Mohon tunggu...
Anis Farida
Anis Farida Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, aktivis

Menebar kebaikan untuk kebahagiaan semua makhluk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menyuarakan Suara Rakyat

19 Oktober 2020   23:23 Diperbarui: 19 Oktober 2020   23:44 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun perkiraan tersebut tidak benar, terbukti dalam cara-cara yang berbeda, dan dengan berbagai tujuan dan nilai-nilai, berbagai bentuk protes terus bermunculan secara silih berganti hingga saat ini.

Data sejarah menunjukkan berbagai kisah perlawanan politik dan gerakan-gerakan penentangan terhadap pemegang kekuasaan ditujukan kepada penguasa yang dianggap otoriter dan represif di seluruh penjuru dunia[3]. 

Porta dan Diani menyatakan bahwa gerakan pada tahun 1968 bangkit sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dari partisipasi sosial dan politik[4]. Berdasarkan fakta yang ada, mobilisasi yang paling luas sejak tahun 1930-an dan bahkan sebelumnya, bersifat antidemokrasi. 

Perkembangan selanjutnya menunjukkan adanya pergeseran bahwa aktor yang terlibat konflik mulai bervariasi, yaitu pemuda, perempuan, kelompok profesional dan sebagainya, yang merupakan komponen utama dari gerakan sosial yang biasa dijumpai pada masyarakat industri. 

Bahkan kurang tepat apabila melihat para aktor dalam konflik kelas semata, di mana dulunya merupakan komponen utama dari berbagai konflik yang terjadi.

Para ahli menurut Suharko umumnya bersepakat bahwa dalam beberapa dekade terakhir, variasi, frekuensi dan intensitas gerakan dan perlawanan politik semakin bertambah dan kompleks[5]. Hal ini antara lain tampak dari munculnya fenomena gerakan sosial di berbagai tempat di dunia.

Gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat merupakan salah satu gerakan sosial yang terkenal di abad ke-20. Kemudian gerakan-gerakan perdamaian, lingkungan, dan feminis, serta perlawanan terhadap otoritarianisme baik di Eropa maupun di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, telah menggiring massa ke jalan-jalan untuk menuntut perubahan[6].  

Satu hal yang perlu dipahami bahwa gerakan sosial dan basis sosial pendukungnya (faktor dan penyebab lahirnya suatu gerakan) bukanlah suatu fenomena yang baru-baru ini saja terjadi di dunia modern[7].

Sebagaimana keberadaan otonom dari realitas masyarakat, gerakan sosial juga mempunyai eksistensi independen. Masyarakat maupun gerakan sosial, merupakan konstruksi, dan keberadaan keduanya saling melengkapi. Jika masyarakat merupakan entitas sosial kolektif, hal itu disebabkan karena keberadaan masyarakat selalu ditandai dengan adanya aksi sosial kolektif.

Tanpa adanya aksi, konsepsi masyarakat akan lenyap. Maraknya gerakan sosial yang terjadi di berbagai belahan dunia sebenarnya merupakan respon masyarakat terhadap kondisi sosial yang dihadapinya.

Pada masyarakat dunia ketiga misalnya adanya fakta ketimpangan, kemiskinan, kesenjangan, dan diskriminasi yang banyak diderita oleh sebagian besar anggota masyarakat oleh Scott (2006) dinyatakan telah melumpuhkan otonomi dan kedaulatan masyarakat[8]. Latar semacam inilah yang melahirkan gerakan sosial dan berusaha melakukan kritik terhadap kekuatan tunggal negara dan menyuarakan gagasan yang populer disebut civil society.[9]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun