PENDAHULUAN
Presiden Joko Widodo pada tanggal 26 Agustus 2019, mengumumkan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur tepatnya di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebagai langkah awal sebelum menetapkan wilayah Kalimantan Timur sebagai ibu kota negara yang baru, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah melakukan sejumlah kajian diantaranya struktur tanah dan dampak ekonomi terkait dengan tahapan pemindahan dan pembangunan IKN.
Pemindahan ibu kota suatu Negara itu sendiri bukanlah hal baru di dunia, sejarah mencatat pemerintah di berbagai negara telah memindahkan ibu kota negaranya beberapa diantaranya adalah Australia dari Melbourne di Victoria ke Canberra pada 1927, Pakistan dari Karachi ke Islamabad pada tahun 1961, Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia pada tahun 1960, Nigeria dari Lagos ke Abuja pada tahun 1991, Kazakhstan dari Almaty ke Astana pada 1997, Myanmar dari Rangoon ke Naypydaw pada tahun 2005. Adapun negara-negara tersebut memindahkan ibu kota negara mereka dengan berbagai alasan yang mendasarinya yaitu mulai dari tingkat kepadatan penduduk disuatu wilayah terlalu tinggi, menghindari resiko bencana alam, meratakan persebaran penduduk, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.
 Pemerintah Indonesia sendiri mengungkapkan alasan utama dari pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) keluar Jawa adalah untuk pemerataan ekonomi. Selain itu, meningkatnya beban di DKI Jakarta yang saat ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis. Sehingga terjadi penurunan daya dukung lingkungan terutama dalam hal penyediaan lahan dan ketersediaan air bersih, kemudian wilayah yang rawan banjir serta kemacetan dan kurangnya fasilitas transportasi publik serta kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan transportasi publik menyebabkan adanya kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh Negara. Sehingga dengan adanya pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta yang berada di Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan diharapkan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dalam upaya mengurangi kesenjangan antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Dengan adanya pusat pemerintahan baru yang berada di Kalimantan Timur, maka sejumlah instansi pusat di Jakarta akan dipindahkan guna menunjang aktivitas pemerintahan di Ibukota Negara yang baru. Bappenas mengatakan bahwa ada beberapa kantor instansi Pemerintahan berserta instansi penunjang yang akan dipindahkan ke Provinsi Kalimantan Timur. Berikut daftar instansi yang akan dipindahkan ke ibu kota baru:
- Istana Kepresidenan dan Lembaga Eksekutif (Kementerian)
- Lembaga Yudikatif (MA, MK, dan KY)
- Lembaga Legislatif (DPR, MPR, dan DPD)
- Lembaga Keamanan (POLRI) dan Lembaga Pertahanan (TNI)
- Bank Sentral dan perbankan utama
- Perwakilan Negara atau Kedutaan besar
- Information and Communication Technology (ICT)
- Perguruan tinggi, dan
- Lembaga-lembaga penelitian.
Pemindahan pusat pemerintahan tentunya memberikan dampak atau resiko. Resiko utama terkait dengan aset-aset pemerintah yang berada di Jakarta yang berpotensi idle akibat rencana perpindahan ibukota Negara. Adapun langkah awal yang perlu dilakukan antara lain dengan melakukan identifikasi aset BMN yang masih digunakan dan sudah tidak digunakan lagi untuk mendukung tugas dan fungsi. Sehingga apabila terdapat BMN yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas dan fungsi maka perlu dilakukan optimalisasi agar memberikan manfaat ekonomi kepada negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, terhadap BMN yang tidak digunakan dapat dioptimalkan dengan pemanfaatan BMN, dimana bentuk pemanfaatan atas BMN Â diantaranya adalah sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, BGS/BSG atau pemindahtanganan BMN dengan cara tukar menukar BMN.
Pola pemanfaatan BMN idle merupakan suatu tantangan bagi pemerintah pusat sebagai pemegang aset BMN, karena pola pemanfaatan yang tepat akan menghasilkan penerimaan bagi negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang nantinya dapat digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan di ibukota negara yang baru. Namun dalam prakteknya diperlukan kajian atau analisis yang sangat kompleks dan mendalam, mulai dari analysis HBU, cost benefit analisis, serta studi kelayakan properti.
Di DKI Jakarta sendiri terdapat berbagai aset berupa tanah dan/atau bangunan yang memiliki potensi idle terkait rencana pemindahan ibu kota negara, tak tanggung-tanggung nilai aset pemerintah pusat berada dikisaran Rp 1.100 T. Beberapa dari aset tersebut memiliki potensi nilai yang tinggi karena terletak di kawasan strategis ibukota, salah satunya Gedung Djuanda 1 dan Djuanda 2 milik Kementerian Keuangan yang beralamat di Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Pasar Baru Kecamatan Sawah Besar Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta merupakan salah satu aset pemerintah pusat yang mana apabila rencana perpindahan ibukota Negara terealisasikan maka aset BMN tersebut akan tidak berfungsi sehingga berpotensi Idle atau underutilitized.
PEMBAHASAN
Penentuan Penggunaan Alternatif
Dalam menetapkan jenis alternatif properti yang digunakan pada analisis HBU, terlebih dahulu dilakukan kajian ekonomi, tinjauan demografi, dan obeservasi lapangan terhadap penggunaan lahan di sekitar objek yang akan dilakukan analisis HBU. Kajian ekonomi yang dilakukan meliputi pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta. Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dari perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam periode tertentu.
Secara garis besar berdasarkan data yang dirilis oelh BPS DKI Jakarta, pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta dapat dikatakan cukup stabil dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang. Hal ini ditunjukkan oleh laju pertumbuhan riil PDRB Â di DKI Jakarta pada Tahun 2015 hingga Tahun 2019 yang berada dalam kisaran angka 5.82% hingga 6.2%.
Untuk tinjauan demografi, berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2019 mencapai 11.063.324 jiwa, jumlah ini sudah termasuk WNA sebanyak 4.380 jiwas. Sementara luas DKI Jakarta adalah 662.33 km2 berdasarkan Keputusan Gubernur No 171 Tahun 2007. Shingga kepadatan penduduk di DKI Jakarta saat ini mencapai 16.704 jiwa/km2.
Sedangkan melalui observasi lapangan, diketahui bahwa penggunaan lahan di jalan pada bagian depan properti adalah sub zona perkantoran, sedangkan di bagian belakang properti adalah residensial. Jenis properti komersial yang berkembang di sekitar objek analisis HBU adalah shopping center yang menyediakan berbagai kebutuhan. Selain shopping centers, terdapat juga hotel bintang 5 serta beberapa Kantor Perusahaan Swasta dan Pemerintah. Sedangkan jenis properti residensial yang berada di sekitar objek adalah rumah tinggal susun yang rata-rata dihuni oleh keluarga, pekerja maupun ekspatriat. Kawasan residensial ini terletak di belakang objek, tepatnya di Jalan Senen Raya IV dan berhadapan langsung dengan jalan raya.
Berdasarkan analisis terhadap demografi, kajian ekonomi, serta penggunaan lahan di sekitar objek penilaian, alternatif properti yang dapat dikembangkan apabila rencana pemindahan ibukota negara direalisasikan yaitu Retail Space, Office Property, dan Housing unit (apartement) serta Hotel. Dalam hal ini diasumsikan bahwa ketika pemindahan ibukota Negara dimungkinkan akan ada perubahan zoning yang dapat memaksimalkan fungsi aset Pemerintah Pusat yang ditinggalkan.
Analisis Highest And Best Use Gedung Djuanda
Setelah mengetahui alternatif penggunaan yang dapat dikembangkan, penulis melakukan analisis HBU. Analisis HBU itu sendiri terdiri dari 4 aspek yaitu memungkinkan secara fisik, diizinkan oleh peraturan yang ada, layak secara keuangan dan menghasilkan produktivitas yang maksimal. Adapun sebagai gambaran umum, Gedung Djuanda 1 dan 2 berdiri diatas tanah dengan seluas 20.416,25 m2 dan meiliki luas total bangunan sebesar 54.250.5 m2.
Analisis Pertama yaitu analisis aspek fisik, Kelayakan terhadap aspek fisik menjadi salah satu persyaratan utama dan pertama yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) pada suatu objek penelitian. Aspek fisik yang ditinjau yaitu bentuk dan ukuran lahan, utilitas. Mulai dari bentuk Berdasarkan dari data yang diperoleh, lahan pada objek penelitian memiliki bentuk persegi panjang dengan luas lahan 20.416,25 m2. Bentuk persegi panjang tersebut memiliki fungsi agar mempermudah pada proses perencanaan pembangunan properti. Utilitas Pada lokasi objek penelitian di Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Pasar Baru Kecamatan Sawah Besar Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta yang merupakan pusat kota Jakarta memiliki utilitas yang sangat lengkap seperti jaringan air bersih, saluran air kotor, telepon, internet, dan listrik serta memiliki aksesibilitas yang memadai yang dapat dilihat dari ketersediaan transportasi umum yang memadai. Sehingga dalam analisis ini dapat disimpulkan bahwa lahan objek penelitian layak secara fisik karena semua telah terpenuhi
Analisis Kedua yaitu analisis aspek legal, Analisis aspek legal dilakukan berdasarkan peraturan zonning dan RDTR DKI Jakarta yang tertuang didalam Peraturan DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Pada aspek legal, penulis mengasumsikan bahwa pada realisasi pemindahan ibukota akan terjadi perubahan peraturan mengenai zonning pada lokasi objek penelitian, hal ini disebabkan oleh adanya pembahasan RUU mengenai ibu kota Negara sehingga alternatif yang dianalisis yaitu retail, hotel, apartemen dan kantor memungkinkan. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis dari segi aspek legal, dapat disimpulkan bahwa lahan tempat objek penelitian seluas 20416,25 m2 ini secara asumsi dapat didirikan bangunan komersial dapat berupa retail, hotel, apartemen maupun kantor dengan jumlah lantai adalah 24 lantai dan dengan luas dasar bangunan sebesar 3.372,5 m2 serta luas lantai bangunan  54.250,5  m2.
Analisis Ketiga yaitu analisis aspek keuangan, analisis ini terdiri dari 4 aspek yaitu biaya investasi, perencanaan pendapatan, perencanaan pengeluaran, dan anailisis arus kas. Analisis ketiga ini bertujuan untuk menentukan suatu alternatif layak secara finansial. Suatu alternatif layak secara financial apabila memiliki net present value lebih besar dari 0 (NPV>0). Berdasarkan uji kelayakan finansial yang dilakukan atas alternatif berupa retail, hotel, apartemen, dan kantor. Dari keempat alternatif tersebut hanya property retail, hotl, dan apartemen yang layak secara finansial karena memiliki NPV>0 sedangkan property kantor memiliki NPV < 0.
Analisis Keempat yaitu analisis produktivitas maksimum, Analisis produktivitas maksimum bertujuan untuk mencari kenaikan nilai lahan masing-masing alternatif. Suatu alternatif yang memiliki produktivitas maksimum apabila alternatif tersebut memiliki kenaikan nilai lahan tertinggi akibat didirikannya suatu bangunan. Nilai lahan didapatkan dari penyisaan nilai tanah dimana nilai lahan adalah nilai properti dikurangi dengan nilai bangunan. Untuk mencari nilai properti, digunakan terminal value dimasa akhir tahun investasi, yaitu dengan membagi Net Operating Income pada masa akhir investasi dengan Capital Rate masing-masing properti. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa jika didirikan retail dapat memberikan produktivitas lahan sebesar 42%. Jika didirikan hotel akan memberikan produktivitas lahan sebesar 52%. Jika didirikan apartemen akan memberikan produktivitas lahan sebesar 3%. Terakhir, jika didirikan kantor akan memberikan produktivitas lahan sebesar -44%. Jadi, didapatkan alternatif yang memiliki penggunaan tertinggi dan terbaik adalah properti hotel.
Referensi:
Nadia Kemala Movanita, Amabaranie. (2019, Agustus 27)."Ibu Kota Baru di Kaltim, Instansi Apa Saja yang Akan Pindah?". Retrieve From Https://Kompas.com/:https://nasional.kompas.com/read/2019/08/27/10055491/ibu-kota-baru-di-kaltim-instansi-apa-saja-yang-akan-pindah?page=all.
Nursyabani, Fira. (2019, Juli 31). "Sejarah Panjang Pemindahan Ibu Kota di Sejumlah Negara Dunia". Retrieved from Https://ayobandung.com/; https://ayobandung.com/read/2019/07/31/59224/sejarah-panjang-pemindahan-ibu-kota-di-sejumlah-negara-dunia
Budianta, Agus. "Manajemen Aset Dalam Rangka Pemindahan Ibukota Negara". Retrieved from Https://djkn.kemenkeu.go.id/:. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12913/Manajemen-Aset-Dalam-Rangka-Pemindahan-Ibukota-Negara.html
Bappenas, "Dampak Ekonomi dan Skema Pembiayaan Pemindahan Ibu Kota". Diambil dari https://www.bappenas.go.id/files/diskusi-ikn-2/Paparan%20Menteri%20PPN%20-%20Dampak%20Ekonomi%20dan%20Skema%20Pembiayaan%20IKN_edit%20IKN%205.pdf
Silalahi, Sahat Aditua Fandhitya. 2019. Dampak Ekonomi dan Risiko Pemindahan Ibu Kota Negara. Diambil dari http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XI-16-II-P3DI-Agustus-2019-227.pdf
Akbar, Adhitya. (2020, Maret 6). "Berapa Kepadatan Penduduk DKI Jakarta Saat Ini". Retrieved from https://statistik.jakarta.go.id/:. https://statistik.jakarta.go.id/berapa-kepadatan-penduduk-dki-jakarta-saat-ini/.
BPS DKI Jakarta. Produk Domestik Regional Bruto (Lapangan Usaha). Retrieved from https://jakarta.bps.go.id/:. https://jakarta.bps.go.id/subject/52/produk-domestik-regional-bruto--lapangan-usaha-.html
Â
Tri Jeniawati, Diani. (2019). Analisis Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Tim
Riska, Doni. 2020. Analisis Optimalisasi Eks BMN Idle (Studi Kasus Eks BMN Idle Berupa Tanah Dan Bangunan Rumah Negara Golongan II di Jl. Letjend Suprapto No. 31 Jember). Tangerang Selatan, Indonesia Rich Journal, 2020, Volume. 1, Nomor. 1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H