Mohon tunggu...
Farobi Fatkhurridho
Farobi Fatkhurridho Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Sudah saya bilang, saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Mati di Mimpimu

23 Agustus 2020   22:20 Diperbarui: 24 Agustus 2020   22:56 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa aku ambil alih saja pikirannya, sepertinya orang ini tidak bisa berpikir jernih, aku harus cari cara untuk menyusup ke dalam kesadarannya agar dia tidak melulu bodoh dan membuatku ketakutan seperti ini setiap hari.

Wanita itu hilang, entah menjadi embun atau kabut transparan. Lalu seolah ada dua tangan mencengkeram yang menarik kakiku ke dalam tanah tapi setelah aku lihat kebawah tidak ada tangan dan bahkan tidak ada tanah yang aku pijak. 

Aku berdiri di atas kepalaku sendiri, kemudian wanita itu persis 2 cm berada di depan bibirku entah kenapa dengan reflek yang sangat kilat aku menancapkan dua telunjuk dari kedua tanganku ke dalam kedua mataku sampai tembus dan mengorek-ngorek isinya.

Sampai dimana tadi, ia sering kali tiba-tiba terbangun dan melenyapkanku dalam keadaan tak siap. Aku lupa sama sekali apa yang terjadi barusan, lama-lama orang ini membuatku muak. 

Hidup di sini tidak membuat aku cukup gembira, apa yang harus aku lakukan untuk membuat diriku sendiri gembira. Hari ini aku harap bisa mendengar sesuatu, sudah berapa lama ia tertidur, kenapa aku masih dalam keadaan tuli.

Aku hanya mengingat hal itu, setiap kali terbangun aku langsung mendengar suara gemuruh orang berbisik dan meja yang berdecit. Tapi hari ini berbeda, aku bertanya-tanya apakah orang ini sudah benar-benar tertidur atau masih melek-melek ayam. Aku mengantuk, sangat mengantuk sampai tak kuasa menahan berat kakiku sendiri. 

Ah, ternyata kakiku tidak ada, lubang pusarku pun tidak ada, loh aku tidak punya leher. Kenapa disini pengap sekali, susah untuk bernafas dan aku rasai hidungku tanpa lubang, rambutku mulai turun dan masuk menusuk kedua lubang mataku, aku bisa merasakan setiap helainya bergerak lalu seketika mengejutkan seperti dijambak dari dalam kepalaku kebelakang.

"Ah.. aku rindu sekali bau hujan..."

"Jangan macam-macam, hujan cuma bikin masalah" tepisku ketika ia setengah sadar.

"Maksudmu apa? Kamu siapa?"

"Kalau aku kehujanan, aku tidak bisa mengeringkan pakaianku tau!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun