Bangunan peninggalan sejarah kolonial ini mampu mengungkap kehidupan sejarah masa lampau yang masih tersisa. Benteng Van der Wijck merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda yang berada di komplek SECATA (Sekolah Calon Tamtamaa) Gombong yang beralamat di Jalan Sapta Marga Gombong.Â
Bangunan peninggalan masa kolonial ini lebih banyak bercirikan bangunan khas Eropa antara lain bangunan tinggi, pintu dan jendela tinggi setiang-tiangnya terlihat kokoh.Â
Ciri khas dari Benteng Van der Wijck yaitu terbuat dari batu bata merah, sehingga Benteng Van der Wijck ini juga dikenal sebagai Benteng Merah.Â
Lokasi benteng yang cukup strategis dan banyaknya pembelajaran sejarah yang dapat dikaji dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar sejarah siswa di sekolah-sekolah terdekat dengan benteng tersebut.
Sejarah Benteng Van der Wijck
Benteng merupakan bukti nyata suatu peradaban bangsa di masa lalu. Benteng Van der Wijck berfungsi sebagai benteng pertahanan untuk koloni Belanda dan juga tempat untuk menyimpan senjata-senjata yang mereka gunakan dalam peperangan. Kerap kali benteng ini dikenal dengan benteng merah, karena ciri khusus benteng ini yaitu terbuat dari batu bata merah.
“Selain itu ciri khusus dari benteng ini yang menarik adalah berbentuk segi delapan dengan tinggi 10 m, luas 7.168 m2, dan mempunyai dua lantai “, kata Erik Haryoso.
Benteng Van der Wijck merupakan saksi bisu dalam peristiwa-peristiwaa sejarah pada masa colonial Belanda. Ketika kita berkunjung ke benteng tersebut pengetahuan terhadap kehidupan sejarah bangsa Indonesia akan lebih berkesan dan bermakna saat mengunjungi langsung situs peninggalan sejarah tersebut.Â
Tidak hanya ditinjau dari sejarahnya, benteng ini sudah banyak dilengkapi dengan tempat bermain anak-anak sehingga lebih menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya. Walaupun memang saat ini tempat bermain tersebut sudah terbengkalai karena efek pandemic sejak empat tahun yang lalu.Â
Seiring berjalannya waktu, objek wisata yang bernilai sejarah mulai kurang diminati oleh wistawan domestic. Mereka lebih tertarik untuk mengunungi objek wisata alam dan juga objek wisata buatan manusia seperti wisata kuliner dan wisata belanja.
Awalnya benteng ini sempat bernama Benteng Forth Cochius diambil dari nama pemimpin perang Belanda, Frans David Cochius yang pernah bertugas di daerah Bagelen, salah satu wilayah karesidenan Kedu. Beliau dikenal sebagai seorang perwira tantara Belanda yang juga merupakan seorang ahli bangunan.