Mohon tunggu...
M Alfarizzi Nur
M Alfarizzi Nur Mohon Tunggu... Lainnya - Paralegal Posbakumadin Lampung

Paralegal yang senang bertutur melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Pohon Kehidupan (Chapter 1)

23 Oktober 2024   08:17 Diperbarui: 25 Oktober 2024   13:39 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badaruddin datang dengan sebatang rokok yang tercantol di antara kedua bibirnya itu. Sebelum duduk, dia menatap Anwar dengan pandangan memohon ampun. Dia merasa bersalah karena telah menjadi beban bagi keluarga ini.

"Sebelumnya aku mengucapkan terima kasih" Badaruddin mengulurkan tangan kepada Anwar.

Bukan menyambut, Anwar justru menepis uluran tangan itu. Dia sudah terlarut dalam kekecewaan dengan omong kosong yang selalu dilontarkan oleh mulut Badaruddin, "Pembohong !" pikir Anwar dalam benaknya. Merasa direndahkan Badaruddin justru naik pitam dengan menampilkan gestur tegang dan nada tinggi, "Loh, aku ini coba memberikan ucapan terima kasih, tetapi malah di jawab seperti ini. Payah !". Anwar sesungguhnya telah mendidih, tepatnya ketika diberitahu oleh Thalib bahwa Badaruddin telah di tahan oleh pihak Kepolisian beberapa hari yang lalu. Momen ini lantas menjadi puncaknya, Anwar berdiri dan hendak bersitegang dengan adiknya itu.

"Dasar brengsek tidak sadar diri !, kau seharusnya tahu mengapa ayah sangat kecewa kepadamu !" ujar Anwar dengan membentak. Badaruddin terdiam seribu bahasa, tidak ada gerakan apapun kecuali dirinya yang terkaku diam seperti mati berdiri, tatapannya begitu tegang namun dialiri dengan kekecewaan atas perkataan kakaknya itu.

Para pengunjung sekitar yang sedang menikmati makan malam dan kehangatan Sungai Musi menoleh dan berpusat kepada Anwar yang sedang berekspresi berang itu. Semuanya mendadak terdiam, kecuali deru kapal yang masih terus memutari Sungai Musi. Thalib yang merasa akan membuat para pengunjung kapal terganggu memutuskan untuk melerai pertikaian antar kedua kakaknya itu. 

"Hei tenangkan dirimu. Ini ruang publik, tidak enak membuat ribut disini"

Anwar kembali duduk dan menghela nafas, dia mengakui kalau adiknya itu benar. Tindakan ini telah menganggu kenyamanan orang lain dan sudah sepatutnya tidak dilakukan oleh dirinya. Anwar mencoba menenangkan diri.

"Kau juga bang Udin, lebih baik duduk dan menyantap es kacang merahnya dahulu"

Badaruddin mengalah, baginya makian yang disampaikan oleh Anwar adalah sama persis yang pernah dilakukan oleh Rojali kepada dirinya. Perasaan itu sudah menjadi trauma bagi Badaruddin, wajar dirinya langsung bersikap lembek ketika dimaki oleh Anwar. Bayangan Rojali masih terasa hingga sekarang.

Mereka semua duduk dan keadaan sudah mulai kondusif. Es kacang merah tidak terasa sebagai jawaban untuk menyegarkan pikiran maupun dahaga. Mereka saling berdiam diri satu sama lain, tidak ada percakapan yang hendak dibangun, kecuali kesunyian malam yang semakin melekat di kulit mereka.

Badaruddin yang merasa begitu syok tampak begitu memelas. Anwar paham akan ekspresi itu, dan dirinya adalah orang yang paling mudah merasa bertanggung jawab atas perbuatan yang dirinya lakukan. Anwar dengan hati yang terbuka memutuskan untuk menerima uluran tangan Badaruddin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun