Aku berbalik arah dan lari mengejarnya kembali lalu cahaya tersebut berputar lagi berada di belakang punggungku. Aku tidak lelah dalam mengejar sumber cahaya itu, aku tidak pernah merasa lelah. Tapi kali ini aku benar-benar ketakutan, apakah aku pernah merasa setakut ini sebelumnya entahlah aku pasti melupakannya.
Akhirnya aku sampai pada cahaya gemerlapan yang kian melebar itu, aku merasa tanah yang kupijaki semakin basah dan lengket tapi bukan hal yang merepotkan, aku hanya ingin keluar dan pulang. Pulang kataku barusan, aku lupa aku diciptakan untuk tidak memiliki hunian.
Aku disambut oleh beberapa tangan halus dan hangat, hal ini sudah lama tidak aku dapatkan semenjak..., ah aku lupa semenjak apa. Pokoknya sambutan hangat ini menjadi sumber kegembiraanku saat ini, hampir-hampir aku menangis dibuatnya. Dalam benakku mulai terbayang angan-angan untuk hidup teratur, menikmati pekerjaan di depan komputer atau kencan di bar sampai mabuk.
"Akhirnya aku bisa keluar dari kepala orang bodoh ini ha ha ha ha.."
Tangan-tangan itu terus meraih dan memberi isyarat ajakan menuju pintu keluar, aku semakin bahagia dan berlari mengikuti arah-arah yang ditunjukan oleh tangan lembut dan hangat ini. Apakah aku akan dipermainkan lagi kali ini, aku tidak begitu mempedulikannya karena kali ini sepertinya mereka tidak main-main.
"Kami memang tidak pernah main-main HA HA HA HA!!!"
Bangun tidur kali ini tidak seperti biasanya aku merasa segar, sangat segar, bahkan terlalu segar. Ada apa ini rasanya berbunga-bunga seperti awal jatuh cinta yang kedua atau ketiga kalinya. Akhirnya hujan turun, baunya begitu wangi dan sepertinya rohku tidak gentayangan malam ini.
Farobi Fatkhurridho
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H