Aku lagi-lagi tidak paham dengan lelaki beserta egonya. Sejauh yang aku ketahui, perempuan diciptakan sebagai pasangan dari laki-laki, sebagai mitra yang sejajar, sebagai rekan yang hidup saling membutuhkan. Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi selalu diasosiasikan sebagai perempuan pembangkang karena memiliki banyak ide yang dapat digunakan untuk membantah lelaki. Tetapi, ini adalah poin yang keliru.
Pendidikan adalah hak bagi setiap manusia dan manusia terdiri dari perempuan dan laki-laki. Daripada berkutat dengan pikiran dan ego yang tidak ingin disaingi oleh perempuan, alangkah baiknya jika kita memulai dengan pikiran bahwa pendidikan adalah jalan keluar atas sebuah kebodohan dan kesesatan pola pikir karena sesungguhnya budaya patriarki adalah budaya yang menyesatkan. Budaya ini sudah terlalu mengkotak-kotakkan laki-laki dan perempuan, membuat kita sangat jauh dengan konsep kesetaraan gender yang diperjuangkan oleh kaum pinggiran, salah satunya perempuan.
Namun, sayang sekali, untuk menciptakan kesetaraan gender tidaklah mudah, bukan hanya perempuan yang harus bangkit dari budaya yang merendahkan dan membelenggu dirinya, tetapi juga lelaki itu sendiri. Kesetaraan tidak tercipta dari satu sisi saja, dunia ini juga memerlukan lelaki hebat yang bisa lepas dari dunia patriarkinya sendiri.
Tentang Penulis:
Faridatur Riskiyah yang akrab disapa Riski adalah perempuan kelahiran Situbondo, 15 Februari 1999. Manusia ini dapat dihubungi lewat akun Instagram miliknya dengan id : f._riski
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H