Mohon tunggu...
Farid Priandi
Farid Priandi Mohon Tunggu... Dosen - Guru

Discendo Discimus Penulis Buku (Beberapa sudah terbit), pendaki gunung, seorang guru, traveller. S1 kehutanan, S2 Ilmu Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feodalisme Vs Demokrasi

12 September 2022   20:56 Diperbarui: 12 September 2022   21:09 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita melihat dua kultur ini kalau kita tarik secara luas maknanya, sebenarnya ada di kehidupan bernegara dalam syariat Islam, kita tau "feodal" hanya kepada Allah dan rasul-Nya, sedangkan demokratis dalam kehidupan masyarakat dan pemimpin kaum muslimin, seperti Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin ketika memimpin negara Islam mereka membuka lebar pintu demokrasi, bahkan Umar bin Khattab pernah dikritik dalam sebuah perkara oleh rakyatnya, beliau Radhiallahu 'anhu Ridha dan menerima kritikannya. Itulah kultur demokratis yang diterapkan dalam Islam, justru Islam lah yang membawa kultur bernegara semacam ini ke dunia, yang dimulai dengan pemerintahan Muhammad bin Abdullah shalallahu alaihi wasallam sekitar 20 abad silam, dimana negara-negara besar menerapkan sistem monarki FEODALIS, yang pemimpinnya dipilih turun temurun dan kebijakan negara tidak boleh ada campur tangan masyarakat di dalamnya, namun Islam hadir mengajak masyarakat turut andil dalam kehidupan bernegara dan boleh bersikap kritis kepada pemerintahnya, namun tetap dalam koridor Akhlakul Karimah, penyampaian kritikan dengan adab-adab kepada pemimpin. 

Demokrasi dan Feodalisme sama sama tedapat isi yang islami, tidak semuanya tapi hanya sebagian kecil, karena kita tau bahwa demokrasi sejatinya membuka peluang kepada manusia agar bebas dalam segala hal, sebagai contoh adalah bebas berpendapat, kebebasan dalam berpendapat tidak dibatasi apapun, semua orang bebas berpendapat dengan pendapatnya, bahkan pendapat orang bodoh disama ratakan dengan pendapat orang pintar, tentu hal semacam ini tidaklah adil menurut pandangan politik Islam. 

Demokrasi dipandang sebagai sarana bolehnya kita bebas dalam berpendapat, bebas dalam menentukan hak kita sendiri, dalam undang undang sendiri (Pasal 28E ayat (3) UUD 1945), dinyatakan bahwa kita wajib menghormati kebebasan orang lain, tentu tidak boleh melanggar dengan norma-norma yang ada, masalahnya adalah dasar hukum dari norma-norma itu apa? 

Apakah semua hal yang mendasar saja harus dipikirkan oleh manusia yang terbatas akalnya? Padahal dalam Islam jelas semua dasar hukum kehidupan diatur oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, kita hanya menjalankan dan bermusyawarah seputar apa yang telah Allah sampaikan saja. Hidup simpel ala Islam seperti itu dibuat rumit oleh akal manusia, yang katanya aturan Islam itu ribet, padahal aturan manusia lah yang lebih ribet, karena didasarkan pada akal manusia tidak berdasarkan firman Allah, agama berada di bawah pemikiran bebas manusia, agama dijadikan bahan dalam berpendapat di sebuah forum demokrasi untuk dirundingkan agar bisa jadi sebuah landasan hukum bernegara. Padahal agama berada di atas akal manusia, kita diperintahkan Allah untuk tunduk dengan aturan-aturannya. 

 "Dialah Allah yang mengutus rasul-Nya dengan huda/petunjuk dan Din/Undang-undang/hukum yang benar, untuk dimenangkan-Nya atas undang-undang/hukum yang lain (buatan manusia), walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai."

{Q.S. at-Taubah: 33}

Begitulah sebenarnya Allah menjadikan secara mutlak hukum-Nya di atas segala hukum yang ada di dunia.

Kita juga harus tau diri bahwa ilmu politik yang kompleks lahir dari rahim Islam, Rasulullah lah yang mengajarkan politik kepada para sahabatnya dengan rapi, terstruktur dan terorganisir baik. 

Rasulullah menghapuskan paradigma politik feodalis, yang diterapkan oleh kerajaan kerajaan kaisar kaisar sebelum masa Islam, mereka menerapkan sistem turun temurun dalam pengambilan kekuasaan, musyawarah hanya di antara orang-orang terpilih yang tak jelas kriterianya. Namun Rasulullah mengajarkan berpolitik yang benar dan adil, musyawarah yang berlandaskan hukum Allah memiliki arah tujua yang jelas, kriteria-kriteria orang yang berhak mendiskusikan siapa yang layak memimpin negara juga ditentukan dengan kriteria-kriteria islami, yang aturannya langsung dari Allah.

Budaya berpolitik sangat terlihat pada masa Nabi Muhammad memimpin di Madinah, sehingga menyebarkan pemikiran politik Islam ke seluruh dunia dengan adanya penguasaan berbagai wilayah oleh Islam. 

Robert N Bellah menyebutkan bahwa Rasulullah membangun masyarakat yang modern di Madinah, bukan masyarakat yang kehidupannya tradisional pada masa itu. Meskipun Robert menyebutkan masyarakat Madinah belum bisa menerima kemodernisasian berpikir dalam Islam, namun kenyataannya kekhalifahan terus berlanjut dengan sistem yang Rasul telah bangun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun