Mohon tunggu...
Farrel Alexander Rumate
Farrel Alexander Rumate Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA Kolese Kanisius

hobi berjalan tinggi 180 kg

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Pengalaman Ekskursi 2024, Kemanusiaan di Atas Keagamaan

20 November 2024   23:11 Diperbarui: 21 November 2024   08:03 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskursi 2024 Pondok Pesantren Al-Falah Pandeglang. (Dokumentasi: Marvel Graziano Kunarwoko) 

"Wahai sesama manusia,

Umat manusia tidak memiliki 2000 tahun lagi untuk belajar mencintai sesamanya."

~ Pete Seeger (1968)

Pada tanggal 30 Oktober sampai 1 November tahun 2024, SMA Kolese Kanisius mengadakan kegiatan Ekskursi 2024 dengan tema "Embrace, share, and celebrate our faith". Ekskursi dijalani setiap tahunnya, dengan murid kelas 12 sebagai peserta. Dalam acara ekskursi, murid SMA Kolese Kanisius diajak untuk menjalani kehidupan sehari-hari sebuah pesantren. Murid akan tinggal bersama, makan bersama, dan berdinamika bersama para santri. 

Kegiatan ini diharapkan memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para peserta tentang kehidupan komunitas dengan latar belakang agama yang berbeda, sekaligus memperkuat rasa persaudaraan. Sebagai siswa kelas 12, tahun ini giliran saya dan teman-teman seangkatan untuk mengikuti kegiatan penuh makna tersebut. 

Saya merasa cukup antusias untuk mengikuti ekskursi tahun ini. Saya ingin memahami lebih dalam keagamaan Islam dan umatnya. Melihat program ekskursi, saya mengantisipasi sebuah kesempatan untuk mempelajari keagamaan Islam langsung bersama umatnya di pondok pesantren Al Falah Pandeglang.

Kanisius goes to Pondok Pesantren Al-Falah Pandeglang. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)
Kanisius goes to Pondok Pesantren Al-Falah Pandeglang. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)

Ketika kami tiba di Pondok Pesantren Al Falah Pandeglang, saya sudah bisa melihat bahwa kehidupan di pondok pesantren sangat sederhana. Segala sesuatunya serba sederhana, mulai dari tempat tinggal, makanan, hingga cara hidup para santri. 

Para pengasuh pondok dan santri lainnya menunjukkan bahwa ketabahan yang kuat dan menjalin kehidupannya dengan sederhana. Pandeglang sendiri cukup jauh dari kota-kota seperti Cilegon, Serang, atau Jakarta. 

Kyai Ahmad Halwani, pengurus Pondok Pesantren Al Falah Pandeglang, juga berkata bahwa seseorang yang datang ke Pandeglang sungguh-sungguh ingin datang ke Pandeglang, karena tidak ada tujuan lokasi lainnya yang harus melewati kota Pandeglang.

Suasana Musala Ponpes Al-Falah Pandeglang. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)
Suasana Musala Ponpes Al-Falah Pandeglang. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)

Setiap pagi, saya dan para santri lainnya mengikuti kegiatan dzikir yang menjadi rutinitas harian di pondok pesantren ini. Kehidupan sehari-hari santri diisi yang padat dengan kegiatan belajar mengajar dan berdoa. Saya rasa pengalaman mereka di pondok pesantren ini memang hanya belajar dan berdoa. 

Selain berdoa, saya juga terlibat dalam aktivitas belajar di SMK Al Falah Pandeglang. Saya belajar bersama murid kelas 10, beberapa dari mereka bahkan tidak termasuk santri Al Falah. Murid luar pesantren juga datang belajar di SMK Al Falah.

SMK Al-Falah Pandeglang. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)
SMK Al-Falah Pandeglang. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)

Murid luar pesantren juga datang belajar di SMK Al Falah. Dalam pelajaran PKN, kami membahas tentang Undang-Undang Dasar 1945. Pada pelajaran seni rupa, kami diberi tugas menggambar motif batik, yang disertai dengan badak di dalam motifnya. 

Gurunya juga menjelaskan bahwa motif badak menandakan batik khas dari Pandeglang. Sementara itu, dalam pelajaran bahasa Inggris, kami ditugaskan untuk melakukan percakapan yang mengekspresikan kebahagiaan.

Selepas mengikuti berbagai kegiatan sehari-hari di pesantren, kami juga diberikan kesempatan untuk mengikuti sesi dialog antar agama. Sesi ini dirancang untuk menjadi ruang diskusi terbuka di mana kami, murid-murid yang sebagian besar beragama Katolik, dapat berdialog langsung dengan santri dan pengurus pesantren. 

Saya sangat mengantisipasi momen ini karena saya melihatnya sebagai sebuah kesempatan langka untuk mempelajari Islam secara lebih mendalam, langsung dari umatnya.

Reimon baru saja menanyakan pertanyaan unik. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)
Reimon baru saja menanyakan pertanyaan unik. (Dokumentasi: Farrel Alexander Rumate)

Di dalam sesi ini, saya bersama kelompok berdialog dengan santri sekamar kami. Saya mempelajari banyak hal mengenai keagamaan Islam, dan saya rasa lawan bicara kami juga merasakan hal yang sama untuk keagamaan Katolik. 

Kami berbicara mengenai perbedaan agama Katolik dan Kristen Protestan, karena kebetulan dalam kelompok saya ada teman yang berkepercayaan Protestan. Kami juga berbagi pandangan kepercayaan kami masing-masing mengenai Yesus, atau dalam agama Islam, Nabi Isa. Selain itu, kami juga berbincang mengenai pandangan Islam mengenai hal-hal duniawi lainnya dan makna sakramen dalam agama Katolik.

Dari sesi sharing ini, kami menyadari bahwa meskipun ada perbedaan dalam ajaran dan praktik agama, nilai-nilai dasar seperti cinta kasih, keadilan, dan kepedulian terhadap sesama menjadi landasan yang sama. Terkadang, kita cenderung menganggap orang yang berbeda agama atau latar belakang sebagai sesuatu yang asing atau bahkan menakutkan. 

Namun, melalui pengalaman ini, saya belajar untuk lebih menghargai perbedaan dan melihatnya sebagai kekuatan, bukan sebagai penghalang. Keberagaman bukanlah suatu hal yang perlu dipertentangkan, melainkan sesuatu yang harus dirayakan dan disyukuri.
 

Kegiatan ekskursi ini membuka mata saya tentang pentingnya saling menghormati dan belajar dari satu sama lain. Setiap agama mengajarkan nilai-nilai universal yang dapat memperkaya kehidupan sosial dan mempererat tali persaudaraan antar umat beragama di Indonesia. 

Saya kembali dari ekskursi ini dengan hati yang lebih terbuka, penuh penghargaan terhadap kepercayaan lain, dan dengan semangat untuk terus belajar dan berbagi kebaikan. Pengalaman seperti ini sangat relevan di tengah dunia yang sering kali terpecah karena stereotip dan kesalahpahaman. 

Dengan saling berbagi cerita, kami tidak hanya memperkaya wawasan satu sama lain, tetapi juga membangun jembatan yang kokoh untuk memahami kemajukan keberagaman di Indonesia.

Ngeliwet bersama. (Dokumentasi: Marvel Graziano Kunarwoko)
Ngeliwet bersama. (Dokumentasi: Marvel Graziano Kunarwoko)
Pengalaman ini mendekatkan generasi muda kepada pengalaman nyata hidup bersama komunitas yang berbeda, agar nilai-nilai toleransi dapat tertanam lebih dalam. Pendekatan seperti ini membuktikan bahwa keberagaman tidak harus menjadi sumber konflik, tetapi justru bisa menjadi kekayaan yang menguatkan jati diri bangsa. Dalam konteks kebhinekaan, pengalaman seperti ini penting untuk memastikan bahwa perbedaan tidak melunturkan persatuan.

Saya pulang dari ekskursi ini dengan pandangan yang lebih luas dan hati yang lebih terbuka. Toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga soal menghormati dan merayakan keragaman tersebut. 

Saya percaya, jika lebih banyak orang memiliki kesempatan untuk merasakan pengalaman seperti ini, dunia akan menjadi tempat yang lebih damai. Keberagaman adalah anugerah, bukan ancaman, dan kita semua bertanggung jawab untuk menjaganya tetap hidup melalui tindakan saling menghormati dan empati dalam kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun