Kegagalan selanjutnya terdapat di aspek kelompok sasaran yang dapat dilihat dari statistik pelaksanaan yang hanya berhasil diujicobakan ke dua dari sepuluh sekolah kelompok sasaran. Selanjutnya dalam aspek dampak kebijakan, implementasi kebijakan ini gagal untuk mewujudkan dampak kedisiplinan dan etos kerja peserta didik seperti yang diharapkan. Dalam implementasinya, kebijakan jam masuk ini justru menimbulkan begitu banyaknya jumlah peserta didik yang terlambat masuk sekolah dan akhirnya terlambat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Kecacatan Evaluasi Kebijakan
Selain kecacatan dalam hal proses formulasi dan implementasi, kebijakan jam masuk pukul 5.00 pagi ini juga memiliki kecacatan dalam aspek evaluasi kebijakan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kebijakan ini telah menuai begitu banyak kritik dari berbagai pihak.
Sejauh ini saja, kebijakan Gubernur NTT tersebut telah dikritik oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dan bahkan Komisi X DPR RI. Kritik dari berbagai pihak tersebut mengerucut ke satu suara untuk meminta Pemerintah Provinsi NTT mengkaji ulang kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi.
Meskipun demikian, tampaknya sikap Pemerintah Provinsi NTT tetaplah teguh mempertahankan kebijakan tersebut. Keteguhan tersebut dapat dilihat dari pasifnya tindakan evaluasi yang dilakukan Pemprov NTT terhadap kebijakan jam masuk tersebut.
Sejauh ini saja, evaluasi yang dilakukan oleh Pemprov NTT hanyalah berupa penggeseran jam masuk dari pukul 5.00 menjadi 5.30 WITA. Tindakan evaluasi “minimalis” tersebut tentunya tidak memuaskan bagi berbagai pihak karena tetap memberikan beban kerja yang berat bagi kalangan siswa yang terdampak.
Hal tersebut sangatlah ironis mengingat tahap evaluasi merupakan proses yang sangat krusial dalam kebijakan publik maupun kebijakan pendidikan. Fungsi evaluasi dalam kebijakan pendidikan adalah untuk menilai efektivitas dan akuntabilitas dari pelaksanaan kebijakan kepada publik dan untuk menilai tingkat kesenjangan antara harapan dengan realita yang timbul (Fitrianti, 2018).
Melihat begitu banyaknya kecacatan dan ketidakefektifan kebijakan jam masuk ini, sudah sepatutnya Pemprov NTT melakukan tindak evaluasi yang lebih signifikan seperti modifikasi kebijakan atau setidaknya menunda kebijakan tersebut sampai dilakukan pengkajian dan persiapan yang lebih matang.
Implikasi Kebijakan Jam Masuk Pukul 5 Pagi
Setelah mengkaji berbagai kecacatan dari perspektif kebijakan publik, kita juga dapat melihat berbagai kekurangan dari kebijakan ini berdasarkan implikasi-implikasi yang dapat timbul dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Secara umum, peta besar implikasi dari kebijakan jam masuk pukul 5.00 atau 5.30 pagi ini adalah sebagai berikut:
- Implikasi Kesehatan Pelajar
- Kebijakan pemindahan jam masuk dari pukul 7.15 ke 5.00 atau 5.30 ini tentunya memiliki dampak pada perubahaan pola dan jam tidur dari siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran. Perpindahan pola dan jam tidur ini merupakan hal yang esensial bagi kalangan siswa yang mana masih berada di usia pertumbuhan. Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, kebutuhan pola tidur sehat pada remaja usia 12-18 tahun berkisar antara 8-9 jam per hari. Dengan adanya kebijakan pemindahan jam masuk sekolah, jam tidur bagi para siswa tentunya akan berkurang dan tidak akan mencapai standar jam tidur sehat tersebut. Berkurangnya jam tidur ini tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental siswa. Kualitas tidur yang buruk dari pelajar dapat berdampak negatif bagi kesehatan tubuh berupa risiko munculnya penyakit akibat terganggunya regenerasi sel dan metabolisme tubuh yang tidak berjalan dengan optimal. (Gunarsa & Wibowo, 2021)
- Implikasi Keselamatan Pelajar dan Orang Tua
- Kebijakan pemindahan jam masuk sekolah ke pukul 5:00 atau 5:30 ini juga punya potensi dampak negatif ke keselamatan para siswa dan orang tua siswa. Jika dilihat dari kondisi geografis, sebagian besar daerah di Provinsi NTT masih tergolong daerah rural yang masih memiliki akses transportasi yang terbatas dan belum terintegrasi secara baik. Keterbatasan akses mobilitas ini tentunya dapat membahayakan keselamatan siswa dan orang tua siswa ketika melakukan mobilisasi menuju sekolah di jam yang begitu dini dan minim penerangan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kecelakaan lalu lintas di Kota Kupang dalam kurun waktu 2020-2022 mencapai 945 kasus dan menjadi tingkat kecelakaan tertinggi di NTT. Data tersebut sepatutnya menjadi bukti akan begitu rawannya kebijakan ini dalam aspek keselamatan siswa dan orang tua siswa.
- Implikasi akademis
- Bersambung dari penjelasan sebelumnya, kurangnya jam tidur akibat pemindahan jam masuk ini juga dapat berdampak ke performa akademis siswa. Kurangnya jam tidur ini dapat berpengaruh ke otak dan mengganggu kemampuan kognitif. Gangguan akademik dari kurangnya jam tidur ini dapat berupa mudahnya rasa mengantuk dan lelah akibat kurang tidur, sulitnya berkonsentrasi, sulit menerima informasi baru, serta mudah mengalami kehilangan memori (Susanti, 2018).
Refleksi Kebijakan