Mohon tunggu...
Nurul Farida Wajdi
Nurul Farida Wajdi Mohon Tunggu... -

insan dhoif yang berharap hidupnya diberkahi dan bermanfaat bagi semua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari yang Kurang Baik untuk Menikah dalam Islam dan Jawa

17 Juni 2012   07:08 Diperbarui: 30 Agustus 2020   08:13 167321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan orang jawa, segala sesuatunya berdasarkan tatanan yang ada. Mengikuti jejak leluhurnya dalam segala hal kehidupannya. Di antaranya adalah tentang hari-hari yang baik dan buruk untuk menentukan hari di saat akan ada hajat, terlebih dalam hal pernikahan.

Tak hanya pemikiran jawa saja yang menggunakan prinsip penghitungan hari untuk menentukan hari dalam peringatan tertentu. Di dalam agama islam juga dianjurkan untuk mengikuti tatanan yang telah ada demi kebaikan dan kelancaran berlangsungnya acara tersebut.

Dengan adanya kelancaran acara tersebut, diharapkan pula ke depannya juga tetap lancar saja, sehingga dapat tercapai kehidupan yang baik.

Adapun yang lebih spesifik dalam hal ini yakni kesamaan antara penentuan hari baik dan buruk dalam sosial masyarakat jawa dengan islam. Dalam hal ini memberikan gambaran kapan-kapan saja waktu yang sebaiknya dihindari untuk melangsungkan pernikahan menurut pemikiran jawa dan islam.

Mengapa jawa dan islam, dikarenakan kedua kubu ini memiliki banyak kesamaan dalam hal pemikiran-pemikiran dan hakikatnya. Sehingga tidak jauh berbeda dalam hal perhitungan kapan-kapan saja waktu yang baik dan buruk itu, khususnya di sini dalam hal menentukan hari baik buruk dalam pernikahan.

Dengan ini mengharapkan dapat diambilnya pengetahuan tentang relevansi antara budaya islam dan jawa dalam menentukan hari baik ataupun buruk untuk menentukan hari pernikahan. Keduanya sama baik karena mengharapkan adanya kebaikan dari jalan yang diambil.

Perkawinan dengan pernikahan merupakan salah satu fase kehidupan manusia dari masa remaja ke dalam masa berkeluarga. Peristiwa ini sangatlah penting dalam proses hidup manusia di dunia ini. Sehingga perkawinan tersebut juga disebut sebagai taraf kehidupan baru bagi manusia.

Dalam pandangan hidup orang jawa dan islam, pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral, sehingga tidak sembarangan dalam pelaksanaannya. Selain itu juga diharapkan pelaksanaannya hanya sekali seumur hidupnya.

Kesakralannya tersebut dalam jawa dan islam dalam pemikirannya menjadi sangat selektif sekali dalam penentuan harinya, dengan harapan jika pelaksanaanya pada hari baik, maka akan baik untuk seterusnya.

Di dalam kitab Betaljemur Adammkana karya R.Soemodidjojo juga disebutkan bagaimana dan kapan saja untuk menentukan hari baik dalam pernikahan. Hal ini juga tak bedanya dengan islam. Di dalam kitab Qurratul ‘Uyun karya Asy-Syekh Al-Imam Abu Muhammad juga dipaparkan beberapa hari dan bulan di mana baik dan kurang baik untuk menentukan hari pernikahan.

Kalau di dalam pemikiran jawa berasal dari ilmu titen, namun dalam islam ada yang memang hal tersebut disebutkan dalam hadits, sehingga umat islam menaati hal tersebut. Hal tersebut karena mereka yakin bahwa apa yang telah menjadi ucapan Rasulullah adalah benar.

Di dalam ngilmu titen, dahulu para nenek moyang menggunakan cara dengan mengenali kejadian-kejadian buruk yang berhubungan dengan hari, tanggal, bulan dan tahun.

Dalam pandangan hidup  masyarakat jawa, memilih hari baik untuk melaksanakan pernikahan adalah sangat penting. Karena bagi mereka, ketika memilih hari baik tersebut, diharapkan kehidupan setelah pernikahan juga berlangsung dengan baik.

Untuk memilih hari baik (dan pada dasarnya semua hari adalah baik, sehingga pengertian memiih hari baik di sini lebih kepada kesesuaian waktu dengan pengguna waktu) pada upacara perkawinan, dengan menggunakan Kalender Jawa Sultan Agungan, pertama kali yang dilakukan adalah menghindari hari yang tidak baik, diantaranya adalah :

A. Hari Naas Keluarga

1. Hari dan pasaran meninggalnya (geblage) orang tua dari calon pengantin.

2. Jika orangtua masih hidup semua, maka yang dihindari adalah hari wafatnya (geblage) kakek nenek dari orang tua calon penganten.

3. Hari dan pasaran meninggalnya saudara kandung calon pengantin apabila ada.

B. Hari tidak Baik di Dalam Bulan

1. Bulan jumadilakir, rejeb dan ruwah hari rabu, kamis dan jum’at

2. Bulan puasa, syawal, dan dulkaidah hari jum’at, sabtu dan minggu

3. Bulan besar, sura dan sapar, hari senin, selasa, sabtu dan minggu

4. Bulan mulud, bakdamulut dan jumadilawal hari senin, selasa, rabu dan kamis

C. Tanggal tidak Baik di Dalam Bulan 

1. Bulan sura tanggal 6, 11 dan 18

2. Bulan sapar tanggal 1, 10 dan 20

3. Bulan mulud tanggal 1, 8, 10, 15 dan 20

4. Bulan bakdamulud tanggal 10, 12, 20, dan 28

5. Bulan jumadilawal tanggal 1, 10, 11 dan 28

6. Bulan jumadilakhir tanggal 10, 14 dan 18

7. Bulan rejeb tanggal 2, 13, 14, 18 dan 27

8. Bulan ruwah tanggal 4, 12, 13, 26, dan 28

9. Bulan pasa tanggal 7, 9, 20 dan 24

10. Bulan syawal tanggal 2, 10 dan 20

11. Bulan dulkaidah tanggal 2, 9, 13, 22 dan 28

12. Bulan besar tanggal 6, 10, 12 dan 20

Sedangkan di dalam kitab Qurratul ‘uyun disebutkan bahwasannya menikah yang baik adalah di bulan syawal dan disunahkan di bulan ramadan seperti hadits riwayat sayyidah ‘aisyah r.a yang artinya :

“rasulullah saw menikah dengan saya pada bulan syawal dan memasuki nikah juga pada bulan syawal, maka siapakah istri-istri rasulullah yang lebih utama bagi beliau daripada saya? Kemudian sayyidah ‘aisyah menyunahkan memasuki njikah dengan wanita-wanita pada bulan syawal. Dan rasulullah saw menyunahkan nikah pada bulan ramadhan.”

Dan juga dalam tiap bulan untuk meninggalkan hari rabu di akhirnya. Demikian juga dengan tanggal 3, 5, 13, 16, 21, 24 dan 25 dalam tiap bulannya, hal ini terdapat pula dalam jami’us shaghir. Teruntuk hari rabu mengapa tidak disarankan, karena hari tersebut terhitung hari apes.

Selain itu juga disarankan untuk menghindari hari sabtu, karena hari sabtu merupakan hari besar orang yahudi.

Melihat dari sedikit keterangan tersebut diatas nampak adanya keselarasan antara islam dan petung jawa dalam perhitugan hari yag sebaiknya dihindari apabila hendak melangsungkan acara pernikahan.

Ini merupakan salah satu bukti kehati-hatian dalam mempersiapkan sesuatu supaya hasilnya tidak mengecewakan. Dan harapannya dengan menghindari hal-hal yang disarankan untuk dihindari tersebut, akan baik untuk seterusnya.

Dari berbagai paparan yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa adanya beberapa kesamaan hari yang sebainya dihindari untuk melaksanakan acara besar khususnya pernikahan. Dari kedua kitab tersebut yang banyak kesamaannya adalah himbauan untuk menjauhi hari Rabu dan sabtuserta tanggal 13.

Dalam hal ini, orang islam di jawa, memang paling kuat menghindari hal yang sama dengan hitungan jawa tersebut, yakni menjauhi hari rabu dan sabtu serta tanggal 13, dalam prakteknya di masyarakat-pun begitu.

Meskipun begitu, masih banyaknya hal yang belum digali dalam pernyataan ini. Harapannya ke depan dapat menjadi lebih baik dan lebih baik lagi dalam mengkaji hari dan tanggal yang sebaiknya dihindari untuk melaksanakan acara pernikahan antara petung jawa dan pendapat islam.

Layaknya gading tiada yang tak retak, seperti halnya tulisan ini tak luput dari salah. Kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun