Mohon tunggu...
Farid Priandi
Farid Priandi Mohon Tunggu... Dosen - Guru

Discendo Discimus Penulis Buku (Beberapa sudah terbit), pendaki gunung, seorang guru, traveller. S1 kehutanan, S2 Ilmu Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feodalisme Vs Demokrasi

12 September 2022   20:56 Diperbarui: 12 September 2022   21:09 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Feodalisme VS Demokrasi

(Antara kekangan dan kebebasan)

Bagaimana sikap kita sebagai da'i?

Oleh: Farid Priandi, S.Hut

Seorang da'i harus memiliki pandangan luas tentang sistem politik yang diterapkan di Indonesia dan kita harus memiliki pemahaman dengan penerapan sistem politik (siyasah) di masa nabi shalallahu alaihi wasallam. Kalau kita melihat sistem secara umum negara pada masa nabi dan negara kita, maka ada kesamaan penerapan kehidupan bernegara, yaitu kultur Demokratis. 

Semasa pemerintahan nabi dan Khulafaur Rasyidin, keterbukaan pendapat diberikan kepada seluruh kaum muslimin, kecuali beberapa perkara seperti penetapan aturan-aturan (kebijakan) dan pengangkatan pengganti pemimpin negara, di negara kita sama seperti itu hanya saja di Indonesia dalam penetapan hukum tidak berlandaskan hukum Allah secara mutlak, tapi merujuk dr pemahaman pejabat-pejabat tertentu yang memiliki wewenang dalam penetapan undang-undang, serta pemilihan pemimpin yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dengan sistem _voting_

Seorang da'i harus anti terhadap feodalisme, Karena bertentangan dengan kultur demokratis dalam kehidupan bernegara, (bukan berarti saya mengatakan demokrasi adalah kultur murni Islam, akan tetapi ada karakteristik dalam negara demokrasi yang ada juga dalam Islam), tentunya di Indonesia dan juga di dalam Islam. Seandainya kultur feodal adalah kultur yang sesuai dengan Islam, maka satu satunya sifat dalam feodalisme yang bisa kita terima adalah "KETAATAN TERHADAP SYARIAT ALLAH" hanya itu, sedangkan kita ketahui bahwa arti dari feodal sendiri adalah:

1. Berhubungan dengan susunan masyarakat yang dikuasai oleh kaum bangsawan; 

2. Mengenai kaum bangsawan (tentang sikap, cara hidup, dan sebagainya); 

3. Mengenai cara pemilikan tanah pada abad pertengahan di Eropa.

Kalau kita lihat dari definisi dalam KBBI di atas, maka kita dapat memahami bahwa sebenarnya di Indonesia masih terdapat kultur feodal dalam kepemimpinan sebuah organisasi, lembaga bahkan maupun n*gara (isunya), kita ambil contoh sebuah organisasi yang feodal, yaitu seperti mustyawarah tetap dibuka namun terkadang ada kebijakan-kebijakan yang _Suddenly_ dibuat hanya berdasarkan keinginan para pejabat dalam organisasi tersebut, sehingga menimbulkan melempemnya kultur demokratis yang ada di dalam tubuh organisasi tersebut.

Kita melihat dua kultur ini kalau kita tarik secara luas maknanya, sebenarnya ada di kehidupan bernegara dalam syariat Islam, kita tau "feodal" hanya kepada Allah dan rasul-Nya, sedangkan demokratis dalam kehidupan masyarakat dan pemimpin kaum muslimin, seperti Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin ketika memimpin negara Islam mereka membuka lebar pintu demokrasi, bahkan Umar bin Khattab pernah dikritik dalam sebuah perkara oleh rakyatnya, beliau Radhiallahu 'anhu Ridha dan menerima kritikannya. Itulah kultur demokratis yang diterapkan dalam Islam, justru Islam lah yang membawa kultur bernegara semacam ini ke dunia, yang dimulai dengan pemerintahan Muhammad bin Abdullah shalallahu alaihi wasallam sekitar 20 abad silam, dimana negara-negara besar menerapkan sistem monarki FEODALIS, yang pemimpinnya dipilih turun temurun dan kebijakan negara tidak boleh ada campur tangan masyarakat di dalamnya, namun Islam hadir mengajak masyarakat turut andil dalam kehidupan bernegara dan boleh bersikap kritis kepada pemerintahnya, namun tetap dalam koridor Akhlakul Karimah, penyampaian kritikan dengan adab-adab kepada pemimpin. 

Demokrasi dan Feodalisme sama sama tedapat isi yang islami, tidak semuanya tapi hanya sebagian kecil, karena kita tau bahwa demokrasi sejatinya membuka peluang kepada manusia agar bebas dalam segala hal, sebagai contoh adalah bebas berpendapat, kebebasan dalam berpendapat tidak dibatasi apapun, semua orang bebas berpendapat dengan pendapatnya, bahkan pendapat orang bodoh disama ratakan dengan pendapat orang pintar, tentu hal semacam ini tidaklah adil menurut pandangan politik Islam. 

Demokrasi dipandang sebagai sarana bolehnya kita bebas dalam berpendapat, bebas dalam menentukan hak kita sendiri, dalam undang undang sendiri (Pasal 28E ayat (3) UUD 1945), dinyatakan bahwa kita wajib menghormati kebebasan orang lain, tentu tidak boleh melanggar dengan norma-norma yang ada, masalahnya adalah dasar hukum dari norma-norma itu apa? 

Apakah semua hal yang mendasar saja harus dipikirkan oleh manusia yang terbatas akalnya? Padahal dalam Islam jelas semua dasar hukum kehidupan diatur oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, kita hanya menjalankan dan bermusyawarah seputar apa yang telah Allah sampaikan saja. Hidup simpel ala Islam seperti itu dibuat rumit oleh akal manusia, yang katanya aturan Islam itu ribet, padahal aturan manusia lah yang lebih ribet, karena didasarkan pada akal manusia tidak berdasarkan firman Allah, agama berada di bawah pemikiran bebas manusia, agama dijadikan bahan dalam berpendapat di sebuah forum demokrasi untuk dirundingkan agar bisa jadi sebuah landasan hukum bernegara. Padahal agama berada di atas akal manusia, kita diperintahkan Allah untuk tunduk dengan aturan-aturannya. 

 "Dialah Allah yang mengutus rasul-Nya dengan huda/petunjuk dan Din/Undang-undang/hukum yang benar, untuk dimenangkan-Nya atas undang-undang/hukum yang lain (buatan manusia), walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai."

{Q.S. at-Taubah: 33}

Begitulah sebenarnya Allah menjadikan secara mutlak hukum-Nya di atas segala hukum yang ada di dunia.

Kita juga harus tau diri bahwa ilmu politik yang kompleks lahir dari rahim Islam, Rasulullah lah yang mengajarkan politik kepada para sahabatnya dengan rapi, terstruktur dan terorganisir baik. 

Rasulullah menghapuskan paradigma politik feodalis, yang diterapkan oleh kerajaan kerajaan kaisar kaisar sebelum masa Islam, mereka menerapkan sistem turun temurun dalam pengambilan kekuasaan, musyawarah hanya di antara orang-orang terpilih yang tak jelas kriterianya. Namun Rasulullah mengajarkan berpolitik yang benar dan adil, musyawarah yang berlandaskan hukum Allah memiliki arah tujua yang jelas, kriteria-kriteria orang yang berhak mendiskusikan siapa yang layak memimpin negara juga ditentukan dengan kriteria-kriteria islami, yang aturannya langsung dari Allah.

Budaya berpolitik sangat terlihat pada masa Nabi Muhammad memimpin di Madinah, sehingga menyebarkan pemikiran politik Islam ke seluruh dunia dengan adanya penguasaan berbagai wilayah oleh Islam. 

Robert N Bellah menyebutkan bahwa Rasulullah membangun masyarakat yang modern di Madinah, bukan masyarakat yang kehidupannya tradisional pada masa itu. Meskipun Robert menyebutkan masyarakat Madinah belum bisa menerima kemodernisasian berpikir dalam Islam, namun kenyataannya kekhalifahan terus berlanjut dengan sistem yang Rasul telah bangun. 

Terjadinya sangketa bukan ketidak siapan masyarakat terhadap modernisasi Islam, tapi karena ada kaum pembenci Islam yang menyelundup menjadi orang-orang munafik di dalam barisan Islam yang akhirnya mengompori masyarakat untuk melakukan demonstrasi terhadap kekhalifahan yang ada.

Sikap kita sebagai seorang da'i haruslah bijak, kita sebagai pendukung Islam yang puritan (pure/murni) berimbang antara mendukung sistem Islam dan sistem kenegaraan saat ini, kita tetap memperjuangkan sistem Islam sebagai sistem terbaik hingga dapat dipakai kembali oleh dunia, namun kita juga harus menghormati dan menjalankan kehidupan bernegara di negara kita tinggal, selama aturan-aturan negara tidak melanggar Islam, maka kita tetap taat dan patuh.

 Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

{Q.S. an-Nisa: 59}

Apabila ada hal yang tidak sesuai, maka kita masih diberikan keterbukaan dalam berpendapat. Alhamdulillah Allah masih memberikan karunia-Nya, celah Yang ada pada sistem buatan manusia masih bisa diimbangi dengan masukan-masukan pendapat dari para da'i yang loyal terhadap Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun