Gelombang Tsunami menghantam area pantai Provinsi Banten dan Lampung pada Sabtu, 22 Desember 2018 malam pukul 21.27 WIB. Khususnya wilayah Anyer, Serang, dan Lampung Selatan terdampak cukup parah, terlebih pada Kabupaten Pandeglang yang merupakan daerah yang paling parah terdampak Tsunami Selat Sunda ini.Â
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Selasa, 25 Desember 2018 terdapat total 429 korban jiwa meninggal dunia dan 154 jiwa orang hilang.Â
Sutopo Purwo Nugroho, selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, juga menyatakan bahwa selain korban jiwa terdapat 1485 korban luka-luka, serta 16082 orang mengungsi. Jumlah korban yang tercatat ini kemungkinan besar akan bertambah mengingat sejumlah titik terdampak belum dapat terjangkau oleh tim gabungan Search and Rescue (SAR).
Tsunami merupakan perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Tsunami dapat disebabkan pula oleh beberapa hal diantaranya gempa bumi, aktvitas gunungapi di bawah laut, atau sebab yang tak umum lainnya adalah longsoran di dasar laut dan atau di pantai. Tsunami yang terjadi pada Selat Sunda diduga kuat diakibatkan oleh gempa vulkanik dari letusan Gunung Anak Krakatau, atau dapat disebut pula sebagai Tsunami vulkanik. Tecatat, Gunung Anak Krakatau Meletus sebanyak 423 kali, hal tersebut dapat mengakibatkan runtuhan kaladera atau peluruhan piroklastik dari gunungapi yang akan mempengaruhi permukaan air laut dan menimbulkan gelombang Tsunami.
Namun, tidak banyak yang tahu jika keterjadian Tsunami Selat Sunda ini sudah diprediksi oleh beberapa ahli pada kurun tahun yang lalu.Â
Tahun 2008, pada penelitian yang dilakukan oleh Yudhicara dan K. Budiono yang berjudul "Tsunamigenik di Selat Sunda: Kajian terhadap Katalog Tsunami Soloviev" memaparkan tentang potensi keterjadian Tsunami di Selat Sunda yang tidak hanya dapat disebabkan oleh aktivitas vulkanik tetapi juga dapat disebabkan akibat longsoran di dasar laut atau di daerah pantai yang dipublikasikan melalu Jurnal Geologi Indonesia.Â
Selain itu di tahun 2012, Thomas Gichetti dkk juga telah membuat permodelan tsunami akibat dinding Gunung Anak Krakatau pada penelitiannya yang berjudul "Tsunami Hazard Related to Flank Collapse of Anak Krakatau Volcano, Sunda Strait, Indonesia" yang diterbitkan oleh Geological Society di London, Inggris.Â
Sekian hal tersebut seharusnya menjadi sorotan bagi Pemerintah berwenang untuk memahami potensi bencana dengan kerugiannya serta menjadi lebih peduli terhadap kebijakan penanggulangan atau mitigasi kebencanaan di daerah terkait.
Mengenai Prediksi Keterjadian Tsunami Selat Sunda
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, para geolog sudah memprediksi keterjadian dari Tsunami di Selat Sunda ini. Yudhicara dan K. Budiono telah menjabarkan apa yang disebut sebagai tsunamigenik di Selat Sunda.Â
Tsunamigenik adalah suatu kejadian di alam yang berpotensi menimbulkan tsunami. Kejadian tersebut dapat berupa terganggunya air laut oleh aktivitas gunungapi, gempa bumi tektonik, longsoran pantai dan bawah laut, serta sebab lainnya. Yudhicara dan K. Budiono menyebutkan bahwa setidaknya ada empat tsunamigenik di Selat Sunda, antara lain potensi tsunami akibar gempa bumi, gunungapi, longsoran bawah laut serta longsoran di daerah pantai.