Indikator pertama untuk mengkaji preferensi politik identitas di kalangan mahasiswa adalah tingkat pemahaman dan pengetahuan dasar mahasiswa mengenai konsep politik identitas. Berdasarkan hasil survei, terlihat bahwa kalangan mahasiswa saat ini sudah cukup familiar dengan konsep politik identitas.  Hal itu terlihat dari dominasi jumlah responden yang mengaku cukup paham yakni sebesar 77,1% suara, disusul dengan 20% responden yang mengaku kurang paham, dan terdapat 2,9% atau satu responden yang mengaku sangat paham dan menguasai konsep politik identitas. Tingginya pemahaman mahasiswa terkait politik identitas ini sangatlah dipengaruhi oleh pemberitaan media, khususnya media sosial. Tingginya pemberitaan dan kampanye-kampanye berbasis politik identitas di media sosial pada tahun-tahun politik yang lalu berdampak pada terpaparnya anak muda mengenai konsep  politik identitas.
Lebih lanjut, dari cuplikan pendapat singkat pada survei yang telah dilakukan, didapati bahwa terdapat beberapa kata yang sering muncul dalam persepsi mahasiswa mengenai definisi politik identitas. Dari 30 pendapat yang masuk, terdapat kata "Alat/Strategi/Cara" yang muncul sebanyak 12 kali. Selanjutnya, ada juga kata "Sama/Persamaan/Kesamaan" yang muncul berulang sebanyak 8 kali. Dalam survei ini juga, didapati bahwa konsep identitas banyak dipersepsikan oleh mahasiswa sebagai istilah-istilah yang berkaitan dengan SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) dengan kemunculan kata terkait sebanyak 18 kata. Jadi, persepsi mahasiswa mengenai politik identitas dapat didefinisikan sebagai suatu alat atau strategi politik yang memanfaatkan atau mengeksploitasi persamaan dalam unsur-unsur identitas seperti suku, agama, ras dan golongan (SARA) sebagai upayanya dalam meraih kepentingan politik.
Beranjak ke indikator yang selanjutnya, yaitu keberpihakan moral mahasiswa terkait fenomena politik identitas. Dari data yang diambil dari survei, didapati bahwa sebagian besar mahasiswa berpandangan kontra terhadap penggunaan politik identitas pada kontestasi politik, dengan rincian 45,7% tidak setuju dan 14,3% sangat tidak setuju. Dari hasil wawancara lebih lanjut, ditemukan bahwa alasan-alasan ketidaksetujuan terhadap politik identitas yang sering muncul adalah anggapan bahwa politik identitas menurunkan kualitas demokrasi dan rasionalitas pemilih, memecah belah masyarakat ke dalam polarisasi kelompok in-group dan out-group, serta memunculkan sentimen negatif terhadap kelompok-kelompok out-group yang dapat berpotensi menimbulkan konflik lebih lanjut.Â
Meskipun begitu, terdapat 28,6% kalangan mahasiswa yang berpandangan netral terhadap politik identitas, kalangan yang berpandangan netral ini melihat politik identitas hanya sebagai salah satu variasi alat dalam politik yang tidak bernilai baik maupun buruk. Selain itu, terdapat juga 11,4% kalangan mahasiswa yang setuju terhadap penggunaan politik identitas. Dari hasil wawancara, ditemukan bahwa kalangan yang setuju terhadap politik identitas ini beralasan bahwa politik identitas dapat menciptakan suatu homogenitas gerakan dari kelompok yang menang, yang homogenitas itu nantinya menciptakan stabilitas yang mendukung terjadinya proses pembangunan.
Setelah mengetahui keberpihakan mahasiswa, indikator yang selanjutnya adalah bagaimana perspektif mahasiswa mengenai kelangsungan politik identitas dalam dinamika politik di Indonesia. Dari data survei, terlihat tidak ada terlalu banyak perubahan yang signifikan. Mayoritas mahasiswa masih tetap kontra terhadap kelangsungan dan pelanggengan politik identitas, dengan rincian persentase yang sama yakni 45,7% tidak setuju dan 14,3% sangat tidak setuju. Kalangan kontra ini berpandangan bahwa politik identitas merupakan narasi yang kontraproduktif dan oleh sebab itu perlu diadakan pengalihan kepada narasi-narasi yang lebih substantif seperti kapabilitas, visi/misi, serta program-program konkret dari kandidat terkait isu-isu urgen seperti permasalahan hukum, lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan.Â
Akan tetapi, terdapat perubahan yang menarik dari indikator ini, yaitu eskalasi suara pro/setuju mahasiswa terhadap kelangsungan dan pelanggengan politik identitas menjadi sebesar 25,7%. Dari hasil wawancara lebih lanjut, didapati bahwa peningkatan terhadap suara pro/setuju ini disebabkan oleh pandangan para mahasiswa yang melihat politik identitas sebagai suatu realitas politik yang sulit untuk diubah di Indonesia, didukung oleh kecenderungan politik masyarakat yang masih irasional serta faktor kultur dari institusi partai politik itu sendiri yang masih lekat dengan iklim identitas.
Setelah mengetahui berbagai perspektif mahasiswa mengenai politik identitas, diperlukan pertanyaan lebih lanjut dan mendetail terkait preferensi politik mahasiswa secara spesifik. Dari data survei, didapati bahwa preferensi politik terbesar dari kalangan mahasiswa adalah visi/misi/program kerja kandidat dengan persentase 91,4%, disusul oleh citra atau personal branding yang dibangun kandidat dengan persentase 74,3%, Â selanjutnya di posisi ketiga terdapat partai politik atau koalisi partai politik pengusung dengan persentase 31,4%, Â serta preferensi agama/ideologi sebagai preferensi yang terkait dengan politik identitas menjadi preferensi urutan keempat dengan persentase 22,9%. Lalu terdapat preferensi non-opsional berupa track record kepemimpinan kandidat yang dipilih oleh 1 orang.Â