Mohon tunggu...
Farobi Fatkhurridho
Farobi Fatkhurridho Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Sudah saya bilang, saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Basi! Mas Tur Siii...

28 Februari 2019   06:59 Diperbarui: 28 Februari 2019   08:13 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak juga, semesta menyediakan banyak ruang untuk menampung kenangan"

"Anda sama sekali tidak sungkan untuk membuang barang-barang tersebut ?"

"Aku orangnya cukup sans mas"

"Wow"

Dan mesin penggilas rambut masih menyalak menyuarakan tanda bahaya bagi ujung setiap rambut yang sudah tidak lagi di kasihi oleh pemiliknya. Mereka hanya berkata nanti juga tumbuh lagi. Yang tumbuh hanya pangkal rambut, ujung selalu di potong dan dibuang lalu di kumpulkan oleh pengepul dan di jadikan beberapa produk kosmetik seperti bulu mata dan lain sebagainya (mungkin). Rambut meskipun pada akhirnya akan mencapai panjang yang sama kembali saat semula sebelum dipotong tapi akan selalu menemui ujung yang berbeda setiap kali di hajar gunting. Terlalu sentimentil untuk menyimpan ujung rambut yang sama terlalu lama, tidak terlalu fungsional.

Sudah cukup jangan aku terus, aku sudah cukup banyak berkontribusi, juga kamu cuman manut-manut saja, mau sampai kapan memiliki naluri budak, kapan waktu cobalah memimpin, setidaknya pimpin dirimu sendiri menuju toilet mencuci wajah lalu rapihkan sprey dan bantal kumalmu sesaat setelah membuka mata di pagi hari. Padahal mas Tur saja baru tidur ketika matahari terbit.

Mengantre di loket pelayanan publik di sebuah pusat layanan keluhan dari perusahaan telekomunikasi ternama yang sedang gencar melakukan perubahan sistem semena-mena. Banyak sekali pria-pria metroseksual yang gemar berdandan datang kesini. Di luar memang hujan lebat,  udara AC dalam ruangan ini memang segar. pria yang membentuk tubuhnya di pusat kebugaran sama seperti wanita yang sedang berdandan didepan cermin. Tuhan memang memerintahkan kita untuk merawat apa yang sudah ia berikan. Lagi-lagi Tuhan, apakah tidak ada argumen yang lebih cetek dulu. Belum apa-apa sudah tenggelam, yang dipermukaan saja belum banyak terlihat dan kamu pahami. Otak kita dan waktu kita memang dirancang terbatas untuk tidak bisa mengetahui semua yang ada dimuka bumi. Maka kita selalu berangan terlalu puncak ke luar alam semesta.

Kamu bahkan samapai hati percaya pada bualanmu sendiri karena membual adalah kegiatan dan rutinitasmu sehari-hari yang kamu lakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih tidak meminta balasan apapun. Kamu yang memikirkannya, kamu mengatakannya dan kamu yang mempercayainya. Akhirnya kamu juga yang menentang realita, kejauhan berpaling sejalan dengan jarak estetis.

Pikiranmu adalah sebenar-benarnya penjara bagi dirimu sendiri. Sudah sangat banyak orang bijak dan para filsuf yang mengatakannya. Pada zaman sekarang kata-kata itu sudah dengan mudah dijumpai , di sosial media biasanya gambar mereka terpampang artistik dengan kutipan kalimat yang menjadi semboyan mereka disebelahnya atau dibawah potret mereka dengan model tulisan yang menarik sehingga banyak yang mengerti namun banyak juga yang salah paham. Ya memang saat ini banyak sekali orang yang berpikiran sempit dan analisisnya terlalu terbirit-birit padahal deadline saja tidak punya.

Kamu membutuhkan meditasi buat apa, orang hidupmu saja nyaman aman tenteram dan damai. Tidak ada masalah sekecil dan sekelumitpun dari hidupmu. Apanya yang mau ditenangkan. Justru tidak ada masalah adalah masalahmu. Berikan sedikit tekanan pada hidupmu agar tidak membosankan. Carilah masalah.

Pada jaman dahulu banyak ibu-ibu yang menakut-nakuti anaknnya agar menurut dan tidak berbuat sembarangan. Sampai anak tersebut benar benar ketakutan dengan objek yang diceritakan oleh ibunya. Padahal tidak ada yang tahu apakah objek tersebut benar-benar ada sampai imajinasi anak-anak benar-benar membenarkannya, membiarkannya lahir dan berkembang biak sehingga akan terus menakuti anak dari generasi ke generasi. Ketakutan akan terus ada. Ternyata manusia membutuhkan ketakutan sebagai pengontrol dan pengelola hidupnya agar seimbang, manusia tidak boleh terlalu berani. Ketakutan dapat mengontrol ambisi manusia. Makanya banyak sekali orang yang mati karena ketakutan yang ternyata mungkin hanya akibat omong kosong nenek moyangnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun