Beberapa hari belakangan ini, masyarakat dihebohkan dengan kebijakan kontroversial yang dikeluarkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, perihal perubahan jam masuk sekolah SMA/SMK yang mulanya dari jam 07.15 ke jam 05.00.
Kebijakan kontroversial tersebut pada mulanya berawal dari dikeluarkannya instruksi Gubernur NTT dan sudah mulai diterapkan terhitung sejak Senin, 23 Februari 2023 untuk sepuluh SMA/SMK pilihan di Kota Kupang. Usai pemberlakuan kebijakan tersebut, kabar akan kebijakan tersebut sontak menjadi viral setelah foto dan video siswa di Kota Kupang berseragam lengkap dalam kondisi gelap gulita beredar di media sosial.
Meskipun kebijakan tersebut viral dan banyak dikritik oleh berbagai pihak, tampaknya Gubernur NTT masih tetap teguh pada pilihannya.
Menurut Gubernur NTT, kebijakan pemindahan jam masuk tersebut bertujuan untuk meningkatkan etos kerja dan prestasi pelajar di Nusa Tenggara Timur yang menurutnya masih memprihatinkan. Diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut, kedisiplinan para pelajar di NTT meningkat dan selanjutnya dapat meningkatkan jumlah pelajar NTT yang diterima ke universitas-universitas top nasional maupun sekolah kedinasan milik pemerintah.
Terlepas dari tujuan baik tersebut, kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi tersebut tetaplah kontroversial dan memiliki urgensi penting untuk dikaji secara dalam. Isu terkait jam masuk sekolah tersebut sejatinya merupakan isu yang strategis dalam dunia pendidikan dan dapat sangat menentukan kualitas dari hasil pendidikan itu sendiri.
Melihat urgensi tersebut, esai ini ditulis untuk menganalisis kebijakan Gubernur NTT tersebut secara komprehensif menurut perspektif kebijakan publik. Lebih lanjut daripada itu, esai ini juga ditulis untuk memberikan refleksi terkait ketepatan regulasi jam masuk sekolah di NTT secara khusus dan di Indonesia secara umum.
Kecacatan Formulasi Kebijakan
Kebijakan Gubernur NTT terkait pemindahan jam masuk sekolah SMA/SMK ke jam 05.00 dapat dikatakan sebagai suatu kebijakan publik. Sebagai suatu kebijakan publik, kebijakan Gubernur NTT tersebut setidaknya perlu melalui tiga tahap besar yang terdiri dari tahap formulasi, implementasi, dan evaluasi. Tahap awal dari proses kebijakan publik adalah tahap formulasi atau perumusan kebijakan publik.
Secara umum, tahap formulasi ini adalah tahap perumusan alternatif-alternatif kebijakan untuk mengatasi suatu masalah publik. Di dalam tahap formulasi ini, formulasi kebijakan publik harus mencakup pembahasan terkait pengaturan agenda, perumusan dan legitimasi kebijakan, implementasi program, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan sekaligus pengaruhnya di masa depan. (Muadi et al., 2016)
Dalam konteks kebijakan jam masuk sekolah pukul 05.00 pagi ini, kebijakan tersebut tercipta sebagai reaksi atas masalah rendahnya tingkat kualitas pendidikan siswa NTT dan rendahnya jumlah siswa NTT yang masuk ke universitas-universitas top tingkat nasional.
Menurut data Statistik Pendidikan Tinggi 2020 yang dikeluarkan oleh Kemdikbud, Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi bagi Penduduk NTT hanyalah sebesar 22,04% yang menempati posisi 11 terendah di Indonesia.
Menurut pengakuannya, Gubernur Viktor Laiskodat menyatakan ketidakpuasannya terhadap pencapaian provinsinya tersebut mengingat anggaran pendidikan yang dikeluarkan untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT sendiri mencapai 50% dari anggaran APBD.
Walaupun kebijakan jam masuk ini memiliki landasan masalah yang jelas, formulasi kebijakan tersebut tetaplah harus mengikuti prinsip-prinsip formulasi kebijakan yang baik. Salah satu prinsip formulasi kebijakan yang baik adalah perumusan yang berorientasi pada kelangsungan tahap implementasi dan evaluasi, bukan hanya berorientasi pada konsep-konsep idealis dan normatif. Selain itu, formulasi kebijakan yang baik juga harus berisi opini dan aspirasi publik, bukan hanya berasal dari pikiran dan pendapat pemimpin/elit penguasa. (Muadi et al., 2016)
Berdasarkan prinsip formulasi kebijakan tersebut, tampaklah jelas bahwa kebijakan jam masuk Gubernur NTT ini memiliki kecacatan. Dari sisi orientasi, kebijakan jam masuk sekolah pukul 05.00 pagi ini tampak jelas masih berorientasi pada konsep normatif tentang kedisiplinan dan etos kerja, tidak didasarkan pada riset yang kredibel, dan terkesan terburu-buru untuk diterapkan tanpa adanya upaya mendalam terkait sosialisasi, uji coba terbatas, dan kajian evaluatif yang mendalam. Selain itu, kebijakan jam masuk ini pun juga punya kecacatan dari sisi aspiratif.
Menurut beberapa sumber di media massa, kebijakan jam masuk ini hanya berasal dari inisiatif dan instruksi lisan Gubernur NTT kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT. Keterlibatan aspirasi publik dalam kebijakan ini sangatlah minim dan bahkan tidak ada. Kecacatan dari sisi aspirasi ini sangatlah fatal bagi formulasi kebijakan pendidikan mengingat kebijakan pendidikan sendiri haruslah akomodatif terhadap kebutuhan siswa untuk meningkatkan kualitas outcome dari kebijakan itu sendiri.
Kecacatan Implementasi Kebijakan
Meskipun kebijakan jam masuk pukul 5.00 pagi ini memiliki banyak kecacatan dari sisi formulasi, nyatanya kebijakan ini tetap dilaksanakan dan bahkan masih berjalan hingga saat esai ini ditulis.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi, menjelaskan bahwa terdapat sepuluh SMA dan SMK di Kota Kupang yang menjadi sasaran uji coba dari penerapan kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi. Sepuluh sekolah tersebut adalah SMAN 1 Kupang, SMAN 2 Kupang, SMAN 3 Kupang, SMAN 4 Kupang, SMAN 6 Kupang, SMKN 1 Kupang, SMKN 2 Kupang, SMKN 3 Kupang, SMKN 4 Kupang, dan SMKN 5 Kupang.
Penerapan kebijakan ke sepuluh sekolah tersebut sifatnya uji coba dan nantinya akan dievaluasi sekaligus diseleksi dua sekolah terpilih dari sepuluh sekolah tersebut untuk menjadi sekolah yang menerapkan kebijakan jam masuk ini secara permanen. Akan tetapi, pada realitas implementasinya kebijakan ini hanya berhasil diujicobakan secara berlanjut di dua sekolah, yakni SMAN 1 Kupang dan SMAN 6 Kupang.
Jika dikaji menurut teori implementasi kebijakan, keberhasilan suatu kebijakan dapat dinilai dari perspektif proses dan hasil. Perspektif proses menilai keberhasilan berdasarkan kesesuaian pelaksanaan dengan ketentuan yang mencakup cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat kebijakan. Selanjutnya, perspektif hasil menilai keberhasilan jika kebijakan tersebut menghasilkan dampak sesuai dengan yang diinginkan. (Akib & Tarigan, 2008)
Berdasarkan teori tersebut, implementasi kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi ini memiliki banyak kecacatan yang mencakup kecacatan di aspek cara pelaksanaan, kelompok sasaran, dan hasil dampak kebijakan.
Dalam aspek cara pelaksanaan, implementasi kebijakan ini masih banyak terhambat oleh halangan-halangan yang belum dapat diantisipasi, seperti halangan transportasi dan fasilitas penunjang perjalanan yang kurang akomodatif terhadap pelaksanaan kebijakan.
Kegagalan selanjutnya terdapat di aspek kelompok sasaran yang dapat dilihat dari statistik pelaksanaan yang hanya berhasil diujicobakan ke dua dari sepuluh sekolah kelompok sasaran. Selanjutnya dalam aspek dampak kebijakan, implementasi kebijakan ini gagal untuk mewujudkan dampak kedisiplinan dan etos kerja peserta didik seperti yang diharapkan. Dalam implementasinya, kebijakan jam masuk ini justru menimbulkan begitu banyaknya jumlah peserta didik yang terlambat masuk sekolah dan akhirnya terlambat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Kecacatan Evaluasi Kebijakan
Selain kecacatan dalam hal proses formulasi dan implementasi, kebijakan jam masuk pukul 5.00 pagi ini juga memiliki kecacatan dalam aspek evaluasi kebijakan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kebijakan ini telah menuai begitu banyak kritik dari berbagai pihak.
Sejauh ini saja, kebijakan Gubernur NTT tersebut telah dikritik oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dan bahkan Komisi X DPR RI. Kritik dari berbagai pihak tersebut mengerucut ke satu suara untuk meminta Pemerintah Provinsi NTT mengkaji ulang kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi.
Meskipun demikian, tampaknya sikap Pemerintah Provinsi NTT tetaplah teguh mempertahankan kebijakan tersebut. Keteguhan tersebut dapat dilihat dari pasifnya tindakan evaluasi yang dilakukan Pemprov NTT terhadap kebijakan jam masuk tersebut.
Sejauh ini saja, evaluasi yang dilakukan oleh Pemprov NTT hanyalah berupa penggeseran jam masuk dari pukul 5.00 menjadi 5.30 WITA. Tindakan evaluasi “minimalis” tersebut tentunya tidak memuaskan bagi berbagai pihak karena tetap memberikan beban kerja yang berat bagi kalangan siswa yang terdampak.
Hal tersebut sangatlah ironis mengingat tahap evaluasi merupakan proses yang sangat krusial dalam kebijakan publik maupun kebijakan pendidikan. Fungsi evaluasi dalam kebijakan pendidikan adalah untuk menilai efektivitas dan akuntabilitas dari pelaksanaan kebijakan kepada publik dan untuk menilai tingkat kesenjangan antara harapan dengan realita yang timbul (Fitrianti, 2018).
Melihat begitu banyaknya kecacatan dan ketidakefektifan kebijakan jam masuk ini, sudah sepatutnya Pemprov NTT melakukan tindak evaluasi yang lebih signifikan seperti modifikasi kebijakan atau setidaknya menunda kebijakan tersebut sampai dilakukan pengkajian dan persiapan yang lebih matang.
Implikasi Kebijakan Jam Masuk Pukul 5 Pagi
Setelah mengkaji berbagai kecacatan dari perspektif kebijakan publik, kita juga dapat melihat berbagai kekurangan dari kebijakan ini berdasarkan implikasi-implikasi yang dapat timbul dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Secara umum, peta besar implikasi dari kebijakan jam masuk pukul 5.00 atau 5.30 pagi ini adalah sebagai berikut:
- Implikasi Kesehatan Pelajar
- Kebijakan pemindahan jam masuk dari pukul 7.15 ke 5.00 atau 5.30 ini tentunya memiliki dampak pada perubahaan pola dan jam tidur dari siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran. Perpindahan pola dan jam tidur ini merupakan hal yang esensial bagi kalangan siswa yang mana masih berada di usia pertumbuhan. Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, kebutuhan pola tidur sehat pada remaja usia 12-18 tahun berkisar antara 8-9 jam per hari. Dengan adanya kebijakan pemindahan jam masuk sekolah, jam tidur bagi para siswa tentunya akan berkurang dan tidak akan mencapai standar jam tidur sehat tersebut. Berkurangnya jam tidur ini tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental siswa. Kualitas tidur yang buruk dari pelajar dapat berdampak negatif bagi kesehatan tubuh berupa risiko munculnya penyakit akibat terganggunya regenerasi sel dan metabolisme tubuh yang tidak berjalan dengan optimal. (Gunarsa & Wibowo, 2021)
- Implikasi Keselamatan Pelajar dan Orang Tua
- Kebijakan pemindahan jam masuk sekolah ke pukul 5:00 atau 5:30 ini juga punya potensi dampak negatif ke keselamatan para siswa dan orang tua siswa. Jika dilihat dari kondisi geografis, sebagian besar daerah di Provinsi NTT masih tergolong daerah rural yang masih memiliki akses transportasi yang terbatas dan belum terintegrasi secara baik. Keterbatasan akses mobilitas ini tentunya dapat membahayakan keselamatan siswa dan orang tua siswa ketika melakukan mobilisasi menuju sekolah di jam yang begitu dini dan minim penerangan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kecelakaan lalu lintas di Kota Kupang dalam kurun waktu 2020-2022 mencapai 945 kasus dan menjadi tingkat kecelakaan tertinggi di NTT. Data tersebut sepatutnya menjadi bukti akan begitu rawannya kebijakan ini dalam aspek keselamatan siswa dan orang tua siswa.
- Implikasi akademis
- Bersambung dari penjelasan sebelumnya, kurangnya jam tidur akibat pemindahan jam masuk ini juga dapat berdampak ke performa akademis siswa. Kurangnya jam tidur ini dapat berpengaruh ke otak dan mengganggu kemampuan kognitif. Gangguan akademik dari kurangnya jam tidur ini dapat berupa mudahnya rasa mengantuk dan lelah akibat kurang tidur, sulitnya berkonsentrasi, sulit menerima informasi baru, serta mudah mengalami kehilangan memori (Susanti, 2018).
Refleksi Kebijakan
Terlepas dari kebijakan jam masuk pukul 5.00 pagi di NTT yang penuh dengan kecacatan, kebijakan jam masuk pagi sendiri memanglah kebijakan absurd yang telah menjadi lumrah di sistem pendidikan Indonesia. Secara umum, masyarakat Indonesia telah terbiasa untuk berangkat atau memberangkatkan anaknya ke sekolah pada pukul 07.00 pagi. Jam masuk tersebut berbeda jauh dengan yang ada di negara-negara maju. Di Negara Jepang misalnya, sekolah-sekolah di Jepang umumnya memberlakukan jam masuk sekolah pada pukul 08.15 pagi. Begitupun dengan Finlandia yang terkenal sebagai negara dengan sistem pendidikan termaju, kebijakan jam masuk sekolah mereka umumnya juga berkisar pada pukul 08.15 pagi.
Kesenjangan tersebut tentunya menampakkan sesuatu yang tidak beres di pola pikir pendidikan kita. Sebagaimana yang terjadi pada kasus kebijakan jam masuk NTT, pendidikan kita memang masih terobsesi untuk menciptakan kedisiplinan dan etos kerja bagi para siswanya. Kedisiplinan dan etos kerja memang merupakan hal yang positif, tetapi kurang sesuai jika diterapkan secara absolut di sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang terlalu terobsesi dengan kedisiplinan hanya akan mencetak calon-calon pekerja yang akan bekerja selayaknya mesin tanpa kreativitas di masa yang akan datang.
Maka sudah saatnya kita membenahi diri, sistem pendidikan di Indonesia haruslah berbenah dengan melihat kembali dasar cita-cita pendidikan yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Jika kita menilik kepada konsep Ki Hajar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah untuk “memanusiakan manusia”. Konsep pendidikan humanistik tersebut menjelaskan bahwa sistem pendidikan harus memerdekakan peserta didik dalam mengembangkan pola pikir, kreativitas, dan bakat yang ada dalam dirinya tanpa terhambat oleh suatu apapun (Marisyah et al., 2019). Lebih lanjut, konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara ini juga menghapus cara-cara otoritarian dalam mendidik siswa. Output dan tujuan utama yang diharapkan dari konsep pendidikan ini bukanlah untuk mewujudkan kedisiplinan ala militeristik, melainkan untuk mewujudkan manusia yang beradab dan berguna bagi masyarakat.
Kesimpulan dan Saran
Kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 atau 5.30 pagi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi NTT ini memiliki berbagai kecacatan apabila dianalisis dari perspektif proses formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan publik. Selain itu, kebijakan jam masuk ini memiliki implikasi negatif dalam aspek kesehatan, keselamatan, sekaligus kemampuan akademis siswa. Apabila dikaji secara reflektif, kebijakan jam masuk ini juga bertentangan dengan konsep dan cita-cita pendidikan humanistik yang diajarkan oleh Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Saran untuk kebijakan jam masuk pukul 5.00 atau 5.30 pagi ini adalah diperlukannya pengkajian ulang yang melibatkan riset dari akademisi ahli dan pelibatan aspirasi dari seluruh pemangku kebijakan. Apabila kebijakan ini tetap dilanjutkan, sistem dalam kebijakan ini perlu dilakukan penyesuaian berupa penggunaan sistem asrama serta penggunaan sistem rekrutmen yang lebih ketat untuk menyaring peserta didik yang benar-benar berkomitmen dan mampu untuk menjalani sistem baru ini.
REFERENSI BERITA
Anugerah, P. (2023, Maret 2). Pengalaman pelajar NTT masuk sekolah jam 5 pagi: Pola tidur terganggu, transportasi sulit, orang tua ‘tidak setuju’. BBC. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cy9d241gqg9o
Prabawanti, M. (2023, Maret 1). Deretan Fakta Kebijakan Siswa Masuk Jam 5 Pagi Gubernur NTT. Tempo. https://tekno.tempo.co/read/1697146/deretan-fakta-kebijakan-siswa-masuk-jam-5-pagi-gubernur-ntt
Prastiwi, D. (2023, Maret 1). 7 Respons Berbagai Pihak Terkait Kebijakan Sekolah Jam 5 Pagi yang Dikeluarkan Gubernur NTT Viktor Laiskodat. Liputan 6. https://www.liputan6.com/news/read/5220851/7-respons-berbagai-pihak-terkait-kebijakan-sekolah-jam-5-pagi-yang-dikeluarkan-gubernur-ntt-viktor-laiskodat
Yulianti, C. (2023, Maret 3). 12 Negara Maju Ini Terapkan Masuk Sekolah di Atas Pukul 7 Bukan 5 Pagi. Detik. https://www.detik.com/edu/sekolah/d-6599591/12-negara-maju-ini-terapkan-masuk-sekolah-di-atas-pukul-7-bukan-5-pagi
REFERENSI JURNAL
Akib, H., & Tarigan, A. (2008). Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal, 1(8), 1–19.
Fitrianti, L. (2018). Prinsip Kontinuitas dalam Evaluasi Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan, 10(1), 89–102. http://www.journal.staihubbulwathan.id
Gunarsa, S. D., & Wibowo, S. (2021). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kebugaran Jasmani Siswa. Jurnal Pendidikan Jasmani, 09(01), 43–52.
Marisyah, A., Firman, F., & Rusdinal, R. (2019). Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan. Jurnal Pendidikan Tambusai, 3, 2–3.
Muadi, S., Ismail;, M. H., & Sofwani, A. (2016). Concept and Theory of Public Policy Formulation. Jurnal Review Politik, 06(2), 195–224.
Susanti, Y. D. (2018). Hubungan antara Pola Tidur dengan Prestasi Belajar. Journal of Materials Processing Technology, 1(1), 1–8.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H