultan Hamengku Buwono IX, nama asli Bendoro Raden Mas Dorodjatun, belajar dari sistem edukasi Belanda dari usia muda, mengikuti sekolah Hogere Burgerschool lalu melanjutkan kuliah di Belanda. Lepas dari latar belakang pendidikannya, dia sangat anti-Belanda. Iaa menjadi sultan Yogyakarta, menggantikan ayahnya, lalu, pada 25 Maret 1973, ia dijadikan wakil presiden kedua.

Sultan, saat Indonesia baru dibentuk, mengatakan bahwa Yogyakarta adalah bagian NKRI. Ia merupakan figur yang pro integrasi dan membantu saat Jakarta dikuasai Sekutu, menjadikan Yogyakarta pusat pemerintahan. Perannya pada Serangan Umum 1 Maret 1946 juga penting, ketika TNI melawan balik Belanda menguasai Yogyakarta lalu menawan pemimpin pemerintahan. Mereka berhasil untuk melawan Belanda dan menguasai balik Yogyakarta (Hapsari & Adil, 2013, pp. 36-37). 


Kesimpulan

Mempertahankan integrasi negara bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan kerjasama oleh para tokoh-tokoh dalam membuat suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. 

Soekarno memiliki kemampuan dalam meluruskan pandangan-pandangan masyarakat dan memiliki kemampuan politik yang kuat. Pada saat dia menjabat sebagai presiden, ia mengeluarkan Dekrit Presiden untuk mencegah adanya konflik antar partai yang berlebihan. 

Mohammad Hatta memiliki kemampuan dalam koperasi dan menjalankan roda ekonomi. Dimulai dari menjadi bendahara di Jong Sumatraen, lalu pada akhirnya ia berdiri di depan KNIP dan meletakan politik luar negeri Indonesia, dimana politik Indonesia adalah Bebas Aktif.

Abdul Haris Nasution mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bidang strategi. Saat ia sebagai panglima komando, ia menggunakan kemampuan itu untuk menekan aksi separatisme dan mengubah political switch militer Indonesia dari aktif menjadi moderat.

Ahmad Yani adalah seorang pemimpin pasukan Banteng Raiders. Pasukannya tersebut berhasil menumpaskan gerakan-gerakan seperatis yang berbahaya.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah Sultan Yogyakarta. Pada saat Indonesia merdeka ia setia dan tunduk dalam kebijakan pemerintah pusat dan berkontribusi mendukung Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun