Mohon tunggu...
Farobi Fatkhurridho
Farobi Fatkhurridho Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Sudah saya bilang, saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Mati di Mimpimu

23 Agustus 2020   22:20 Diperbarui: 24 Agustus 2020   22:56 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berbalik arah dan lari mengejarnya kembali lalu cahaya tersebut berputar lagi berada di belakang punggungku. Aku tidak lelah dalam mengejar sumber cahaya itu, aku tidak pernah merasa lelah. Tapi kali ini aku benar-benar ketakutan, apakah aku pernah merasa setakut ini sebelumnya entahlah aku pasti melupakannya.

Akhirnya aku sampai pada cahaya gemerlapan yang kian melebar itu, aku merasa tanah yang kupijaki semakin basah dan lengket tapi bukan hal yang merepotkan, aku hanya ingin keluar dan pulang. Pulang kataku barusan, aku lupa aku diciptakan untuk tidak memiliki hunian.

Aku disambut oleh beberapa tangan halus dan hangat, hal ini sudah lama tidak aku dapatkan semenjak..., ah aku lupa semenjak apa. Pokoknya sambutan hangat ini menjadi sumber kegembiraanku saat ini, hampir-hampir aku menangis dibuatnya. Dalam benakku mulai terbayang angan-angan untuk hidup teratur, menikmati pekerjaan di depan komputer atau kencan di bar sampai mabuk.

"Akhirnya aku bisa keluar dari kepala orang bodoh ini ha ha ha ha.."

Tangan-tangan itu terus meraih dan memberi isyarat ajakan menuju pintu keluar, aku semakin bahagia dan berlari mengikuti arah-arah yang ditunjukan oleh tangan lembut dan hangat ini. Apakah aku akan dipermainkan lagi kali ini, aku tidak begitu mempedulikannya karena kali ini sepertinya mereka tidak main-main.

"Kami memang tidak pernah main-main HA HA HA HA!!!"

Bangun tidur kali ini tidak seperti biasanya aku merasa segar, sangat segar, bahkan terlalu segar. Ada apa ini rasanya berbunga-bunga seperti awal jatuh cinta yang kedua atau ketiga kalinya. Akhirnya hujan turun, baunya begitu wangi dan sepertinya rohku tidak gentayangan malam ini.

Farobi Fatkhurridho

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun